Bab 1

794 74 9
                                    

Entah sudah untuk kali keberapa, ia melihat kearah benda merk terkenal yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Oke, waktunya habis." gumamnya pelan.

Gegas, lelaki bertubuh tinggi dan berbadan atletis itu beranjak dari duduknya, tak lupa di sahutnya benda berharga bagi sejuta umat, dan kunci mobil sportnya yang digeletakkan asal diatas meja restoran itu.

Kaca mata hitam pun telah bertengker di bagian atas hidung mancungnya, membuat penampilan fisiknya terlihat semakin sempurna dengan balutan jaket kulit berwarna hitam, yang senada dengan kaos di dalamnya.  tak lupa celana denim klasik dan sepatu bot berwarna kecoklatan sebagai pelengkap penampilannya senja itu.

Baru satu langkah saja ia hendak meninggalkan meja yang ditempatinya tadi, tiba tiba saja ia merasakan tubuhnya bersinggungan dengan seseorang, hingga membuatnya terpaksa menghentikan langkah kakinya.

"Kalau jalan pakai mata," ucapnya ketus.

"Ma ... maaf, saya buru buru, maaf pak," pinta wanita yang menabrak itu sembari membungkukkan badannya berkali kali, rambut panjangnya yang lurus berjatuhan ke depan menutupi sebagian wajahnya.

Tak mendapat reaksi, wanita itu segera menegakkan posisi badannya, lalu menatap laki laki didepannya dengan seksama.

"Pak Al? saya Andin Pak, kita sudah janjiankan kan bertemu disini, Maaf pak ... saya terlambat," ucap Andin sopan, kali ini hanya menundukkan kepalanya sebagian, tanda permintaan maafnya, perasaan bersalah telah membuatnya merasa terbebani.

Mata adalah jendela dunia, sebab ia memancarkan perasaan yang terkadang di sembunyikan oleh lisan, sebuah ungkapan yang lelaki itu yakini kebenarannya, untuk itu sepintas ia mulai menatap paras ayu nan cantik gadis di hadapannya.

Dan pada saat mata mereka saling bertemu, dengan cepat Al memalingkan wajahnya, raut wajahnya yang datar tak dapat menyiratkan apapun.

"Sudah datangnya telat, nabrak lagi. buang buang waktu saya saja kamu ini," tuduh lelaki berdemage itu tanpa mngetahui alasan sebenarnya.

"Saya memang salah pak, tapi ... tapi---."

"Sudahlah, kita batalkan saja pertemuan ini, permisi," pamit Al kesal, hendak berlalu meninggalkan gadis itu.

"Lho kok mau pergi, kita nggak jadi ngobrolnya Pak? Gimana dengan penawarannya?"

"Saya nggak punya waktu buat kamu."

Lelaki tampan itu pun berlalu meninggalkan Andin, yang mematung di tempatnya. Ketus ucapannya, membuat wanita berparas cantik itu nyaris saja putus asa.

"Salah aku juga kesorean mengurus Papa," gumam Andin tertuduk sedih.

Huftt, Andin membuang nafasnya kasar, lalu membalikkan badannya hendak berjalan keluar dari restoran donat dan kopi dari brand yang cukup terkenal di negara ini .

"Duduk!"

Andin terkejut, menegakkan kepalanya.

"Duduk kata saya, ngerti nggak?" lelaki itu menatap Andin dengan pandangan tak suka.

"Ehm, i ... iya Pak Al."

Segera, Andin membalikkan badannya lagi, lalu memilih tempat duduk yang memang hanya di peruntukkan untuk dua orang saja.

Al dan Andin duduk saling berhadapan saat ini, hanya dipisahkan oleh sebuah meja berbentuk bulat.

"Nih orang kok balik lagi sih, bukannya tadi sudah pergi ya dia, katanya nggak punya waktu lagi, eh sekarang kok malah balik lagi, dasar cowok aneh, ternyata butuh aku juga kan," batin Andin memicingkan matanya.

Mrs and Mr Al Fahri Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang