Beginning

12 8 3
                                    

Bismillah...

Sebuah awal yang bukan akhir.

Bel pulang sekolah sebenarnya sudah berbunyi sejak satu jam lalu. Tapi beberapa murid masih ada yang berada di sekolah karena hari ini adalah hari rabu atau hari ekstrakurikuler kebanyakan siswa menyebutnya. Ekstrakurikuler biasanya dilaksanakan 15 menit setelah proses KBM dan berakhir paling lama 2 jam kemudian. Ini menjadi salah satu alasan kenapa banyak siswa yang membolos. 2 jam adalah waktu yang lama. Dan itu pasti sangat membosankan bagi mereka. Tak terkecuali bagi seorang siswi berambut sepunggung itu. Dia bahkan sudah berkali-kali menguap dan berakhir meletakkan kepalanya di atas meja.

“Ara? Kamu sakit?” tanya seseorang di depan sana yang merupakan seorang pelatih tenis lapangan. Ya, ini adalah ekstrakurikuler tenis lapangan. Kenapa mereka berkumpul di dalam ruangan dan bukan di lapangan? Karena katanya hari ini hanya akan membahas seputar pertandingan yang akan diadakan sebentar lagi. Dan katanya pertemuan ini tidak akan lama. Hell, ini bahkan sudah satu jam lebih.

“Ara?” panggilnya lagi karena tidak mendapat sahutan di panggilan sebelumnya.

Ara, Arabella Navisha. Siswi yang tengah tertidur itu lantas di tepuk bahunya oleh teman sebangkunya. Dia menoleh dan mendapati beberapa mata menatapnya.

“Apa?” tanyanya bingung.

“Dipanggil Kak Satya.”

“Maaf Kak, ketiduran.” Ucapnya pada sang pelatih.

“Kamu lagi sakit ya?”

“Engg..”

“Kalau sakit pulang aja ngga papa. Nanti kalau ada yang ngga ngerti bisa kamu tanyakan sama saya di whatsapp.” Potong sang pelatih sebelum Ara menjawab.

“Boleh?” tanyanya tak yakin.

Sebenarnya dia sama sekali tidak sakit. Hanya bosan dan berakhir mengantuk. Kemudian sebuah tawaran pulang melambai di depannya. Kenapa harus disia-siakan? Gas lah..

•••

“Ngga usah bohong lo. Gue tau duit lo masih kan? Bagi sini!” gertak seorang siswa pada siswa lain. Rupanya dia mencoba memalak seorang adik kelas yang tengah menunggu jemputan di dekat gerbang sekolah.

“Ngga ada, gue ngga bohong.” Jawabnya sembari menunduk takut.

“Lo mau vidio lo dulu mabok gue kirim ke bokap lo?” ancamnya lagi yang semakin membuat sang adik kelas ketakutan.

“Jangan..”

“Makanya bagi duit lo!” gertak perundung lain sambil sesekali memukul kepalanya.

“Ngga ada, serius...”

“Ekhem.. Apaan nih?” suara seorang siswi berhasil membuat para perundung berhenti dan menoleh padanya.

Ketua perundung mendekati siswi itu sembari tersenyum miring. Merasa tampan mungkin dengan senyuman itu.

“Araa..” sang perundung mengulurkan tangannya hendak mengelus pipi Ara tapi kemudian segera ditepis.

“Ngapain lo?!” Ara bertanya dengan garang yang sebenarnya untuk menyembunyikan rasa takutnya.

“Hey, santai. Ini bahkan bukan urusan kamu sayang,” dia mencoba menggoda lagi.

“Jelas ini urusan gue. Lo ganggu dia berarti lo cari masalah sama gue.” Ara berkata tegas.

“Masalah apa?”

“Yang lo ganggu itu, pacar gue.”

Korban perundungan menoleh kaget. Pacar? Sejak kapan?

“Oh wow, ini berita yang cukup mengejutkan sayang. Tapi maaf, aku ngga percaya. Karena aku yakin hati kamu masih buat aku.” Ucapnya dengan percaya diri. Jika kalian bertanya siapa dia, dia adalah Rio-mantan kekasih Ara saat kelas 10.

Rio lagi-lagi mencoba untuk menyentuh Ara. Sejujurnya Ara takut. Tapi dia yakin seseorang pasti akan datang untuk menolo-

Srraakk!

Seseorang menarik kerah Rio dari arah belakang yang membuat Rio kewalahan dan berakhir jatuh terduduk.

Bugh!

Satu pukulan mendarat di pipinya saat dia baru mencoba untuk bangun.

“Belum puas lo gue bikin masuk rumah sakit?!”

“L-lo?!” Rio tampak kaget dengan kehadiran orang itu.

“Pergi! Gue ngga mau lihat muka lo lagi di depan gue.” Tegasnya, yang membuat Rio dan antek-anteknya pergi meninggalkan mereka.

“Lo ngapain lagi sih Ra berurusan sama dia? Udah tau dia brengsek. Terus ini siapa? Pacar baru lo? Sejak kapan? Kok gue ngga tau?” tanyanya berentet sambil melihat manusia asing di sebelah sahabatnya itu.

“Bisa ngga tanya satu per satu? Gue bingung jawab yang mana dulu.”

“Pacar lo?” tanyanya lagi sambil menunjuk si manusia asing.

“Bukan. Dia temen sekelas gue.”

“Terus urusannya sama si brengsek tadi apaan?”

“Dia diganggu sama Rio dan temen-temennya.”

“Terus?”

“Ya gue tolongin.”

“Sok berani lo.” Ejeknya, lalu menoyor kepala Ara ringan.

“Yaudah ayo pulang.” Dia menarik tangan Ara tapi yang ditarik tidak bergerak sama sekali.

“Apa lagi?”

“Dia ikut kita ya?”

Melihat teman sekelas Ara, kemudian menjawab-

“Terserah lo.” Jawabnya akhirnya sambil berjalan mendahului.

“Serius?! Davi makasih. Tumben hari ini lo baik.” Puji Ara, lalu dia menarik teman sekelasnya itu.

“Kasihan aja. Soalnya muka dia udah melas gitu.”

“Davi! Ngga boleh gitu.”

Davi, Davi Kaivan lengkapnya. Satu-satunya sahabat yang Ara miliki saat ini. Dan mungkin, dia juga menjadi satu-satunya orang yang peduli dengan Ara.

Davi bukan tiba-tiba berada di sana untuk membantunya. Tadi sebelum Ara menolong teman sekelasnya, dia meminta Davi untuk menjemput. Ya, Davi memang tidak mengikuti ekstrakurikuler hari ini. Dia lebih memilih nongkrong dengan kakak-kakak kelasnya di belakang gedung sekolah ini.

***

Dah, segitu aja dulu.
Kalau suka silahkan divote..

Biru Yang LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang