Panas, itu yang mereka rasakan setelah melihat gambaran yang ditampilkan Blue. Sunguh kuasa, betapa besarnya kekuatan yang ditampung wanita itu. Jika wanita itu memegang seluruh kekuatannya apakah kemungkinan dirinya akan hilang jika kekuatan itu tiada? Itulah yang terpikirkan dibenak Lusen sedari tadi.
"Iblis itu tidak nyata! Kenapa kalian mau mempercayai orang asing? Jika dia benar, lantas mengapa tidak ada makhluk lain yang sepertimu!" Ngelak Lusia, sayangnya perkataannya membuat seluruh orang khawatir dan menatap tak percaya pada Blue.
"Lusia benar, jika selama ini kau adalah orang yang melindungi pantai Sumeru kenapa hanya ada dirimu?" Binsar mulai tergoyah, Lusen tertegun mendengarkan Binsar. Seketika api yang muncul mulai hilang ketika Blue memandangi wajah mereka semua. "Kalian benar, aku juga tidak tau kenapa hnaya aku seorang diri disini. Tidak ada yang seperti diriku.."
Lusen menatap tajam pada Binsar, manik-manik matanya seolah ingin menerjang temannya sendiri. "Apa maksudmu, Bin?" Dada bidang mereka mulai bersatu saling mendorong satu sama lain. "Aku cuman mengatakan pendapatku! Zaman sekarang penipuan banyak, Sen! Bisa saja kita ditipu sama dia, agar kita takut padanya dan memuja-pujanya"
Alesia mulai bangkit dari duduknya, konflik mulai muncul setelah penuturan yang dikeluarkan oleh Lusia. "Bil, Bilkui kau ngapain sih? Gak mau bantuin diriku sekarang?" Kini si berparas imut nan kecil itu tengah berada di tengah kedua pria berbadan besar, bisa-bisa bukan mereka berdua yang akan penyok duluan tapi dirinya. Disisi lain, ada satu orang yang justru menikmati kue pai blueberry dibanding memisahkan teman-temannya.
Padahal matanya sudah melihat kesusahan yang dialami Alesia. Munngkin jika ada kontest makan cepat tanpa memperdulikan orang lain akan dimenangkan oleh Bilkui.
"Apa tadi katamu? Penipu? Dimana letak hati nuranimu, Bin. Dia itu sekarang teman kita, ki_"
"Teman? Yang duluan bawa dia kesini itu kau, Sen. Kau yang memperkenalkan dia ke kita, aku cuman minta kepastian, jika dia sendiri tidak bisa membuktikannya berarti dia menipu kita semua!"
Lusen berbalik memandangi wajah Blue yang terdiam, tatapannya begitu kosong, pria itu percaya dengan apa yang dikatakannya, tapi begitu mendengar perkataan Binsar membuatnya sedikit tergoyahkkan. "Ges, sebaiknya kalian berhenti. Mari kita dengarkan penjelasannya Blue dulu."
"Al, kau tidak melihat wajahnya? Dia tidak berkutik, diam terpaku, dia pasti membohongi kita jika dia begit_"
"Awalnya aku merasa seperti diterima oleh kalian, baru kali ini ada manusia yang mau menerimaku apa adanya setelah tau aku ini siapa, aku memberi tahu kalian karna aku merasa kalian akan menerimanya dan mewaspadainya agar tidak terjerumus kedalam jebakan iblis. Kurangnya aku tidak bisa memberti tahu bagaimana aku lahir, apakah aku memiliki seseorang yang seperti itu. Namun, kalian para manusia tidak mempercayai jika tidak melihatnya."
Blue tersenyum. "Jika kalian menganggapku sebagai penipu, tidak apa maafkan sikap kasarku. Janganlah bertengkar karna masalah sepeleh, itu adalah hal terbodoh yang pernah kulihat!" Wanita membalikan badannya mengarahkan pandangannya keluar pintu, kakinya melangkah selangkah demi langkah perlahan keluar menghilang dari pandangan mereka.
Selepas hilangnya sosk Blue, dengan kencang Lusen menepis tulang pipi Binsar. "agh" Keluhnya. Alesia kaget, dan langsung menopang tubuh Binsar yang ingin terjuntai. Bibirnya yang terkena pukulan Lusen pun ikut berdarah memperlihatkan warna merah kecil di luar.
Lusen berlari mengejar Blue yang sudah jauh, berusaha menjegatnya pergi. "Blue" panggilnya dengan nada sendu. Wanita itu berbalik menatapnya lekat, entah mengapa pria itu benar-benar goyah jika melihat lekat mata wanita itu. Sesuatu yang bersinar membuatnya ingin menatapnya seluas lautan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue
Teen Fiction"kenapa kamu ingin sekali menjaga pantai ini?" -Lusen "pantai ini ciptaan Tuhan yang selalu indah, hari demi hari tiap keluarga harus menjaganya hingga tua. Begitupun denganku, aku punya tugas untuk menjaga pantai ini agar tetap sehat dan indah"...