1. Wallazhia

4 0 0
                                    


Kota ini hidup begitu awal. Diantara siraman embun dan keramaian yang berasal dari dapur. Asap mengepul, sapi melenguh, ember-ember kayu mulai diisi.

Pagi yang hangat. Adelia terlihat dibalik tungku dengan panci besar berisi susu yang terus diaduk. Bibinya ada disebelahnya mengadon roti, dan sesekali menambahkan kayu.

Pintu belakang dapur diketuk. "Grace,"

Seorang paman dengan pakaian kulit berdiri diambang pintu membawa sekotak kayu ukuran sedang. "Oh, kau telah kembali." Bibi tersenyum menyambutnya.

"Adelia, bantu Albert membawa madu."

Adelia segera meletakkan kayu pengaduk dan menerima kotak kayu berisi madu hutan.

"Apa kau bertemu beruang madu kali ini?" Tanya Bibi Grace sambil membungkus potongan besar keju.

"Hanya lewat, mereka mungkin sekarang mengenaliku sebagai beruang juga," Albert terkekeh.

"Ini kejumu, sebaiknya kau tidak terlalu sering berburu kali ini." Grace melayangkan pandangan khawatir.

"Benar, tidak tentu saja aku berhati-hati setelah banyak kejadian mengerikan di dalam hutan." Albert pun berpamitan.

"Kau juga harus berhenti berlatih memanah di hutan, Adelia." Dengan tepukan pelan di pundak, Grace dan Adelia mengantar Albert ke atas kudanya.

Memang hutan di dekat perkampungan mereka kini terasa berbeda dan lebih mengerikan dari sebelumnya. Seorang peternak lebah liar suatu kali menemukan potongan tangan manusia, yang tentu korban bukanlah orang di kampung mereka.

Di lain waktu, seorang tukang kayu menemukan seorang yang sekarat dengan belati di perutnya.

Kejadian ini membuat kepala kampung resah, dan melarang warganya pergi ke hutan seorang diri.

Tapi hal ini membuat Adelia semakin penasaran, sepanjang belasan tahun mereka hidup, hutan ini baik-baik saja, bahkan tak ada kasus serangan beruang. Kami hidup berdampingan dengan baik. Dari mana horor ini berasal.

Sebenarnya negeri mereka akhir-akhir ini memang tidak baik-baik saja. Pangeran yang memerintah begitu terkenal keras dan bengis. Tak ada yang berani menolak titahnya. Tapi, itu di pusat kota Wallazhia. Sedangkan kampung ini jauh dari berbagai huru hara kerajaan. Yang bisa warga kampung lakukan adalah melindungi diri masing-masing. Terus menjauhkan diri dari apapun yang berkaitan dengan kerajaan.

Hingga di sore mendung Adelia menemukan sebuah koin. Dengan ukiran khas kerajaan Wallazhia dan ukiran kata 'Ksatria Agung Wallazhia'. Adelia tahu ini alat tukar barang di kota dengan nilai tinggi. Satu koin ini mungkin dapat membeli 3 karung tepung, susu, keju, dan bahan bahan lain yang tidak sedikit. Siapa yang menjatuhkan koin ini. Buat apa, warga kampung ini terbiasa bertukar barang, barter, tanpa hitung-hitungan koin.

Adelia menyimpannya di kantong kain, saat seseorang melotot padanya tepat di depannya.

"Apakah kau mengambil sesuatu yang bukan milikmu, Nona?" Tanyanya, dengan nada pelan meingintimidasi. Alisnya separuh terangkat.

Belati tersarung di pinggang kanan, celana kulit, boots mahal masih mengkilap--mungkin ia menggosoknya tiap pagi--, rompi pemburu dan tali di pinggang yang lain. Dia pasti pemburu. Tapi wajahnya sangat asing. Jelas dia bukan warga kampung ini. Ingatan korban-korban di hutan ini berkelibat.

Pria di depannya ini, jangan-jangan ia pembunuh!

Adelia mengambil nafas panjang bersiap untuk berlari, ketika pria itu mengulurkan tangan "Kembalikan," ucapnya singkat.

Adelia merogoh kantung kainnya tanpa suara sambil tetap menatap mata pria asing di depannya, mengeluarkan koin 'Ksatria Agung Wallazhia' dan meletakannya perlahan di tangan pria tersebut.

Sesaat pria itu, mengecek koin itu, dilemparkannya ke udara dan di tangkap lagi. Ia tersenyum miring singkat, dan berbalik pergi.

Adelia baru menyadari bahwa di pinggang kirinya, tak hanya ada tali, tapi dua ekor kelinci yang masih hidup tergantung kokoh.

Wow, dia menangkap kelinci hutan hidup-hidup. Hebat sekali, selama ini memanah satu kelinci dari jauh pun Adelia belum berhasil.

Siapa pria ini?
....

To be continue

FATE [Enhypen Song Fiction] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang