Senyap.
Hanya kekehan Hien yang akhirnya memecahkan kecanggungan yang timbul beberapa saat lalu. "K-kita tidak memiliki hubungan. Anu, tadi anak bibi menolong saya."
Nyonya Chyou membelalakkan mata," di tolong? Kau di apakan sebelumnya nak?"
Ia menghampiri Hien dan meremat pundaknya. Barulah wanita tua itu mengerti. Tubuh Hien yang lebam dan tempelan hansaplast menjadi tanda bahwa ia mendapat kekerasan sebelumnya. Terutama di bagian leher yang terlihat biru keunguan.
"Astaga. Malang sekali kau nak..." Nyonya Chyou mengelus rambut hitam Hien dengan lembut.
"Duduklah. Aku akan membuatkanmu minuman dan makanan. Aku juga membawa kue. Ayo!" Nyonya Chyou menuntun Hien ke kursi meja makan.
Hien merasa tidak enak. "Ehm tidak usah bibi aku akan masak mie instan saja."
"Tidak! Kamu tidak boleh makan makanan instan seperti itu. Duduk saja! Kau bisa memakan kue buah ini jika sudah terasa lapar. Aku akan membuatkanmu makanan."
Hien memandang Shoi, mencoba mencari solusi. Namun Shoi hanya mengangkat kecil dua pundaknya tanda terserah.
"Sudahh kalian berdua duduklah cepat. Atau kau mau membantuku memasak Shoi?"
"Iyaaa ibuuu." Shoi membalas dengan nada tidak minat.
"Hehehe anakku yang patuh dan menggemaskan." Nyonya Chyou mengusak rambut anaknya gemas. Si empu yang diusak semakin cemberut. Nyonya Chyou tidak memperdulikannya. Ia lalu berjalan ke lemari pendingin dan mengambil beberapa sayuran. Ia akan membuatkan gadis itu Hotpot.
Anak dan ibu itu dengan tenang saling membantu sama lain. Membuat hidangan tanpa suara. Dalam pandangan Hien, Nyonya Chyou terlihat seperti ibu rumah tangga yang murah senyum. Ia selalu tersenyum ketika memasak, apalagi ketika memandang Shoi anaknya. Nyonya Chyou akan menampilkan kekehan geli dan beberapa kali menggoda pemuda itu dengan candaan. Hati Hien merasa tersentuh.
Sudah sangat lama, Hien merindukan perasaaan hangat bersama keluarga. Ia sangat merindukan mendiang ibunya, tidak ada yang lain. Sudah lebih dari empat tahun wanita tua yang mengandung Hien itu pergi. Ibu Hien meninggal karena penyakit kanker otak stadium akhir. Bahkan dengan pengobatan dan operasi, wanita tua itu sudah tidak tertolong. Hien begitu terpukul, Ibunya adalah sosok paling berarti. Ibunya adalah segalanya. Wanita tua itu adalah paket lengkap sosok seorang ayah dan ibu secara bersamaan. Karena ayahnya tidak bisa di andalkan, Hien bahkan tidak sudi memanggil pria bajingan itu ayahnya. Sebab pria tua itu sangat kasar dan selalu menganiaya Hien beserta Ibunya. Pria tua itu juga sering mabuk dan menghamburkan uang. Kadang uang gaji Hien menjadi korbannya.
Setelah pria tua itu terkena kasus narkoba dan judi, ayah Hien pun di penjara. Hien dan ibunya akhirnya terbebas dari dekapan pria tua bajingan itu. Namun, keadaan nampaknya tidak berpihak pada dua wanita ini. Selang beberapa bulan Hien mendapati ibunya sering sakit-sakitan. Ketika semakin parah ia memaksa ibunya untuk memeriksakan ke dokter. Sayang, ternyata penyakit ibu Hien sudah menggerogoti wanita tua itu dengan ganas. Dokter memvonis Ibu Hien memiliki kanker otak stadium 2. Hien pun mengusahakan pengobatan dengan maksimal. Namun sayangnya nyawa Ibunya tidak tertolong. Hasil jerih payah waktu dan uang Hien tidak sanggup menahan nyawa Ibunya. Jadilah ia sekarang menjadi anak yatim piatu seorang diri. Ia tidak memiliki suadara atau sanak keluarga. Keluarga ayah dan ibunya merupakan anak-anak buangan.
Terlalu lama melamun, Hien tidak sadar Nyonya Chyou dan Shoi mulai membawa hidangan yang sudah masak ke meja makan. Wanita tua itu menepuk punggung Hien pelan.
"Kenapa melamun nak? Apa ada yang kau pikirkan?" Tanya wanita tua itu.
Hien terlonjak dan memandang Nyonya Chyou kikuk. "Eh tidak ada bik. Tidak ada apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely
RomanceIni tentang Shoi dan Hien, dua manusia yang memaknai keindahan dari sebuah rasa sakit. Cr: edited by canva