.
.
.Jalanan industri memang sedang sepi-sepi nya pukul 10, seperti sekarang ini. Hampir tidak ada kendaraan terlebih motor yang berlalu lalang, ya kecuali mobil kotak di seberang sana. Yang kotak itu badannya, kepala nya seperti mobil lainnya kok.
Seorang gadis dengan kemeja putih, celana hitam, flat shoes, serta totebag berisi amplop coklat. Dan satu lagi, ia juga mengenakan outer rajut berwarna biru tua. Dengan air muka yang sedikit sedih disertai helaan napas pelan yang berulang, ia sedang menahan tangisnya.
Untung saja sinar matahari terhalang oleh pohon-pohon di pinggiran jalan. Sayang sekali tidak ada warung padahal gadisitu sedang haus-haus nya. Ia mengeluarkan ponselnya, lalu memesan ojek online. Awalnya berniat pulang, tapi ia ingin sedikit menghibur diri dengan sebuah perjalanan.
"Teh Anggi ya?"
"Iya a." Balas Anggi pada driver ojek online yang baru saja tiba di hadapannya.
"Stasiun Bandung ya teh." Ujar driver itu saat Anggi telah menaiki motornya.
"Iya a."
Selama perjalanan, driver tersebut cukup banyak memulai obrolan seperti; "teteh nya emang dari mana?" "tetehnya mau ngelamar kerja?" "emang susah teh kalo nyari kerja di sekitaran situ mah" "saya juga bukan asli sini teh" lalu yang terakhir, "saya ada info loker teh cuman sungkan buat bilang, soalnya tempatnya di Bandung."
Anggi yang mendengar penuturan sang driver pun langsung bersemangat. "Serius a?" tanya nya.
"Iya teh, saya ada foto nya, saya aja ya."
"Eh iya a Syauqi ya a? biar saya save nomornya."
"Boleh teh." Balas Syauqi. "Di baca aja dulu teh keterangan sama ketentuan loker nya." Lanjutnya.
Anggi fokus membaca, ternyata tinggal mengisi link atau lebih baik datang langsung dan membawa surat lamaran.
"A tau tempatnya?" Tanya Anggi.
"Tau. Saya sering ke sana. Kenapa?"
"Biasanya mulai buka jam berapa ya?"
"Hari biasa buka nya dari jam 2 siang, jum'at buka jam setengah 1 siang, kalo weekend bisa dari jam 5 pagi sampe jam 9 malem." Jelas Syauqi dengan mata terus menatap ke depan sampai-sampai tidak sadar bahwa Anggi memandangi wajahnya dari spion selagi mendengarkan.
Anggi tersenyum "ganteng juga," ujar Anggi tanpa sadar.
"Apa barusan?" Syauqi melirik Anggi lewat spion, Anggi yang kepergok sedang curi pandang sambil senyum-senyum pun langsung mencari-cari hal lain untuk di lihat, sekarang ia malu.
"Teh?"
"Hah? Apa?" Linglung Anggi.
Syauqi sedikit tertawa, yang sangat amat asjwnnakjydksk untuk Anggi dengar.
"Barusan bilang apa? Ga kedengeran."
"Hah?"
Syauqi tersenyum.
"Eh iya a kalo boleh, abis nyampe stasiun saya pesen lagi buat anter ke temoat warkopnya gimana?"
"Boleh. Mau ngelamar sekarang teh? Udah mau jam 11, biasanya tutup dulu dari jam setengah dua belas sampe setengah satu."
"Oh gitu ya, berarti ga sempet dong?"
"Kecuali teh Anggi nya mau nunggu."
"Makin siang dong? Emang gapapa?"
"Di sana mah bebas teh."
"Yaudah nunggu aja a."
Lampu di tiang berubah menjadi merah, Syauqi berhenti. Banyak sekali pengendara motor yang lewat di depan mereka yang mengenakan pakaian serba hitam. Cukup menarik perhatian, terlebih jumlah mereka tidak sedikit. Kalo malem keliatan nggak ya?
Syauqi tampak mengangkat dagu nya seolah mereka saling kenal.
"Mereka siapa a?"
"Kalo disebutin satu-satu kelamaan ga?"
"Hah?"
Syauqi tertawa, apa ucapannya terlalu membingungkan?
"Kalo ke terima kerja di warkopnya pasti bakal tau mereka." Ucap Syauqi.
"Hah?"
.
.
.Halo haho haho!

KAMU SEDANG MEMBACA
Walk You Home
General FictionAnggi menginjak usia 20 tahun ini. Ia lulus SMA tepat dua tahun lalu dan baru sekali bekerja, itu pun tidak lama. Bekerja setelah lulus bukan keinginannya, namun ia juga tak punya pilihan. Sesuatu tak terduga ketika Anggi sedang mencari lowongan pe...