[1]

365 15 10
                                    

Disclaimer!! Cerita ini tersedia di Karyakarsa

.

.

Gallen Putra Dipraja— Sosoknya begitu terkenal seantero SMA Bina Bangsa. Pria muda dengan jambul menukik tapi tak pernah kena potong guru BK itu, merupakan cucu pemilik yayasan tempatnya mengenyam pendidikan.

Namanya cukup beken di kalangan cabe-cabean. Seluruh adik kelas berjenis kelamin wanita menggandrungi Gallen. Sekali kedip saja, mereka semua langsung berteriak tak jelas layaknya orang kesurupan.

Di sisi Gallen ada dua anak laki-laki yang menjadi ajudan-ajudan setianya. Mereka adalah Sahrul dan Boy. Keduanya begitu setia menemani setiap langkah Gallen, termasuk ketika anak itu sedang sinting-sintingnya.

Seperti sekarang contohnya.

"Nyot-Nyot, dikenyot, Nyoot!!"

"Nyooottt!!"

Sahrul dan Boy akan menjadi suara kedua Gallen. Ketiganya tak pernah terpisah. Ke kamar mandi saja selalu bersama-sama. Tak peduli guru yang sedang mengajar berkultum dadakan demi untuk mencegah antek-antek Gallen ikut serta.

"Rul, lo udah tau belom, kalau kembaran lo nyenggol Bundanya seluruh manusia Indo?" tanya Gallen. Ia memang kerap bertingkah abnormal kala merasakan kesepian. Maklum saja, kekasih hatinya yang cantiknya mengalahkan Gigi Hadid sedang bertugas di UKS. Gadis cantik nan jelita itu mendapat bagian di ekstrakulikulernya.

"Kembaran gue, Bos?! Perasaan gue anak tunggal deh."

Dahulu kala ketika mereka masih menjadi anak bau kencur di medan Ospek, Sahrul memang pernah bercerita jika dirinya sukses menggagalkan niat orang tuanya yang ingin menambah pasukan. Dasarnya Sahrul tak rela bagi-bagi harta warisan tanah milik engkongnya, anak itu mengajak mamanya mukbang nanas dengan alasan perintah senior mereka. Saking menjiwainya, Sahrul benar-benar memvideokan puluhan nanas yang telah dikupas.

"Wah nggak gaul parah lo, Betasun!" Hina Gallen membawa-bawa peranakan Sahrul yang memang keturunan betawi-sunda. "Sosmed lo isinya apaan, Anjir? Berita viral begini aja nggak tau." Decaknya kemudian.

"Ah males gue kalau harus ngejelasin dari awal mereka war. Dapet royalti kagak gue, abis napas iya gara-gara kelakuan Sahrul yang nggak ada abisnya. Boy, bantuin ngapa!" Ia meminta bantuan agen ke duanya.

"Ini Dongok!!" Boy menunjukan layar ponselnya. "Kurang pergaulan banget lo jadi jamaah negara berfolower."

"Biji Nangka! Lo nyumpahin gue ganti kelamin, Bos?!" Pekik Sahrul ketika tahu apa yang Gallen maksud.

"Hadeh!!" Gallen menepuk keningnya. Sungguh respon yang sangat terlambat. Jadi kurang seru kan mau ngebully warga internnya.

"Nava kenapa nggak balik-balik yak? Jangan-Jangan kecantol Ketos nih."

Di dunia ini jika ada manusia yang Gallen benci— Ketua Osis-lah jawabannya. Sepupunya yang kadar ketampanannya berada di level terendah di keluarganya itu, suka sekali membuat sumbu amarahnya memendek.

Sudah tahu dirinya kalah telak, tapi masih saja berjuang. Padahal kalau niat menjadi pejuang sejati, pergi saja dia harusnya ke jalur Gaza. Semangat menikungnya yang membara itu pasti akan diapresiasi mahal di sana.

"Samper apa Bos, mumpung jam kosong."

"Males ah. Takut kena omel gue. yang semalem aja, dia belom maafin." Berurusan dengan Navara— tunangannya sedari Taman Kanak-Kanak membuat nyali Gallen menciut. Pasalnya gadis berusia enam belas tahun itu galaknya melebihi maminya.

"Skip, Skip! Mending gue ngapel ke Cintya, Marlinda, Hera, Monica.."

"Sammuel?" Celetuk Sahrul membuat Gallen melayangkan tabokan maut.

Ceplak!!

"Gue masih normal, Oncom! Ngapain lo bawa-bawa Sam ke daftar ani-ani gue, Nyet?!" Amuk Gallen tak terima. Ternoda sudah list cemceman bahenolnya yang mengalahkan lekukan gitar spanyol.

Sammuel ini anak kelas mereka yang sebenarnya bisa dikatakan tampan, sayang saja kelakuannya sedikit melambai. Alih-Alih menyukai para bidadari dunia, Sammuel sepertinya lebih tertarik pada makhluk berbatang panjang.

"Btw, Bos. Emang lo sama Nava kenapa? Perasaan kalau gue liat-liat, dia kayak empet banget liat komuk lo." Boy memang sudah tak asing menyaksikan perseteruan antara Gallen dengan Navara. Hampir setiap hari ada saja bahan gorengan untuk dijadikan alasan mereka bertengkar. Justru ketika mereka akur, peradaban patut dipertanyakan kapan runtuhnya.

"Jadi gini.."

Ingatan Gallen berputar pada lima belas jam sebelumnya, tepatnya pada pukul 20.00 Waktu Indonesia Bagian Barat. Gallen ingat sekali, kala jari-jarinya bermain konstan di tali-tali bra milik kekasih pilihan orang tuanya.

Entah karena serunya film yang dirinya putar atau memang dirinya yang tak sadar terlalu kuat menarik tali tersebut hingga tiba-tiba saja tanpa adanya permisi, tali itu putus sendiri. Alhasil Navara mengamuk layaknya reog. Ia bahkan sampai diharamkan menginjak lantai rumah calon istrinya.

"Gitu ceritanya.."

"Heh Mail!!" Sahrul yang mendengarkan cerita dengan seksama, memekik keras. "Ya lo ngapain mainan tali BeHa anak orang! Mau mesum lo?!"

"Kagak Njing! Semalem gue kagak ada niatan ngapa-ngapain si Nava. Pure cuman main cetak-cetakan doang." Ucapnya menirukan bunyi hasil perpaduan karet bra dengan kulit tunangannya.

"Biasanya gue mainin isinya juga kagak ngapa-ngap.. Adoh!!" Gallen berteriak kesakitan kala sebuah sepatu menghantam kepala bagian belakangnya.

"Eh, Ayang. Sepatunya kok dilempar-lempar sih. Jangan gitu dong. Kan belinya pake kartu kredit gue. Hihihi.." Gallen menampakkan senyum pamer giginya. Ia meraih sepatu yang Navara lemparkan ke kepalanya.

"Ini, Cantik, sepatunya. Hehehe." Gallen melempar pelan sepatu ditangannya. Ia tidak berani memulangkan sepatu tersebut dengan cara yang benar.

"Mulut lo jangan sampe gue robek ya! Ngapain lo pake fitnah segala bilang suka mainin," Kepala Navara menunduk. Wakil Osis tersebut memberikan kode tanpa harus menyebut secara gamblang aset berharganya yang tengah diperbincangkan oleh Gallen.

"Ih, kapan yak? Orang gue nggak lagi ngomongin tetek lo! Mana berani gue, Nav. Iya kan, Cuy?" Gallen menyenggol lengan Sahrul agar mendapatkan bala bantuan. Dasarnya Sahrul kelewat jujur, anak itu mengatakan tidak dengan suara keras.

"Bohong Gallen, Nav. Dia ngomongnya suka.. Hemp.. Yeppas!!"

"Anu, Yang.. Gue pengen boker. Gue bawa dulu Sahrul buat temen. Bye Ayang. Sampai ketemu di kelas. Muach.. Muach.. Ay yap yuh, so mucheeee!!" Bibirnya maju-maju namun dengan kaki yang melangkah mundur untuk menghindari amukan Navara. Ia menarik paksa tubuh Sahrul dengan membekap mulut si tukang ember.

"Dada Nava.. Tali BeHanya yang putus jangan lupa dijahit yak.." Cengir Boy yang juga bersiap memasang kuda-kudanya untuk lari tunggang-langgang.

Satu,

Dua,

Tiga...

"GALLLEEEENNN!!!"

"AAA... Kabooorrrr!! Malaikat kematian ngejaaaaarr!!!!"

Tak ada sejarahnya pasangan yang disatukan oleh perjanjian dua keluarga tersebut melalui hari-harinya dengan manis. Jika bukan Gallen yang bonyok, pasti Navara kehilangan helai demi helai anak rambutnya. Gallen yang terkutuk merupakan bencana yang nyata bagi Navara. Ia seperti hidup ditengah banyak sekali kesialan.

"Berhenti lo, Gallen! Sini nggak lo!!"

Pemandangan kejar-kejaran layaknya tikus dengan kucing tersebut bukanlah kejadian teranyar yang disaksikan oleh penghuni Bina Bangsa. Mereka sebagai tokoh pelengkap hanya bisa geleng kepala melihat aksi keduanya.

"Calon istri, sadar! Taubatlah engkau. Gini-Gini gue yang bisa bawa lo ke surga ya. Inget pesan Bunda lo sebelum ke pasar tadi pagi.. Nggak boleh nakal, Nava. Harus nurut kata-kata Gallen. Gallen is a king and you.. MATARAM!! Mata gue benjol!!" Kalimatnya rumpang tergantikan oleh pekikan kesakitan karena Navara kembali melayangkan sisa sepatu yang menempel di kakinya.

"Makan tuh Firaun, Condet!!"

GAVA [The Young Marriage]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang