Serial 6 : Pilihan Cita-Cita

0 0 0
                                    

#NAD_30HM2023
#Hari_Ke_6
#NomerAbsen_083

--------------------------------------

Cikal dan Bungsu beserta teman-temannya sedang bermain di lapangan. Mereka melihat warga pada heboh kocar-kacir ke depan. Sesekali terdengar, “Kecelakaan.. Woy, kecelakaan!”

“Ya Allah, siapa yang kecelakaan?” tanya Cikal heran.

“Ke sana yuk!” pinta Ujang.

Anak-anak itu saking penasarannya, ikut pergi melihat. Dan semua permainan diberhentikan. Berlari ke tempat tujuan. Di sana juga sudah ada Teh Tika dan Nini yang lebih awal ke lokasi.

“Siapa yang kecelakaan, Teh?” tanya Cikal.

“Anak bandel.”

“Kok Teteh bilang gitu sama anak-anak. Seharusnya Teteh sadar kalau semua anak itu baik. Kaya adik-adik kembar Teteh kan!”

“Ih, itu perhatiin sana ada yang meninggal. Pelakunya anak bandel. Memang mereka itu nakal ya, Ni. Tak nurut apa sama orang tuanya. Bener-bener tak punya etika, adab kepribadian yang baik. Punya motor cuman bisa seneng-senengnya tak patuh aturan,” gerutu Teh Tika merasa jengkel dengan melihat keadaan.

“Sudah lah, jangan terlalu bawa perasaan. Kita doakan saja yang terbaik dari peristiwa ini.”

“Mana Teteh anak bandelnya, Bungsu mau ngelihat,” ujarnya sambil menjinjitkan kaki berulang beberapa kali.

Anak-anak melihat dengan posisi terbelakang. Ya, pasti tidak akan kelihatan. Dengan antusias mereka untuk maju ke depan. Pelan-pelan menyelinap pada banyak orang di depannya. Berada barisan paling depan dan dihalangi oleh pembatas polisi. Ujang, Ipul, Cikal dan Bungsu beraninya melihat sejajar dengan polisi.

“Adik-adik pada mundur ya. Kalian tidak boleh melewati batasan ini,” ucap Pak Polisi yang bertugas di depannya.

“Polisi kok gitu, ingin lihat dekat aja kagak boleh,” ucap Ipul merasa kesal dan melipir lebih awal. “Padahal aku sudah besar cita-citanya mau jadi polisi. Kalau polisinya galak gini, aku ngga jadi. Pengen jadi tentara.”

“Ipul, kalau polisi tidak galak. Bisa kalah sama penjahat. Nanti bisa jadi penjahatnya nembak polisi,” timpal Ujang dan teman-teman yang lainnya pada tertawa.

“Kata Teh Tika, kalau sudah berhasil gapai cita-cita yang diinginkan. Berarti sudah melakukan pekerjaan terus dapat duit. Pak polisi tadi sedang menjalankan tugasnya.”

“Oh gitu, ya udah deh aku mau cita-citanya jadi polisi. Do’ain yang teman-teman,” ucap Ipul sambil menyeringai. “Cikal, Bungsu, Ujang. Kalian cita-citanya apa sekalian aku balik doain.”

“Ih, ngeri ada darah yang mengalir ke tanah,” celetuk Ice sambil mual tak kuat melihatnya. Ice pun membelakangi lokasi kejadian.

“Katanya mau jadi dokter. Lihat darah aja sudah KO apalagi lihat darah yang disedot suntikan. Auto pingsan duluan,” jawab Neneng dan semua teman-temannya menertawainya.

“Kata siapa mau jadi dokter. Ice mah mau jadi guru.”

“Ih, pengen samaan aja.”

Polisi yang didampingi petugas rumah sakit sedang mengecek korban dengan membuka bungkusannya. Lalu dipindahkan pada brangkar untuk dibawa ke ambulan. Darah cukup banyak mengalir, otomatis korban tidak sadarkan diri. Kemudian, Pak Polisi menggariskan kapur ke aspal sebagai tanda. Anak-anak itu hanya memperhatikan tugasnya.

“Ngapain tuh Pak Polisinya?” tanya Ipul.

“Lagi menggambar,” jawab Ujang.

“Gambar kok di aspal. Emang ngga ada kertas gitu.”

“Sssttt!”

Cikal dan Bungsu memberhentikan debatan Ipul dan Ujang. Lalu mereka tertuju arah ke lokasi. Tiba-tiba ada dua orang yang minta izin ke polisi untuk masuk pada batasannya. Satu orang membawa kamera dan mengarahkannya pada temannya. Satu lagi membawa mik. Lalu berbicara di tengah-tengah lokasi kejadian.

“Baik, selamat siang Frida di studio dan kepada pemirsa. Saat ini saya sedang berada di lokasi jalan raya kampung Cirambai. Menginformasikan seorang anak yang berseragam SMA kecelakaan, akibat melawan arus. Dan menabrak pengendara lain dari arah berlawanan. Jalanan memang sangat ramai. Menurut penuturan warga, anak tersebut ugal-ugalan tanpa menggunakan helm dan berboncengan lebih dari dua. Korban tewas dan pelaku kabur saat kecelakaan. Segitu informasi yang saya sampaikan, dan lanjutkan dari studio,” papar seorang reporter dari studio TV ternama.

“Teh Tika kok dua orang itu boleh lewati batasan itu. Kenapa anak kecil selalu dilarang?” tanya Cikal.

“Anak kecil memang selalu diatur. Kalau sudah gede boleh ngatur. Pasti gitu deh jawabannya,” ucap Bungsu sambil meledek ocehan Teh Tika sebagai balas dendam. Dan ditertawai oleh semua orang.

“Mereka itu reporter yang tugasnya membicarakan berita yang terjadi. Supaya seluruh Indonesia tahu kalau ada peristiwa di sini gitu. Teteh suka nonton berita, masa kagak tahu kalau mereka itu lagi apa.”

“Oh, bisa masuk TV dong!”

“Cikal besar nanti mau cita-citanya jadi reporter ah. Pasti keren.”

“Bungsu juga mau ya, yang pegang kameranya.”

Ipul meledek, “Pegang kamera mana bisa masuk TV. Kalau yang ngomong pasti masuk TV.”

“Ya sudah, Bungsu ingin berdua sama Cikal yang ngomongin beritanya.”

“Memilih cita-cita untuk masa depan memang diperbolehkan. Boleh jadi apa aja dari dokter, guru, polisi apalagi jadi reporter itu bagus. Nah, tugas kalian sekarang hanya belajar dengan giat dan bersungguh-sungguh,” ucap Nini memberi nasihat.

“Yang penting kalian semua jangan jadi anak yang bandel,” timpal Teh Tika.

Cikal & BungsuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang