"Jesus christ!" Gi berteriak sedikit kesakitan, kakinya terasa kaku dan sulit untuk di gerakan. Karina yang masih berkutit dengan pekerjaannya pun ikut berpekik kaget mendengar teriakan Gi dari dalam kamar. Dengan langkah terbirit, ia menghampiri sang istri yang sudah berpegangan kuat pada sisi tempat tidur.
Karina segela mengambil alih tangan Gi dan membawa tubuh Gi menuju dekapannya hangat, segera mungkin ia membawa Gi untuk berbaring di atas ranjang. "kamu kenapa Gi?" tanya nya panik, detik kemudian tangannya mengelus lembut perut sang istri.
"kaki ku kram." ujar Gi pendek.
Tangan Karinapun beralih menuju kedua kaki Gi, di pijatnya pelan dengan penuh kelembutan.
Gi berusaha kuat untuk tidak terbuai dengan sentuhan lembut dari Karina, namun rasa sakitnya yang tidak terbanding, ia pasrah membiarkan Karina menyentuhnya lebih dari biasanya. Batasan yang di bangunnya sangatlah berharga, ia hanya tak mau jatuh terlalu dalam lagi kepada Karina. Meski jiwa raga akan ia pertaruhkan sekalipun, namun yang ia tahu ialah Karina selalu menganggap Gi bukan lebih dari sekedar istri dan ibu dari anak anaknya. Tidak ada perasaan special yang terjalin, diantara keduanya. Kini ia tak ingin menjadi bodoh, fatwa yang pernah terukirkan seakan cerita indah yang di bangun, sekuat apapun ia berusaha, tak akan mampu membuat api cinta untuk sang adik padam.
Menjadi dirinya sangatlah tak mudah, semua rasa sakit yang ia telan sendirian. 11 Januari 2019 hari pernikahan keduanya, tepat sepuluh hari pasca hari ulang tahun maudy, pasca tepat ratusan hari setelah kepergian maudy untuk selama lamanya.
ia hanya ingin menjaga hatinya dan juga perasaannya, meski cintanya untuk Karina kian membesar setiap detik.
"sudah ngga terlalu tegang betis kamu, udah enakkan kah sayang?" Karina memanggilnya dengan kata "sayang" kata yang sama sekali ia tidak pernah kenakan untuk Gi.
Gi hanya mengangguk kecil tanpa berniat membalas perkataan karina. Menjadi seorang wanita hamil memang banyak sekali tantangannya, terlebih hormon emosionalnya yang naik dan turun, tentu akan merepotkan dirinya sendiri. "rin, makasih banyak."
Gi mengucapkan kata terima kasih, setidaknya rasa tahu dirinya masih ada.
"my pleasure, sayang. Kamu kalau kenapa napa panggil aku aja, ya? aku bakal kerja di kamar aja." ujar Karina yang hanya di tanggapi sekenanya oleh Gi. Karina beranjak menuju ruang kerjanya, membawa kembali beberapa dokumen dan laptop, kembali menuju kamar mereka berdua dengan tangan yang penuh.
Gi yang berniat untuk membantu, detik kemudian ia kembali mengurungkan niatnya. Matanya tetap awas mengawasi gerak gerik Karina dari tempat tidurnya, merasakan kembali sentuhan hangat yang karina beri di betisnya. Rasa sayangnya malah meluber, keluar tanpa pamrih.
"kamu mau makan apa sayang? anak kita mau makan apa hari ini? any request sayang?"
"ngga ada, lagi ngga laper aku." Jawab Gi kepada Karina yang selangkah lebih memberi perhatian kecil untuk istrinya. "okay, minum sesuatu? aku buatkan susu ya?"
"ngga usah, aku lagi ngga mau apa apa karina."
Karina yang tahu jika Gi bersi keras menolak niat baiknya, segera mendekatkan dirinya kepada Gi. Di tatapnya lembut, sembari tangannya memijat kecil betis Gi yang masih sedikit terasa sakit dan nyeri, ia hanya berusaha untuk memperbaiki kesalahan. "jangan tutup dirimu gitu gi ke aku. Aku jadi asing banget sekarang di mata kamu?"
Gi hanya diam, tak berniat sedikit untuk menjawab dan menyangkal. "kamu dan anak kita butuh nutrisi yang seimbang. Kalau mamahnya ngga mau makan, nanti bayi kita ikut kelaperan, sayang.." ujar Karina
"Aku masih mau berdamai sama diri sendiri, kamu tiba tiba berubah tanpa peringatan. Dan kamu selalu bilang, i dont wanna waste any time for the women i dont loved. it hurt me so bad, dan kamu tiba tiba berubah. It turned me confused." Gi berujar demikian, ia hanya tak terbiasa dengan perubahan Karina yang drastis.