Flosliber

5 0 0
                                    

Saat ini, dua remaja yang baru saja pacaran itu sedang duduk diatas batu besar tepatnya diatas bukit dekat dengan daerah rumah Acer. Jangan tanya berapa kali mereka pergi kesini dalam setahun. Yang jelas, bukit ini sudah menjadi rumah kedua Amor untuk menjamet.

Mereka memandang langit sore. Betapa setia nya senja di sore hari, ia tetap kembali meski tak pernah bertemu dengan sang bulan. Sedikit iri pada sang bulan terutama oleh malam, ia selalu di tunggu oleh sinar jingga dari matahari tenggelam. Meski ia tak datang, nyatanya jingga akan selalu menunggu bulan dan malam setiap hari.

"Langit nya indah yaa," ucap Acer sambil terus memandangi langit

"Lo tau Mor? Langit dan awan ternyata ga sedeket yang selama ini kita pikirin," Amor menolehkan kepalanya kearah Acer, sedikit tertarik dengan perkataan nya kali ini.

"Kenapa?" Tanya Amor.

"Langit lebih suka meluk Bumi ketimbang Awan," ucap Acer sambil menatap kearah Langit.

Amor terhanyut dalam pikiran, mencoba untuk memahami perkataan nya. Sepertinya memang benar bahwa langit tidak menyukai Awan.

"Mor, gue suka banget sama senja. cantik." Ucapnya sambil terus menatap langit

Amor menolehkan kepala ke arahnya, "Kenapa lo suka banget sama senja?"

dia memutuskan matanya pada langit lalu menatap kekasihnya itu. Ia tersenyum lembut, matanya teduh dan sangat menenangkan. apapun yang kecil menjadi sangat besar didalam matanya. surga mungkin kalah tenang.

Amor mencabut bunga Dandelion kesukaannya, Dandelion yang dapat wanita itu jangkau dari atas batu. mencoba menghindari tatapan teduh milik Aver yang membuat dadannya berdebar tak karuan. Ia tak boleh jatuh cinta lewat mata.

"Gue suka rasanya, ini menenangkan Mor. Langit itu obat buat gue. gue bisa dengan bebas ngeluh ke langit tanpa takut merasa rendah,"

"Mor, apa yang ngebuat lo suka banget sama Dandelion?" tanya nya

Amor meniup bunga itu sampai terbang satu persatu. Lalu memetik satu bunga lagi dan memberikannya kepada Acer.

"Lo liat? mereka terbang"

Dia mengernyitkan dahinya bingung, apa maksudnya?
"Maksud lo?"

Amor menghela nafas lelah "Bego lo! gue mau kaya gitu. terbang. gue mau jadi dandelion, dia bisa bebas tumbuh dimana aja dan terbang kemana aja," jelas wanita itu,


"Gue mau kaya Dandelion Cer, bebas. Ga ada yang bisa ngehalangin jalan Dandelion. Cuma paling kepentok-pentok doang karena angin nya kenceng." lanjut Amor

Acer yang mendengar itu langsung paham dengan penuturan Amor barusan, dia ikut meniup Bunga Dandelion pemberian Amor tadi, melihat kepingan Dandelion itu terbang. Benar, Acer setuju dengan apa yang dikatakan Amor tadi, Dandelion memang sebebas itu, akan sangat menyenangkan hidup dengan kebebasan tanpa takut arah dan tujuan.

Akan sangat menenangkan hidup sebagai Dandelion yang tidak khawatir dengan arah dan tujuan hidup.

Acer menatap Amor yang berada tepat disampingnya, Mengusap kepala Amor pelan. Acer bahagia mengingat ini adalah hari mereka pacaran, senang sekali mengingat bahwa gadis disampingnya ini sudah bukan menjadi Adik nya saja. Amor sudah menjadi milik nya.

Amor menyandarkan kepalanya nya ke pundak Acer, terasa nyaman dan lega. Ini yang Amor mau, hidup tanpa ketakutan, meskipun ada rasa sedikit takut kalau Acer akan menghilang, tapi saat ini Amor tidak ingin memikirkan itu, yang dia tau sekarang hanya Acer ada disampingnya, bersedia menjadi bagian dari cerita hidupnya.

LAKUNA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang