bab 1 : tangisan sepatu merah

20 3 0
                                    




luna menghentakkan kakinya kesal. pasalnya, dunia tengah berkehendak bahwa dirinya pulang sendirian sore itu. seluruh kelompok pertemanannya hilang satu persatu, entah mengapa tetiba ada hal yang harus diselesaikan hari itu juga. bukan kesal kepada temannya, sih. lebih kesal pada dirinya yang penakut ketika matahari hendak tenggelam di belahan bumi lain.

kelas diplomasinya sudah berakhir sejak tadi. namun berkat janji kawannya (salsa) untuk menjemput, jadilah dia menunggu selama satu setengah jam dan berakhir naas sendirian.

"sal, soriiiii banget. ini tiba-tiba adek aku jatuh cedera pas tanding basket jadinya langsung lari ke husada sekeluargaaa...." salsa memohon maaf diseberang sambungan telepon.

"iya, gak apa-apa, gak ada yang perlu maaf dan dimaafin salsakuuuu! emang hidup aja yang tiba-tiba kayak begini," luna berusaha meyakinkan salsa untuk berhenti meminta maaf. pasalnya alasan yang diberikan salsa sangat logis dan tidak bisa diganggu gugat. pun juga bukan maunya kan, tiba-tiba terjadi bencana dalam tanding basket adik kesayangannya?

"terus gimana naik apa kamu?" salsa masih saja berbicara. "udah, sal, kamu pasti nyetir kan? jangan telponan deh, biar cepet sampe!" luna tahu jelas tabiat salsa yang masih akan merasa bersalah hingga berhari-hari kedepan. ini karena salsa bukan tipikal orang menyebalkan yang suka mengingkari janji.

"aduh jawab dulu kamu naik apa sekarang baru aku tutup!" salsa merajuk diujung sambungan. "ada deh, aman pokoknya. udah, ya. aku tutup! bye!" ujar luna dan memutus sambungan telepon secara sepihak. sudah tahu pasti juga apabila salsa diujung sana mengetahui dirinya berjalan kaki menuju kosan, bisa-bisa putarbalik setir dibuatnya (salsa memang sebaik itu).

biasanya luna memang berjalan kaki ke kosan karena memang dirinya suka berjalan dan areanya lumayan dekat. namun untuk kasus spesial yakni mata kuliah yang lamanya luar biasa, luna biasa memesan tumpangan online maupun meminta barengan teman satu kelansya. namun kali ini, akibat tidak ada lagi yang bisa dimintai tolong, dan kebetulan juga saldo uang elektroniknya habis sedang dirinya tidak membawa uang sepeserpun, jadilah luna berjalan kaki seorang diri menuju kosan. sudah tiga kali luna berusaha membuka aplikasi mobile banking nya untuk mengisi saldo uangnya, namun tidak adanya batang-batang sinyal membuat luna menyerah dan memutuskan berjalan. mumpung masih ada semburat matahari, luna ingin secepat mungkin sebelum malam kelam ia sudah memegang pagar kosan tercintanya.

luna berhenti tepat dibawah tiang tempat menyeberang jalan. langit sudah mulai tenggelam. sebelum luna memencet tombol penyeberangan jalan, luna mendengar suara-suara aneh dari belokan kecil di sebelahnya. sepertinya suara tangisan, tapi luna kurang yakin juga itu apa.

"siapa disitu?" ujar luna pelan.

"miau!"

seekor kucing berbulu abu muncul dari semak-semak. "oh," luna berjongkok. "halo, adek kecil, namanya siapa?" luna lantas mengobrol satu-dua menit dengan kucing tersebut. aneh sedikit, tapi siapa sih yang bisa menolak kelucuan anak kucing kecil dengan mata bulat hitam sempurna?

luna menoleh ke arah semak-semak. suara itu masih ada. bukan suara kucing, menurutnya. sepertinya benar suara tangisan. tangisan laki-laki, lebih tepatnya. luna juga tidak melihat siapa pelakunya. belokan kecil itu penuh akan semak bunga yang menutupi seseorang dibaliknya dengan bayangan. pun langit yang semakin gelap tiap menitnya menambah kesulitan luna dalam menebak siapa disana.

kosong. hanya ada sepatu olahraga merah yang terlihat dari kejauhan.

"hei!"

luna berteriak. meksipun sudah melihat sepatu, tapi masih ada kemungkinan bahwa itu hanya halusinasinya semata, kan? atau makhluk-makhluk tidak terlihat yang memutuskan untuk menjahili manusia di waktu petang? pokoknya, luna penasaran setengah mampus dan ketakutan juga. semoga saja itu manusia, ya.

manusiakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang