"Menurut tes laboratorium, hasil tes Gynophobia yang dilakukan oleh pasien mendapatkan penurunan sebesar 3%"
Nathan dan Athur kompak meneguk ludahnya sendiri, "kok bisa si, Kak?" tanya Athur.
Kak Rama selaku psikiater langganan Nathan sejak kecil sudah kenal bahkan dekat dengan pemilik nama tersebut, "Menurut hasil riset dari Harvard University yang dilakukan oleh Alferd Aldher bahwa sekitar 1.22% dari populasi dunia memiliki kemampuan tersebut hanya saja, mungkin tidak terlalu berguna di medis Indonesia"
Nathan menghela napas, ia pernah mempelajari teori tersebut semasa kuliah dan menatap jemari jemari kekarnya dengan sendu, "Capek kak...gue harus di tuntut sempurna sama keluarga belum lagi, bokap udah nikah lagi" keluhnya dengan lirih.
Athur mendekat ke arah Nathan dan mengelus pundak teman kecilnya, "Jadi kak, saran lo, apa?"
Kak Rama kembali membersihkan beberapa alat medis, "Kalo lo sendiri pengen sembuh....cara satu-satunya ya...lo memang harus deket sama tu cewek"
Nathan menghela napas lalu beranjak dari duduknya sambil memegang bahu Athur, "Udahlah, jangan di bahas...gue ngak mau" cetusnya.
Nathan pamit dengan Rama tak lupa juga, sebagai psikiater yang di percayai Rama mendoakan kesembuhan untuk Nathan.
Berkali kali Athur menatap Nathan dari spion mobil yang tengah memandangi berkas ronsen penyaktnya, sejujurnya Athur pun iba padanya, berulang kali Athur berpikir bahwa Nathan sempurna, memiliki kedudukan sosial yang terpandang, orang tua yang menyayangi tapi jika di lihat dari sisi lainnya Athur hanya mampu menatapnya dalam.
"Atau gue bilang aja...sama tu cewe" putus Athur berhati-hati.
Nathan mendongak sejenak, "Jangan!" Athur memilih untuk diam daripada harus memperpanjang topik.
____________________________________________________
"GILA APA TU ORANG....ISHHH, NGAK HABIS PIKIR DEH" imbuh Anala melemparkan dokumen ditangannya sembarang tempat.
Sambil menetralkan detak jantungnya, Anala memilih memandang dirinya di cermin, "Mana ngak nomornya lagi, tu orang, arghhhh!" sambungnya sambil mengcengkram rmbut blondenya.'
Anala menarik napas lalu menghembuskannya dengan senyum ia memilih untuk menenangkan diri di coffeshop lantai dasar.
For you Information, untuk tempat Anala bekerja di Coffeshop, ia sudah izin akan resign di tanggal tersebut, pemilik cafe untungnya paham akan minat pendidikan yang tertanam di benak hati Anala.
Anala menyusuri lorong sempit hingga sampai di kantin lantai dasar dengan raut wajah yang semrawut, dirinya berhasil mengundang gelak tawa pengunjung disana.
Anala memesan satu jus alpukat kesukaannya sambil menunggu pelayan membawa pesanannya, Anala membuka aplikasi Spotify untuk mendengarkan lagu favoritnya.
"What it is, ho? What's up?
Every good girl needs a little thug
Every block boy needs a little love
If he put it down, I'ma pick it up, up, up
Cant--"Permisi boleh saya duduk disini?" suara serak itu menghalangi pemandangan Anala di depan, Anala segera mem-pause musik yang ia senandungkan tadi dan mendongak ke cowok tersebut.
Siapa lagi nih? ganggu mood aja Batinnya mendumel.
Anala menyengir canggung lalu mempersilakan pemilik suara tadi segera duduk di hadapannya. Anala yang tadinya akan menenangkan diri malah ia sekarang terlihat gelisah dan segera menutup ponselnya.
Sebelum akhirnya jus alpukat datang menghampirinya, Anala lebih dulu pamit izin ke toilet.
Anala menatap bayangan yang semakin besar dari balik tubuhnya, jalannya mulai enggap enggap untuk memastikan, beberapa kali juga Anala mencoba menoleh namun sosok itu sudah pergi entah kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Anxiety
Teen Fiction[APAPUN YANG TERTULIS TERKAIT PENGETAHUAN PSIKOLOGI ATAU YANG LAINNYA SUDAH HASIL RISET BERDASARKAN BUKU, ARTIKEL DAN LAPANGAN SURVEI] Anala Briana Magnolia, gadis yang baru menyelesaikan pendidikan SMA-nya, dan rencananya untuk melanjutkan ke unive...