Bab 1, Flashback

491 45 0
                                    

Matahari mulai berganti sift dengan sang Bulan. Semburat warna jingga seperti setengah tercampur warna biru tua. Membuat langit seolah-olah seperti terkena tumpahan jus labu. Hiruk-pikuk di jalanan kota dikarenakan orang-orang yang lelah ingin segera pulang kerumah. Tak jarang pula ada yang berhenti sejenak di beberapa toko, resto, cafe, maupun mini market untuk sekedar merilekskan diri atau mengisi perut.

Seperti di salah satu Cafe di sana. Walaupun tak terbilang besar, namun Cafe ini begitu ramai pelanggan terutama saat sore hari. Terlihat beberapa waiter maupun waitress yang sibuk kesana kemari untuk melayani pelanggan mereka.

Tingg

"Pesanan meja nomor 4"

"Baik" Sahut seorang remaja sambil mengambil pesanan tersebut dan memberikannya sesuai nomor meja.

"Permisi, 2 Americano, 1 Hot Chocolatte, 2 Strawberry cake dan 1 cheesecake, benar? " Setelah mendapat anggukan, ia menempatkan pesanan tadi ke meja di depannya.

"Emm anu.. " Ucap dengan ragu salah satu dari 3 gadis di depannya.

"Iya kak? Apa ada pesanan tambahan? " Tanya ramah waiter yang bername tag 'Zayyan' kepada pelanggan repeater di Cafe tempatnya bekerja itu.

"Emm kakak udah punya pacar belum? " Tanyanya.

"Aduh, kamu ini kelamaan. Mas, minta nomornya dong" Ucap teman gadis itu sambil menyerahkan HP nya.

"Ishh caramu terlalu blak-blakan. Nanti mas imutnya takut" Timpal temannya yang lain. Sementara Zayyan hanya tersenyum sudah biasa.

Setelah izin pamit dari ketiganya, Zayyan langsung mengambil pesanan lain untuk di antarkan.

"Dimintai nomor lagi?" Tebak teman Zayyan.

"Yah begitulah" Jawab Zayyan sedikit tersenyum.

"Hahaha ini sudah yang ke 19 kali di hari ini" Timpal temannya lagi.

Setelah itu mereka mulai bekerja lagi, mulai dari menyambut tamu, memberikan buku menu, mencatat, mengirimkan pesanan, memberikan bill, dan membersihkan meja. Begitu terus sampai ending sift tiba.

"Huftt hari ini lebih ramai dari biasanya ya?" Ucap Neva, seorang waitress disana.

"Yah kau benar, tapi untung lah kita bisa mendapat bonus jika seperti ini terus" Ucap Niel seorang barista.

"Bonus dapat, capek juga dapat" Ucap yang lainnya pula.

"Ah! Ini sudah larut. Aku harus pulang" Ucap Zayyan setelah melihat jam di HP nya.

"Sekarang?" Tanya Niel dan di balas dengan anggukan oleh Zayyan.

"Baiklah hati-hati kalau begitu. Katanya malam ini akan turun hujan deras" Kata Neva.

"Iya, btw terimakasih buat hari ini. Aku duluan ya" Ucap Zayyan berpamitan, lalu mengambil sepedanya dan mulai menggayuh membelah dinginnya malam.

Ia berhenti sejenak di sebelah orang yang berjualan lontong balap. Ia membeli seporsi setelah itu lanjut lagi menggayuh sepedanya. Jarak rumah dan tempat kerjanya memang tidak terlalu jauh hanya sekitar 2 KM kurang.

Ia melihat langit yang sudah mulai mendung, dan beberapa kali sudah ada guntur yang menyambar. Ia mulai mempercepat gayuhnya agar sampai rumah sebelum hujan. Namun apalah daya tiba-tiba ada sebuah batu yang mengenai punggungnya membuat ia terjatuh dari sepeda.

Ia meringis memegang punggungnya yang nyeri. Walaupun batunya tidak terlalu besar, tapi itu pasti akan membuat punggungnya membiru untuk sementara waktu.

Terdengar suara tawa dan cemohan di dekatnya, diiringi munculnya beberapa orang dari gang kecil disana. Ia tak bisa melihat wajah mereka dengan jelas karena pencahayaan yang temaram, tapi ia kenal suara orang-orang itu. Lebih tepatnya orang-orang yang satu sekolah dengannya. Tidak sekali atau dua kali mereka mengganggunya.

"Hahaha lihat! Kac*ng ini gemetaran!" Ucap seseorang diantara mereka sambil menginjak kaki Zayyan kasar.

Sedangkan Zayyan hanya berusaha menahan suaranya untuk menjerit. Ia menatap mereka, memohon untuk dilepaskan.

"Lihat apa kau?! Hah!!" Ucap yang lainnya sambil menampar Zayyan.

Perih, sakit. Itulah yang ia rasakan sekarang. Tapi ia tak bisa apa-apa karena rasa takut sudah terlebih dahulu nenguasai tubuhnya. Membuat ia seperti anak anjing yang teraniaya.

Namun, bukannya kasian. Mereka malah memukulinya dan mengucapkan kata-kata kasar yang mampu menyayat hati. Salah satu dari mereka, yang dapat Zayyan ketahui adalah ketua mereka mendekat ke arahnya dan menjambak rambutnya sehingga wajah Zayyan mendongak menatap iris mata coklat di depannya.

"Hei, bukankah sudah aku bilang. Lebih baik kau bergabung dengan kami saja. Tapi apa-apaan sikap sok polos mu itu??! Menjijikkan!!" Orang itu melepas cengkramannya dengan kasar.

"Jadi kutanya sekali lagi. Apa kau mau bergabung?! " Zayyan yang sudah lelah pun hanya mengangguk pelan.

"Bagus! Sejak awal jika kau menurut saja pasti akan jauh lebih mudah!" Ucap Orang itu sambil mengusap rambut Zayyan. Mereka pun pergi dari sana tanpa ada niatan untuk membantu Zayyan berdiri.

Zayyan menggenggam erat sebungkus lontong balap yang ia beli tadi. Rasanya sudah mulai dingin, jadi ia segera menggayuh sepedanya lagi tanpa menghiraukan hujan yang mulai turun membasahi luka-luka yang ia dapatkan tadi. Ia bersyukur karena para preman sekolahnya itu tidak merusak sepedanya. Entah apa yang akan ia katakan kepada neneknya jika sampai sepedanya rusak.

Sesekali ia meringis merasakan betapa perih dan ngilu lukanya. Air matanya turun sejenak tapi dengan cepat ia menghapusnya. Ia tidak boleh membuat neneknya khawatir lebih banyak.

Setelah sampai dirumahnya, ia segera memasukkan sepedanya ke halaman rumah dan masuk. Ia menghampiri neneknya yang tertidur di kursi goyang. Ia pikir mungkin neneknya kecapean menunggunya pulang.

Tak menunggu lama ia masuk ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Seusai mandi ia mengoleskan saleb ke beberapa bagian tubuh kecilnya yang memar. Untung saja luka tamparan itu tidak terlalu terlihat, jadi neneknya tidak akan menyadarinya. Setelah selesai ia kembali ke ruang keluarga yang terdapat neneknya yang sudah bangun dari tidurnya.

"Sudah pulang nak? Apa kau kehujanan? Sudah makan? " Tanya neneknya bertubi-tubi sambil mengelus pipi cucunya yang sedikit pucat dan dingin. Melihat kekhawatiran neneknya membuat hati Zayyan kembali hangat. Benar. Ia harus bertahan setidaknya demi neneknya.

"Aku sudah makan nek. Nenek pasti belum makan kan? Ini aku bawakan lontong balap kesukaan nenek" Ucapnya sambil menggandeng neneknya ke dapur. Ia menghangatkan lontong balap yang sudah mendingin dari tadi untuk dimakan neneknya.

Melihat senyum neneknya sambil memakan Lontong balap yang ia beli sudah membuatnya kenyang. Setelah itu ia ke kamarnya dengan neneknya yang setia menggandeng tangan cucunya. Ya. Malam ini ia ingin tidur dengan neneknya. Sudah lama ia tak merasakan tidur dengan kepala yang di belai lembut oleh sang nenek.

Ia tak tahu jika saat itu adalah saat terakhir ia bisa tertidur dengan neneknya. Ia meninggal saat demam tinggi yang dirasanya. Luka-luka itu membuat demamnya semakin parah. Sehingga tanpa mengucapkan selamat tinggal ke neneknya, kesadarannya sudah hilang terlebih dahulu.

Setidaknya itulah yang ia ingat setelah ia mendengar nenek Zayyan bercerita mengenai 'Zayyan'.

Yaps.. Benar sekali kawan-kawan. Ia sudah ber transmigrasi ke tubuh orang yang memiliki nama yang hampir sama dengannya. Bedanya jika tubuh asli bernama 'Zayyan Cavero' sedangkan ia bernama Zayyan Nicolas.

Dan lebih buruknya lagi. Ia ber transmigrasi ke tubuh salah satu teman antagonis yang akan membunuh Luisa pada novel 'My Love'. Sungguh ini semua membuatnya frustasi. Apa lagi saat ini adalah beberapa hari sebelum Lais bertemu Luisa pada pandangan pertama dan jatuh cinta. Karena Luisa merupakan calon murid pindahan di kelasnya nanti.

Arghhh

Memikirkan itu hanya membuat kepalanya semakin pusing. Tidak mendapat ingatan pemilik 'tubuh asli' membuatnya pusing, tapi kalau saja ia tau jika mendapatkan ingatan 'tubuh asli' akan membuatnya stress maka ia tidak akan berdoa seperti itu. Penyesalan memang berada di akhir, soalnya kalo di awal kan namanya.... (jawab sendiri)

Bersambung~~

Uke Mah BEBASSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang