Wanita Bermantel Merah

10 1 0
                                    


Seorang wanita berjalan hati-hati di sebuah jalan sepi dekat taman. Cuaca yang dingin membuat mantel berbulu ia dekap lebih erat. Suhu pada akhir musim gugur di kota Beijing hari ini benar-benar turun. Padahal belum ada seminggu memasuki waktu musim dingin.

Wanita itu menggosok tangannya. Ia melihat sekitar dan mendapati toserba di kiri jalan. Tanpa berpikir panjang dirinya langsung masuk dan membeli beberapa camilan. Dua mie instan, sosis, keripik, serta minuman suplemen di masukkan keranjang dan langsung membayar kasir. Bertepatan dengan itu seorang pria juga mengantre di belakangnya.

Wanita itu bergegas sampai tidak sadar dompetnya terjatuh. Setelah ia pergi pria di belakang tadi menyadari, kemudian bertanya kepada kasir apakah benar dompet yang dipegangnya adalah milik wanita tadi. Kasir memeriksa lalu mengiyakan dan pria itu bergegas keluar setelah membayar. Kepalanya menangkap sosok wanita tadi melewati sebuah gang. Pria itu mengikuti wanita tersebut.

•~•

Hien. Sang wanita dengan mantelnya yang berbulu merah. Di beri anugerah berwajah tirus dengan bulu mata lentik dan bibir merah menggoda. Berleher jenjang dengan porsi tubuh yang semampai. Tak segan banyak kaum adam dan para buaya busuk penuh nafsu yang tergiur dengan kecantikannya. Seperti seorang pria yang kini mengawasi wanita itu dengan mata elang. Memindai buruannya seolah siap ingin memangsa.

Bukannya Hien tidak menyadari. Ia kini berjalan cepat sambil sesekali menoleh kebelakang. Jantungnya berdegup dalam ritme cepat. Napasnya mengepul tebal dengan udara dingin yang hebat. Sepatunya yang sedikit berhak tinggi cukup menyulitkannya untuk berjalan dan itu membuatnya berdecak kesal.

TAK

Hak sepatu kanan Hien lepas. Kejadian tak terduga itu membuat langkahnya tersandung dan berhenti sebentar.

"Ck. Sepatu sialan!" ia mendesis.

Bersamaan dengan itu wajahnya perlahan menghadap ke depan. Perasaanya tidak enak. Benar saja. Tepat saat ia menatap ke depan, seorang berbadan besar berdiri nyalang. Pria itu tersenyum maniak sambil memamerkan lidahnya yang di bubuhi beragam tindik.

Hien gemetar, "a-apa yang kau inginkan?"

"Apa yang ku inginkan sudah disini. Hmm wanita manis." Semakin lebar senyuman pria itu membuat Hien mulai ancang-ancang. Ia perlahan mengarahkan tangan kearah rambutnya yang di gelung menggunakan tusuk konde. Bersiap mencabutnya jika orang di depannya berbuat sesuatu.

"Menyingkirlah!"

Bentakan Hien tidak membuat pria itu takut. Langkahnya semakin maju dan berani. Ia secepat kilat mencengkram bahu Hien yang tertutupi mantel. Memaksa kain itu turun dan memperlihatkan bahu mulus yang bersih.

Hien secara membabi buta mencabut tusuk konde lalu mengarahkannya ke badan pria itu. Benda runcing tersebut melukai tangan kanannya mengakibatkan cengkraman terlepas. Hien tanpa basa-basi akan mulai lari namun baru saja ia berbalik rambutnya di tarik kuat. Ia dijambak kemudian di lempar ke tanah aspal.

PLAK

PLAK

"Kau jalang sialan!! Berani-beraninya!"

Hien sekuat tenaga menutupi kepalanya dari jambakan dan tamparan pria berbadan besar itu. Ia kemudian wajahnya di cengkram. Cengkramannya perlahan turun keler. Pria itu mencekik Hien.

"Khhh to—" cengkramannya semakin kuat. Badan Hien di tabrakan ke dinding. Tubuhnya diangkat ke atas, warna wajahnya semakin memerah dan hampir tidak bisa bernapas.

BUAGH!!

Pria itu ambruk. Pukulan keras mendarat di pipinya. Pipi pria itu sobek. Sambil menyeka darah, ia menghadap nyalang orang yang memukulnya dengan gigi bergemulutuk. Orang itu adalah Shoi.

LovelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang