1. Tekad

87 20 0
                                    

Napasnya sudah mulai terasa sesak. Di dalam kegelapan yang semakin menarik kuat tubuhnya, ia bisa melihat gelembung-gelembung kecil bertaburan di latar yang biru.

Ah, aku tenggelam.

Lenyap sudah, impiannya yang menginginkan kehidupan damai. Dalam keadaan dapat merasakan dengan jelas sensasi menusuk dari air yang mulai membeku, ia mau tidak mau harus menerima kenyataan buruk akan takdirnya yang malang.

Dasar, Bajingan.

Padahal ia hanya ingin kedamaian di kesempatan keduanya ini, tapi melihat seberapa sial nasibnya sekarang, sepertinya mimpi itu sangat mustahil untuk didapatkan.

Terlahir kembali sebagai seorang tokoh utama dalam novel, memang menyenangkan. Namun, untuk cerita di mana dirinya berakhir menjadi boneka hidup di akhir cerita satu ini ... ia tidak bisa merasa senang.

Lagi-lagi, aku harus mati di tempat yang ada airnya, ya?

Seandainya saat ini ia memiliki kendali penuh atas tubuhnya, tentu ia akan memukul kepala laki-laki yang sudah berani membuatnya tenggelam ini.

Kalau aku masih bertahan hidup ....

Ketika nyawanya hampir melayang ini, ia mulai meragukan ramalan yang mengikat mereka. Tidak peduli seberapa keras ia berpikir, bagaimana bisa, Dewi membuatnya terikat dengan laki-laki gila satu itu?

Aku akan memutuskan pertunangan kami.

Dalam pandangannya yang mulai menggelap, ia membulatkan tekad. Demi kewarasannya, tidak peduli seberapa sulit menentang ikatan yang sudah digoreskan untuknya, ia tidak akan pasrah begitu saja tanpa berusaha.

"Dahlia!"

Siapa ... itu?

Mendapatkan halusinasi dari sosok yang terasa familier di detik terakhir ini, ia pikir lumayan kejam. Tidak peduli seberapa besar perasaan yang pernah tersimpan di dalam hati, ia tidak ingin memegang harapan yang mustahil.

Rambut itu, maupun mata itu. Biarlah, itu menjadi kenangan indah terakhir miliknya. Di kehidupan baru ini ... ia tidak ingin mengingat kembali kenangan indah tapi berakhir menyakitkan itu.

¤▪︎¤▪︎¤▪︎¤▪︎¤▪︎¤

Kegaduhan samar di sekitar dan genggaman yang mulai terasa di tangan, mengingatkannya akan satu kenyataan pahit lain saat kesadaran mulai berkumpul kembali.

Berbanding terbalik dari keinginannya yang berharap kenangan buruk meninggalkan orang terkasih itu hanya mimpi .... Dalam kehidupan baru ini, sekarang semuanya tidak lebih dari masa lalu yang harus dilupakan.

"Ayah ...."

Ia mencoba menyadarkan pria paruh baya berwajah awet muda itu dengan suara seraknya. Ketika penglihatannya mulai membaik, ia dapat melihat dengan jelas raut cemas terlukis di wajah pria yang sudah membesarkannya itu.

"Dalia!"

Pelukan erat yang ayahnya berikan sebagai bentuk rasa syukur, Dalia balas dengan senyum lemah. Secara perlahan kini juga mulai bisa mendengar dengan jelas keributan di sekitarnya, Dalia menyadari, di kamar mewah berwarna abu-abu muda itu, tidak hanya ada sang Ayah dan dirinya saja.

"Nona, bagaimana perasaan Anda? Apakah kepala Anda masih pusing?"

Pertanyaan dari pelayan pribadinya itu, tidak langsung Dalia jawab. Memperhatikan ekspresi cemas yang juga terlukis di wajah perempuan berambut pendek itu, Dalia baru mengangguk saat sudah teringat penyebab mengapa ia bisa terbaring lemah di kasurnya saat ini.

Hate scenarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang