PROLOG

6 0 0
                                    

Suatu Pagi Inayah Takhia Balqis atau yang kerap dipanggil Ina itu terbangun dari tidurnya. Dia beranjak menuju kamar kecil, setelah selesai bersiap lalu Ina berangkat menuju sekolah.

Ina turun dari sebuah angkot juga beberapa orang dari sekolah yang sama, namun Ina tidak begitu mengenal mereka, mungkin saja itu adik-adik kelasnya.

Ina mengenggam ikat tas punggungnya lalu mengayunkan kakinya dengan tenang di sisi jalan, saat Ina tengah berjalan tiba-tiba saja pengguna motor menyerepet lengan kanannya.

Mata Ina menatapnya tajam sembari memengang lengan atas kananya. Namun pengendara itu tidak menghentikan motornya seolah-olah tidak melakukan kesalahan.

Untungnya saja Ina tidak kenapa-napa hanya nyeri sedikit saja lenganya.

*****

"Ina bayar makalah sekarang, kalau enggak, lo enggak dapet nilai, mau?" tanya gadis bernama Kaila. Kaila Fahra, dia teman dekat Inayah walapun teman dekat tapi masalah uang lain urusanya.

"Besok ya, pakai uang kamu dulu, nanti besok diganti deh janji," ucap Ina. Sembari menunjukkan jari berbentuk V dengan wajah memelas.

Kaila menghembuskan nafas lelah dengan raut wajah kesal.

"Besok ya, awas lo, cuman 20 ribu juga susah Banget," ucap Kaila.

Jangan heran jika Kaila seperti itu, ini sudah kesekian kalinya Kaila menagih uang kelompok ujung-ujungnya pakai uang Kaila dulu, wajar saja kalau dia kesal. Mau bagaimana lagi Ina tidak punya uang. Ina juga tidak ingin saat ditagih pembayaranya susah.

Namun kali ini Ina harus berjuang lebih, bagaimanapun caranya Ina harus dapat uang. Mulai pulang sekolah Ina harus cari kerja sampingan.

Ina menyusuri jalanan, di jalanan yang ramai oleh pelalu lalang dan ramai oleh toko-toko dan tempat makan seperti cafe dan resto yang berdiri di sisi jalan.

Sebenarnya melakukan hal yang berhubungan dengan interaksi sesama individu adalah hal yang melelah bagi Ina yang berkepribadian introvert, kiranya itu bukan hanya Ina tapi seluruh manusia yang berkepribadian sama dengan Ina, bukan hanya itu Malu dan cangung jadi pelengkap dalam kepribadian ini.

Ina masuk ke dalam tempat makan sederhana, Ina disambut ramah oleh penjaga tempat makan tersebut.

Ina tersenyum sopan lalu mengucapkan salam.

"Assalamualaikum mbak, permisi apa di sini lagi membutuhkan karyawan? Saya bisa masak, cuci piring dan bersih-bersih juga mbak," ucap Ina. Langsung memberitahukan keahlianya yang terpendam.

Wanita itu menatap Ina datar, dari semula yang ramah tamah berganti menjadi tatapan datar.

"Maap, di sini sedang tidak membutuhkan karyawan, maap ya mbak," ujarnya lalu melaur pergi meninggal Ina di sana seorang diri.

Ina kembali berjalan tidak jauh dari rumah makan tadi. Ina melihat ada sebuah toko penjual sembako, tanpa memperdulikan rasa gengsi Ina langsung menghampirinya.

Ina tersenyum terlebih dahulu pada seorang bapak-bapak yang berada di sana.

"Mau beli apa kak?" tanya dia pada Ina.

"Permisi pak Saya mau nanya, apa disini sedang membutuhkan karyawan?" tanya Ina. Lalu menelan ludahnya gugup.

Bapak tersebut nampak berpikir, apakah ini suatu keajaiban untuk Ina.

"Sebenarnya tidak, tapi pekerja yang biasa sedang pulang kampung, kalau kamu mau boleh kamu kerja disini, tapi sebagai pekerja sementara untuk beberapa minggu kedepan saja."

Ina tersenyum haru. "Beneran pak?" tanya Ina.

Dia menganggukan kepalanya. Lantas Ina langsung mengucap terimakasih padanya. Ina mulai bekerja besok hari dan baiknya si punya toko itu membolehkan Ina kerja setelah pulang dari sekolah.

Walaupun dalam artinya uang gajinya dipotong setengah tapi itu tidak masalah bagi Ina, selagi dirinya bisa menghasilkan uang.

••••••

Ina tengah duduk sembari melamun, tiba-tiba Ina dihampiri oleh Kaila. Kaila duduk di sampingnya dengan segara Ina mengeser tubuhnya, membolehkan Kaila duduk disampingnya.

Kaila menatap Ina. "Na, udah ada belum, gue lagi butuh ini," ujar Kaila si cerewet di kelasnya.

Ina mengeluarkan uang di saku seragamnya, lalu memberikanya pada Kaila. Kaila tersenyum senang. "Lain kali ada pembayaran jangan sulit lah Na..." ucap Kaila.

Sungguh Kaila tidak mengerti kondisinya saat ini, namun Ina juga tidak meminta Kaila harus mengerti biarlah orang perpikir dirinya bagaimana, Ina tidak ingin terlihat kasihan di mata manusia, walaupun memang kehidupanya jauh lebih dari kata kasihan.

Ina menganggukan kepala. "Iya, tapi harus bagaimana lagi, Aku lagi enggak ada uang waktu itu."

"Gue paham, ekonomi lo tapi ya, masa untuk kepentingan sekolah enggak ada sedikitpun cuy," ucap Kaila.

"Yang sekolah di keluargaku, bukan Aku doang Kaila, kedua adikku masih sekolah juga," ucap Ina.

Kaila terdiam sejenak. "Iya-iya sampai sini gue paham ko, maapin gue kemarin gue ngomongnya enggak enak, tapi lo paham gue juga kan Na," ucap Kaila.

Kaila juga terlahir dari keluarga biasa-biasa saja, jadi Ina juga paham ekonominya. Ina menganggukan kepala.

"Aku paham Aku udah biasa ko diginiin sama kamu Kai," ucap Ina diselingi tawa.

Kaila tersenyum. "Lagian lo juga bikin gue kesel mulu, tapi lo emang terbaik sih," ucap Kaila.

Terbaik dari segi apa, Ina hanya manusia pandai mengeluh saja, Ina sering mengiri terhadap teman-temanya yang jauh lebih baik dari hidupnya, mereka dengan senang menjalani kisah SMA tanpa harus memikir beban biayanya.

Ina bangkit dari kursinya. Lalu berjalan menuju ruang admin sekolah. Pasti bertanya untuk apa, apalagi kalau bukan melunasi uang SPP sekolah yang sudah menunggak tiga bulan dengan bulan ini.

Ina keluar dari ruangan itu dengan lunglai, perasaanya campur aduk  karena Ina mendapat SP surat peringatan dari sekolah jika Ina tidak membayar lagi bulan ini Ina akan dikeluarkan dari sekolah, pasalnya Ina sudah banyak diberi keringanan dari pembayaran dipotong, diberi waktu, sampai pernah dibebaskan dari biaya SPP.

Entah Ina bingung apakah Ina sangat-sangatlah kekurangan, apakah Ina yang salah di Sekolah ini, Ina akan kembali ke kelasnya.

Ina ingin merenung sendiri. Walaupun begitu Ina tidak boleh menyerah Ina harus sukses di masa depan. Biarlah ini jadi cerita perjalanan menuju Ina yang sukses dikemudian hari untuk diceritakan pada anak cucunya nanti.

Ina menatap ponselnya di atas meja, satu satunya jalan untuk bayar SPP adalah menjual ponselnya, semoga saja ini cukup, semestinya harus cukup ponselnya masih bagus lengkap dengan carger harusnya sih dapat 1 jutaan.

Saat Ina di toko sembako, Ina kelabakan dengan pembeli yang membludak, mungkin saja ini masih awal-awal, apalagi Ina harus menghafal merek juga harga-harga barangnya. Untung saja ada yang membantu Ina jadi dirinya agak tenang saat melayani pembeli.

Ina sampai rumah pada malam hari, Ina mengendap-endap masuk ke dalam rumah khawatir orang rumah terbangun dengan suara langkah kakinya.

Saat Ina memasuki kamar, Ina dihadapkan dengan Ibu yang tengah menunggu di kamar dan menatap diri Ina tajam.

Badan Ina gemetar, Ina takut ketahuan Ina kerja nanti Ibu marah, Ibu paling tidak setuju Ina kerja dengan alasan apapun itu.

Karena Ina belum cukup umur untuk bekerja.

>>>>

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerita Dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang