First Word(s)

520 60 13
                                    

Halilintar, Taufan, Gempa: 10 tahun
Blaze: 6 tahun
Ais: 5 tahun
Thorn, Solar: 3 tahun
[Name]: 10 bulan
.

.

.

Sejak kelahiran putri pertama mereka, suara tangisan bayi menjadi musik tambahan di rumah keluarga Amato.

Tapi, Amato dan Mara sudah berpengalaman mengurus bayi setelah ketujuh anaknya. Mengurus [Name] tidak akan jauh berbeda seperti para kakaknya dulu.

Bukan hanya Mara dan Amato, Halilintar dan yang lainnya juga ikut membantu. Mereka menemani bayi bermain, mengambilkan barang-barang yang dibutuhkan oleh bayi atau tidur bersama.

Solar, Ais dan Thorn adalah yang paling sering menghabiskan waktu dengan adik perempuan mereka.

[Name] adalah adik pertamanya, karena itu Solar merasa dia HARUS menjaga adiknya itu.

Thorn senang bermain dengan adek bayi, entah membuatnya tertawa atau hanya sekedar melihat adiknya tidur.

Ais suka tidur di samping [Name]. Tidak ada yang berani berisik di sekitar bayi sehingga menjadi wilayah tempat tidur yang tenang tanpa gangguan.

"Ciluk ba!" Thorn sedang bermain dengan [Name] yang terbaring di ruang tengah. Selagi Mara masak, Thorn dan Solar menjaga [Name].

[Name] terlihat senang bermain dengan kakaknya. Dia tertawa melihat wajah lucu Thorn.

"ASSALAMMUALAIKUM!!" Teriakan di pintu depan mengejutkan duo fotosintesis. Bahkan [Name] juga ikut terkejut, kemudia mulai menangis.

"Hiks... HUWAA!"

"Ih gara-gara Kak Blaze ini!" Solar dan Thorn memarahi Blaze. Duo temperatur baru saja pulang dari TK. Blaze yang berteriak dan membanting pintu depan membuat [Name] terkejut hingga menangis.

"Heheheh... sorry...," Blaze terkekeh kikuk merasa bersalah.

Ais yang sudah buru-buru melempar tas dan mencuci tangan langsung menghampiri adiknya dan mencoba menenangkannya.

"Cup cup cup. Nggak papa. Blaze memang nakal, wajarin aja, ya."

"Wei Ais! Apa maksudmu, hah?! Jangan ajarin [Name] yang tidak tidak!"

"Kenyataannya kamu memang nakal, kok. Buat [Name] nangis," balas Ais tak acuh.

"Heh jangan bertengkar!" Akhirnya Mara tiba di ruang tengah karena keributan yang dibuat oleh anak-anaknya.

Mara mengambil alih [Name] ke gendongannya. Bayi itu mulai rewel, mungkin sudah lapar dan mengantuk.

"Blaze, Ais, ganti baju kalian. Setelah itu kalian semua makan siang. Mama mau nyusui [Name] dulu," titah Mara.

Blaze berjalan lesu menuju tangga. Dia tidak bermaksud membuat adik perempuannya itu menangis. Dia hanya tidak sabar untuk bermain lagi dengan adik-adiknya, karena itu dia sangat senang ketika sudah sampai di rumah hingga lupa menjaga sikap.

"—aze!" Pekikan kecil itu menarik perhatian semua orang.

"Huh? Siapa yang memanggilku?" tanya Blaze kebingungan. "Kau, Thorn?"

"Hah? Nggak tuh."

"–Aze!!" Pekikan itu terdengar lagi.

"[NAME]!?"

Bayi di gendongan Mara masih menggeliat marah. Tangisnya masih pecah. Tangan kecilnya bergerak meraih ke arah Blaze.

"AZE!!" (read: ezs)

Blaze langsung berlari mendekati [Name]. Ia lalu memegang tangan [Name]. "Kak Blaze disini."

[Name] perlahan-lahan berhenti menangis. Jari-jari kecil [Name] menggenggam erat jari telunjuk Blaze tidak ingin melepaskan. Iris hitam bertemu dengan iris orange Blaze yang berbinar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Our Little Queen (Boboiboy Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang