P R O L O G

18 7 6
                                    

Di lapangan yang dikelilingi tembok tinggi dan kawat berduri, para narapidana bercengkerama sesama teman satu selnya. Ada yang berolahraga dengan lari memutari lapangan, ada yang pull-up dan sit-up dibantu temannya, dan ada yang duduk menyudut sembari membaca sebuah buku. Aktifitas seperti ini biasanya dilakukan setelah mereka selesai dengan tugas yang diberikan oleh sipir.

Zien duduk di bangku yang melingkari pohon besar yang ia sendiri tak tahu pohon jenis apa ini. Ia mengamati kegiatan para napi lainnya, terheran-heran melihat mereka yang tak berhentinya bergerak. Tenaga mereka seakan tak ada habisnya.

Di ujung sana, dari pintu keluar lapangan, seorang wanita yang terlihat seumuran Zien berjalan di tengah lapangan. Wanita itu setengah berlari menuju Zien. Ia sampai dengan napas tak beraturan, dadanya naik turun menetralisir udara yang masuk. Kemudian duduk di samping Zien tanpa sepatah kata.

Zien hanya diam melihat gelagat wanita di sampingnya. Ia sama sekali tak kenal, rupanya terlalu asing. Sepersekian detik, Zien menoleh ke arah wanita tersebut dengan wajah terkejut.

"Kau Zien bukan?" tanya wanita itu. Dahi Zien berkerut kebingungan.

"Aku tak pernah melihatmu sebelumnya, apa kau napi baru di sini?" Zien melayangkan pertanyaan juga, ia tak ingin menjawab pertanyaan wanita di sampingnya.

Wanita menatap lurus ke depan dan tertawa kecil. Zien merasa diremehkan, ia merasa ditertawakan. Di sini tak ada yang saling mengenal kecuali mereka memang berkenalan dan Zien tak memberitahu siapa pun tentang dirinya, hingga namanya sekali pun. Para napi akan saling memanggil dengan nomor yang tertera di baju mereka. Lantas darimana wanita ini mengetahui namanya, pikir Zien.

"Aku bukan napi. Sudah ya, besok kita ketemu lagi. Jaga dirimu baik-baik, Nona Alexander." Tanpa tahu nama wanita tersebut, ia pergi begitu saja meninggalkan Zien dengan perasaan penuh tanda tanya.

Entah kenapa, Zien begitu kesal, gejolak amarahnya membuat napasnya tak beraturan. Ingin rasanya ia menarik rambut wanita itu dan menghempaskannya ke tanah saat ini juga. Jika bukan besok hari kebebasannya, mungkin Zien sudah melampiaskan amarahnya saat ini.

"Bodoh sekali jika aku terpancing hanya karena wanita sialan itu. Arghh, sialan! Kenapa aku begitu kesal melihat sikapnya?" Zien mengesah kasar kemudian memegangi kepalanya yang berdenyut.

"Dan juga, darimana ia tau nama belakangku?"

.
.
.
.
.

Author's note:

Hai, semuanya! Masih ingat ending cerita The Targeted Girl?

Yups! Pasti gantung banget enggak, sih? Nah, jawaban dari gantungnya ending cerita TTG ada di cerita ini.

Kalian bebas berpendapat, berteori, atau apa pun itu selama masih positif. Akan aku terima dengan senang hati.

Di cerita ini, aku bakalan lebih banyak nulis romance, loh! Doain ya, biar bisa rampung sampe ending!

So, see you, guys!(◍•ᴗ•◍)❤

Btw, jangan nunggu aku update ya, nikmati saja waktu menunggu update-an lanjutan ceritanya.

TTG; End of The HuntTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang