Obsesi Papa

10 1 0
                                    

Hidup sebagai Gracella merupakan mimpi bagi setiap gadis di SMA Internasional Harapan Oetama, anak tunggal dari pasangan suami istri kaya raya, Hendra Soetomo dan Kinan Garnasih. Ayahnya seorang petinggi anggota dewan, sebentara Ibunya merupakan seorang entrepreneur sukses yang sosoknya begitu dikagumi oleh banyak orang.

Gracella sendiri, merupakan gadis yang aktif dan terkenal di dunia ballet, seorang ballerina muda yang cantik dan berbakat, tak pernah sekalipun Gracella pulang tanpa membawa piala dari hobinya itu.

Alunan musik milik Maurice Ravel yang berjudul Pavane for Dead Princess itu mengalun memenuhi ruangan aula milik klub ballet di SMA tersebut, saat ini jam sudah menunjukan pukul lima sore, namun Gracella masih terus menari, melenggokkan tubuhnya mengikuti irama lagu.

Tidak mempedulikan kakinya yang sudah terasa sakit karena hampir di keseluruhan lagu ia melakukan pointe. Bahkan sepatu yang ia gunakan untuk menari pada hari ini sudah terlihat seidkit aus, Gracella tetap menahannya. Tujuannya saat ini adalah merebut Kembali title juara 1 miliknya yang sempat direbut oleh lawan bermainnya, satu tahun yang lalu.

Di kursi penonton, terlihat samar-samar seorang siswa yang sedang duduk namun menutupu wajahnya dengan jaket yang ia gunakan, Gracella pun beberapa kali melirik ke arah orang tersebut, nemun berkali-kali pula dirinya berusaha untuk mengabaikan semuanya.

Bruk,

Gracella terjatuh saat berusaha menyempurnakan Gerakan Pirouettenya, gadis itu tersungkur sambil memegangi pergelangan kakinya yang terasa sakit, sepertinya ia cedera ringan.

"Mana yang sakit?" tanya seorang siswa yang membuat jantung Gracella terasa mau copot, gadis itu menatap pria yang ada di hadapannya saat ini, bertekuk lutut sambil memegang pergelangan kakinya.

"Fine kok, Cuma sakit dikit aja, gue gerakin lagi juga nggak akan sakit lagi, thanks ya. I Apreciated your care," ujar Gracella dan diakhiri oleh sebuah senyuman. Pria itu terlihat tersenyum seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Watch your step, I'll be here Gracella. Gue penonton setia lo, by the way!" seru Jason, pria dengan mata coklat terang itu mengepalkan tangannya kemudian mengangkat ke udara, memberikan semangat pada Gracella.

Grace, sapaan hangat gadis itu tersenyum. Kemudian berusaha untuk bangkit sambil menahan rasa sakit yang tiba-tiba terasa tidak biasa, langkahnya sempat tergopoh, membuat Jason hendak bergerak untuk membantunya, namun sabuah Gerakan tangan Grace membuat Langkah pria itu tertahan.

Kemudian Grace menyalakan music, menahan rasa sakit di pergelangan kakinya dengan begitu kuat, sampai gadis itu menggigit bibir bawahnya, tubuhnya dipenuhi keringat. Jason yang mengetahui bahwa Grace tidak sedang baik-baik saja itu pun tak bisa berhenti menatap gadis itu.

Sampai akhirnya konsentrasi Jason yang memperhatikan Grace, maupun Grace yang berusaha untuk membuat Gerakan Pirouette itu terbuyarkan saat mendengar pintu aula dibuka dengan cukup keras.

Jason menatap seorang pria paruh baya yang menatap Gracella dengan tatapan dingin tersebut, sedetik kemudian ia menatap Jason, keduanya saling bertatapan.

"Siapa kamu? Kenapa bisa ada di Aula Bersama Gracella?" tanya Pria itu dengan intonasi yang sedikit membuat Jason terintimidasi.

"Saya Jason Handoko, saya baru tau dia bernama Gracella, sebelumnya saya memang suka berdiam diri di Aula ini hanya untuk sekadar menumpang tidur saja, tempat saya di belakang sana, Cuma lagi mau pindah aja karena mau nonton pertunjukan hebat," jawab Jason dengan penuh percaya diri, membuat Pria itu mengangguk kecil dan memundurkan langkahnya.

"Sudah sampai mana, kemampuan kamu?" tanya Pria tersebut, Grace terlihat menunduk lesu.

"I'm trying my best, Papa. Tapi kayaknya pergelangan kaki aku cedera, tadi aku nggak hati-hati. Sorry, Papa. Don't mad at me, I promise I will keep practice even though my leg are broken." Cicit Grace, namun sekecil apapun gadis itu berbicara, suaranya tetap bisa terdengar karena gema di Aula ini.

"I told you to be carefully, Gracella. Bagaimana bisa kamu merebut Kembali juara satu di kontes balet nanti kalau kamu masih malas-malasan dan bertindak ceroboh seperti ini? Nggak masuk di akal, kamu ini. Papa susah payah nyari pelatih buat kamu, biayain hidup kamu, tapi kalau kamu nggak bisa bikin Papa bangga, semuanya Cuma-Cuma kan?"

Grace lebih memilih untuk tidak menjawab atau memotong ucapan tersebut, gadis itu hanya diam dan menunduk lesu, seolah memasrahkan dirinya untuk mendapat cacian dari Papanya.

"Jangan pulang ke Rumah, sepulang dari sini Papa akan anter kamu ke tempat les ballet. Kalau otak kamu nggak bisa diandalkan dan dibanggakan, at least kemampuan ballet kamu harus bisa menutupi semua imperfection kamu, ayo berkemas."

Gracella menurut Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya. Gadis itu bergerak membereskan barang-barang miliknya kemudian berjalan dengan tergopoh menyesuaikan Langkah Papanya.

Suasana di Aula Kembali sepi, menyisakan Jason yang saat ini Kembali menatap panggung yang ada di aula theatre tersebut. Kosong. Padahal kurang dari sepuluh menit yang lalu ia masih bisa melihat bagaimana indahnya setiap Gerakan yang Gracella buat.

"Loh, Jason! Lo di sini? Ngapain?" tanya seorang gadis setelah membuka pintu aula dengan terburu-buru.

Jason melirik sebentar ke arah pembicara, kemudian menjawab dengan wajah datarnya, "Ya pengen aja di sini, emang kenapa?"

"Oh, enggak sih. Agak heran aja kenapa lo bisa-bisanya di sini. Eh si princess udah pulang? Lo lihat ga tadi?" tanya gadis itu sekali lagi, membuat Jason mengerutkan keningnya, bingung.

"Princess?" tanya Jason memastikan.

"Oh, lo nggak tau ya? Gracella si Princess yang tiap hari banget dianter jemput bokapnya yang super sibuk itu, biasanya dia nguasain aula teater ini sampe malem, syukur deh nggak ada." Ujar gadis Bernama Syafira Rinjani tersebut.

Gadis dengan ikat rambut kuda yang selalu menghiasi dirinya itu menghembuskan napas dengan lega, seolah selama ini merasa sesak dengan kehadiran Gracella di Aula teater ballet tersebut.

"Lo sendiri ngapain di sini?" tanya Jason, merasa sedikit terganggu karena tiba-tiba Syafira membawa beberapa peralatan melukis ke dalam aula tersebut.

"Oh, ruangan Lukis lagi di renovasi soalnya atapnya hampir rubuh. Jadi kita ngungsi deh, tapi awalnya nggak tau mau kemana, soalnya pada dipake juga. Terpaksa deh harus ke tempat ini. Sebenernya males, tapi kalo nggak gini ya gimana bisa Latihan?" ujar Syafira seraya merapikan kuas dan cat yang hendak ia gunakan hari ini.

"Yang tadi itu, bokapnya Gracella, ya?" tanya Jason tak dapat menyembunyikan rasa penasarannya.

Syafira mengangguk, "Bokapnya ketua dewan by the way, terusa donator sekolah juga. Jadi ya nggak heran kalau si Princess itu selalu dapetin penghargaan balet, padahal gue lihat tariannya biasa aja kok nggak yang 'wah' gitu," jawab Syafira.

"Lukisan lo juga biasa aja sih, Fir. To be honest ya, jangan marah," Jason menyelipkan kekehan kecil agar ucapannya tak terlalu menyinggung Syafira.

"Loh, kalian berdua ngapain di sini?" tanya Evan, salah satu ketua klub Lukis saat melihat Jason dan Syafira sedang tertawa dan dalam jarak yang cukup dekat.

"Nggak tau, gue tadi habis tidur, terus kebangun karena pada berisik," jawab Jason seraya melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Syafira yang tak sedetik pun berhenti menatap kepergiannya, dan Evan yang menatap Syafira dengan tatapan yang sulit diartikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Wanna Be YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang