Part 1 || Tiga Pangeran.

0 0 0
                                    

"Namanya juga manusia, pasti diselimuti masalah. Kalo mau diselimuti wijen mending jadi onde onde."
-Athanza


Lampu-lampu mulai menyala, menggantikan baskara yang menghilang oleh waktu. Angin yang terasa lebih dingin tak membuat seorang pria mengalihkan pandangnya pada sebuah laptop putih bermerk terkenal di hadapannya.

Qaireen terus saja mendesaknya, membuat Athanza bahkan tak bisa berkedip dengan tenang. Lagi pula, ia tak sepenuhnya bersalah sebab hal ini terjadi karena kecerobohan Qaireen juga, iyakan?

Athanza menyeruput kopinya, ia terkekeh ketika bayangan kopi hitam itu melintasi ingatannya. Nostalgia mulai memenuhi pikirannya, dimana dulu Qaireen selalu melarangnya untuk minum kopi, dan digantikan oleh susu sapi.

Mungkin sebab itulah dirinya sekarang sangat tinggi.

Jika dulu sedekat itu, kenapa sekarang bermusuhan? Athanza pun tak tahu jawabannya. Semua terjadi begitu cepat. Singkatnya, Qaireen memutusinya begitu saja, membuat pria itu bertanya-tanya akan kesalahannya.

Jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam, dering telepon membuyarkan lamunan pria itu. Dengan santai, Athanza menekan tombol hijau disana.

"Jenggala, belum tidur?"

"Belum, bun. Bunda sama Ciwa gimana disana?"

"Tadi Ciwa udah siuman, operasinya ditunda besok," ujar Jema, selaku ibu Athanza dan Ciwa.

Memiliki adik yang menderita Leukimia membuat Athanza sering tinggal sendirian di rumah besar ini. Ciwa Graveeza- sang adik selalu pergi ke luar negri bersama ayah dan bundanya untuk menjalani pengobatan.

Sedangkan dirinya selalu tak dapat ikut karena urusan sekolah. Lagipula, Athanza lebih memilih untuk mengusik hidup Qaireen ketimbang harus pindah sekolah sesuai rumah sakit Ciwa.

"Kak Jenggala tenang aja, Ciwa baik-baik aja, kok."

Athanza tersenyum, "Ciwa jangan nakal, ya. Kak Jenggala mau ngerjain PR dulu."

°°°

Raden Nicala, pria berusia delapan belas tahun itu kini tengah sibuk dengan seekor tikus putih yang terbaring lemah dengan robekan di perutnya.

Ralat, jiwa tikus itu bahkan telah meninggalkan raganya.

Nicala mengambil kantong keresek, lalu memasukkan makhluk kecil itu kedalamnya, menandakan bahwa tugasnya telah selesai.

"Serius? Cuma karna cewe, lo rela lepasin katak yang udah susah lo tangkep dari minggu lalu?" ujar seorang gadis dari belakang.

Nicala berdecak, "iya lagi," gumamnya menyesal.

"Menurut informasi yang gue dapet, dia anak IPA ruang ketiga dari lab komputer," gadis itu terkekeh, "dia anak kecil, Nicala."

"Terus kenapa? Dia lucu," balasnya mengundang tawa dari gadis yang bername tag Azelra Kina itu.

"Dia yang bakal jadi saingan lo buat wakilin sekolah di olimpade MTK," ujarnya, "selera lo bagus, good luck!"

Nicala menatap Azelra yang berjalan meninggalkannya. Pria berkacamata itu tersenyum lalu ikut meninggalkan laboratorium Sains.

"Keren."

°°°

"Qai!"

Agariel menghampiri gadis itu, "nanti bisa pulang bareng?"

"Sorry, tapi gue ada acara."

"Soal malem itu, gue minta maaf!"

Qaireen berdecak sebal, "ga bisa! Gara-gara lo, proyek gue batal!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang