Serial 1 : Pergi Ke Arab

0 1 0
                                    

#NAD_30HM2023
#Hari_Ke_1
#NomerAbsen_083

----------------------------------

Di sebuah kampung Cirambai (bukan nama sebenarnya) yang bertepatan di kota Bandung. Tempat masih asri, dengan hamparan sawah yang terbentang luas. Pohon-pohon di sepanjang jalan berdiri kokoh. Sehingga tertiup oleh angin yang sejuk.

Terlihat anak kembar berusia sekitar lima tahun sedang bermain di halaman. Berlari-larian kian kemari mengikuti arah angin. Lalu keduanya menikmati keseruan dedaunan yang berguguran. Dan melihat pohon rambutan yang lebat buahnya.

"Bapak ... Bapak!" keduanya berseru memanggil yang sedang ngopi di teras.

"Ada apa, Cikal, Bungsu!"

"Mau rambutan tuh lihat buahnya banyak yang merah-merah," seru Cikal.

"Aku pun mau!"

"Sini Cikal aja yang naik. Aku kan anak lelaki pemberani."

"Terus Bungsu ambil di bawah ya!"

"Jangan ah, kamu masih kecil untuk manjat. Kalau terluka Bapak juga yang repot. Lagian pohon ini banyak semutnya," jelas Bapak.

"Ih, semut! Nanti gatal di garuk-garuk merah tangannya," celetuk Bungsu.

"Bapak juga jangan manjat. Nanti ada semut bisa gatal."

"Ya jadi gimana? Ngga jadi."

Bapak memperhatikan sekitar pohon. Rambutannya dangkal tidak terlalu jauh. Ia akan mengambil 'gantar' alat pemetik buah dari bambu ke gudang.

"Yeah! Ide yang bagus," ucap Cikal dan Bungsu bersamaan sangat bergembira.

Saat buah rambutannya berjatuhan si kembar bersorak ria sambil berlari kesana kemari. Tiba-tiba Bungsu tertimpuk kepalanya oleh rambutan dan mengaduh. Lalu beberapa semut menempel di rambutnya yang pendek. Ia bergegas mengusap dengan tangannya sebelum digigit sampai merah. Pernah suatu kejadian, Cikal dan Bungsu digigit semut, tapi terus menerus digaruk sampai merah dan ada luka sampai membekas.

"Ambil wadah lalu ambil rambutannya. Sambil diketuk-ketuk supaya semutnya keluar," pinta Bapak.

"Wah, MasyaAllah rezeki nomplok untuk bekal haji ya, Pak." Ucap Mamah sambil melihat rambutan di dalam wadah. "Kita bekalin untuk pergi ke Mekkah, Pak. Cuaca di sana kan pasti panas. Sediain minuman es rambutan pasti seger."

"Minuman es rambutan? Cikal mau, Mah."

"Aku pun, Mah. Bungsu mau banyak-banyak di es kan."

"Ngga akan bikin di sini nanti ini mah buat di Arab."

"Mamah lupa ya, info dari petugas travel-nya. Kagak boleh bawa makanan dalam koper apalagi dibawa ke kabin. Nanti bakalan diperiksa, malah disita jadi rezeki petugasnya."

"Iya, iya, Pak. Mamah lupa lagian tiap kali jalan-jalan selalu bawa bekal dari rumah. Supaya irit uang jajan. Kayak bulan kemarin pergi ke kebun binatang kan kagak pada jajan. Mamah nyediain bekal banyak."
"Mamah bohong, Pak. Cikal di sana mau jajan, tapi Mamah ngancam kalau jajan bakalan ditinggalin. Dan harus serumah sama monyet."

"Iya, Bungsu juga mau beli balon satu aja ngga boleh."

"Maafin Mamah ya sayang. Waktu itu memang Mamah ngga punya duit hanya cukup buat ongkos. Soalnya Bapak ngga ngasih duit."

"Besok kagak usah bawa makanan dari rumah. Kita jajan aja sekalian bawa oleh-oleh banyak dari Arab buat ngasih ke tetangga," ucap Bapak ketika selesai memetik rambutan lalu mencicipinya.

"Dih, punya duit banyak dari mana, Pak! Di sana pasti mahal. Buat tetangga mah beli kurma di Pasar Baru aja kan sama," jawab Mamah.

"Tenang aja kalau duit buat ibadah mah ada. Kita usahain dulu supaya tetangga pada ikut senang."

"Mamah, bikinin es rambutan dong!" pinta Cikal dan Bungsu.

Mamah kembali ke dapur untuk mengolah rambutan menjadi minuman. Cara pembuatannya cukup mudah dengan membuang bijinya. Lalu ditambahkan dengan larutan gula, air dingin dan es. Supaya lebih segar menggunakan perasan lemon. Pastinya enak diminum saat musim kemarau.

***

Tetangga berbondong-bondong menghadiri acara pengantaran calon jemaah haji sekalian memanjatkan doa. Sebagai bentuk keselamatan sampai tanah suci. Mamah dan Bapak berpamitan pada Nini, Cikal dan Bungsu, dan anak tertua mereka Teh Cantika.

"Mah, mending berangkatnya tahun depan aja ya!" ucap Teh Cantika panggilannya Teh Tika sambil berpelukan.

"Jangan sedih gitu dong. Mamah sama Bapak ga lama paling dua minggu. Teteh jagain Nini sama adik-adik ya."

"Tapi Mah, perasaan Teteh kagak enak hati. Mending tahun depan ya!"

"InsyaAllah, Bapak sama Mamah baik-baik dan akan jaga diri. Do'ain aja ya, Teh," ucap Bapak menenangkan putrinya.

Mobil jemputan telah tiba. Bapak dan Mamah akan pergi ke bandara membersamai rombongannya. Nini, Cikal dan Bungsu bersama tetangga yang lain melambaikan tangan. Teh Tika masih saja bersedih dengan deraian air mata.

"Teh Tika malah cengeng, uh!" ejek adik-adiknya.

"Emang ngga ada ikatan batin gitu sama Bapak Mamah?"

"Ikatan batin tuh apa? Lagian Bapak Mamah kan mau ibadah. Kayak ditinggal kemana aja," ujar Cikal.

Teh Tika menangis sampai menjadi. Sehingga Nini heran melihatnya. "Tolong beresin ini dulu, jangan nangis terus. Nanti matanya kayak panda."

"Nini, Teteh tadi pagi lihat berita jatuhnya pesawat ke danau. Para penumpangnya tewas. Teteh ada rasa ngga enak, lagian Bapak dan Mamah kan tidak bisa berenang. Kalau meninggal gimana?"

"Sut, jangan berprasangka buruk. InsyaAllah selamat lancar ibadahnya."

"Tapi, Ni. Teman Teteh juga orang tuanya meninggal karena naik pesawat."

Teh Tika diacuhkan oleh Nini. Ia berbenah ruang tamu sebelum kena omelan. Sore harinya, ia menonton berita lagi-lagi dapat kejadian jatuhnya pesawat.

"Nini!" teriak Teh Tika.

"Jangan teriak gitu kayak di dalam gua aja."

"Tuh lihat beritanya benar kan?"

Tiba-tiba dapat telepon dari nomor yang tidak dikenal. 'Halo, kami dari petugas bandara Husein Sastranegara. Kami mengabarkan bahwa terjadi kecelakaan yang mengangkut jamaah haji.'

"Innalillahi!" ucap Nini mendadak lemah lunglai.

"Tuh kan bener, ikatan batin seorang anak mah ngga pernah salah."

Cikal & BungsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang