Prolog

3 0 0
                                    

Pada akhirnya, perasaan tidak akan pernah bisa selalu dipaksakan.

Pilihan akan selalu hadir didalamnya.

Dipaksa lanjut untuk sakit, atau berhenti untuk kebebasan.


Suasana di North kali ini sepi pengunjung. Tak ada satupun sosok pemuda atau remaja yang biasanya mampir untuk sekedar memesan satu lemon tea dan pulang berjam-jam hanya untuk mengerjakan tugas. Cuaca juga tidak menentu. Awan gelap memenuhi langit dari sejak pukul satu siang, namun tak kunjung datang hujan.

"Semangat dong, jangan melamun!" ujar Bang Burhan kepada Dion yang sedari tadi terlihat murung.

Dion hanya tersenyum. Laki-laki itu seperti sedang memikirkan satu masalah kecil. Masalahnya dengan Almira. Bagaimana tidak? Mereka berdua terlibat pertengkaran argumen sejak malam tadi. Masalah yang bagi diri Dion bukan masalah besar tapi sebaliknya bagi gadis yang menemaninya kurang lebih tiga tahun ini. perempuan yang membantunya bangkit, jatuh, lalu bangkit. Namun semua rasa berubah sejak awal tahun ini. hambar. Tak seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Yon, Almira tuh!" ujar Bang Burhan lagi.

Dilihatnya Almira diseberang pintu kafe, memakai dress hitam selutut dengan rambut diikat satu. Wajah putih dengan senyum yang sama. Gadis ceria yang selalu ia banggakan ada dihadapannya.

Ada dua kemungkinan kekasihnya itu mendatanginya. Berdamai, atau berakhir. Pikiran Dion optimis pada pilihan yang pertama, seiring dia melangkah menghampiri kekasihnya itu pikirannya seolah berubah. Takut dan gugup menjadi satu. Apakah ini saatnya?.

"KITA PUTUS YA!" ucapan itu terlontar begitu saja dari mulut Almira. "Percuma kita terus maksa buat bertahan kalo ujungnya cuman aku yang berjuang. Toh, kita bareng juga aku gak tahu tujuannya apa!" lanjutnya dengan berani.

Dion tak bergeming.

"Salam buat Bang Burhan. Aku pamit. Makasih" ujar Almira berlalu pergi tanpa basa-basi meninggalkan Dion dengan sejuta pertanyaan dan penyesalan.

Pada akhirnya, perasaan tidak akan pernah bisa selalu dipaksakan. Pilihan akan selalu hadir didalamnya. Dipaksa lanjut untuk sakit, atau berhenti untuk kebebasan. Dan Almira memilih pilihan kedua untuk mengakhiri segala yang ia rasa hambar dan tak bertujuan.

Mi Amor!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang