"Apa Nung? kamu?"
" Astaga! Ibu!"
Tono berlari ke arah kamar ibunya dan menggedor pintu kamar orangtua itu dengan kencang, hingga membuat wanita yang tengah terlelap itu langsung terbangun dan bangkit tergesa.
Kaki tuanya yang terkadang sakit karena asam urat itu dengan paksa ia gerakkan, meski ia harus menyeretnya.
"Ono opo, Ton?" tanyanya saat pintu berhasil ia buka dan menatap raut ketakutan anaknya.
"Nu--Nunung, Bu! tadi kata Nunung, Nunung hanya mau mencari udara segar, karena kamar terasa sangat panas, Bu, tapi Nunung malah tidak terlihat! hanya terdengar suara teriakan dan pintu terbuka lebar, Bu!" Adu Tono dengan ibunya.
Mata wanita tua itu melebar dan langsung bergerak ke arah depan dengan tertatih, diikuti dengan Tono di belakangnya.
"Cari istrimu Ton, panggil Mbak mu sekalian, pasti terjadi apa-apa dengan Nunung di luar sana!" titah ibunya yang langsung diangguki oleh Tono.
Tono langsung melesat keluar dari rumah dan berlari ke arah rumah kakak perempuannya yang berada tidak jauh dari rumahnya, sembari pandangannya menyusuri sekitar, mencari keberadaan istrinya dan sampai ia tiba di rumah kakaknya, Nunung sama sekali tidak terlihat.
Tok-tok-tok!
"Mbak Lastri! Mbak Lastri!" Panggil Tono dengan suara yang nyaring dan ketukan yang berulang kali.
Tak ada jawaban. Rumah itu gelap karena penerangan di dalam rumah sudah dipadamkan, hanya lampu 15 watt yang menggantung di depan yang menjadi satu-satunya penerangan.
Tak puasa hanya sampai di situ, tanah mengalami aksinya dengan mengetuk pintu berulang kali dan kembali memanggil nama kakaknya.
Terdengar suara derap langkah kaki dari dalam dan sahutan yang terdengar sedikit menyentak.
"Ya-ya, sabar,"
Hanya dalam jarak beberapa detik saja, terdengar suara handle pintu dan tak lama pintu pun terbuka.
"Kenapa Ton? apa ada sesuatu yang terjadi pada ibu?"
Tanya laki-laki yang saat itu menatap penuh dengan khawatir, laki-laki itu tak lain adalah suaminya Lastri, iparnya Tono.
"Bukan Mas, istriku hilang, mau minta tolong bantu cari," jawab Tono dengan wajah yang gusar.
"Hah, apa? Ada apa lagi dengan Nunung, Ton,"
Tiba-tiba saja terdengar suara perempuan yang tak lain adalah Lastri yang ikut menyela.
Wanita paruh baya itu baru saja keluar dari kamarnya dan melangkah mendekati mereka seraya menguncit rambutnya yang saat itu tergerai.
"Itu katanya Nunung hilang, ayo kita bantu cari, Bu, kasihan Nunung lagi hamil entar kenapa-napa," ajak suaminya.
"Lha, trus anak kita gimana, Pak?" tanyanya bingung saya menatap ke arah kamar.
"Udah Mbak biar Ibu aja nanti yang nungguin, bantu Tono nyari Nunung dulu, Mbak,"Tono memelas yang akhirnya diangguki oleh Lastri.
Lastri lalu bergegas menuju rumah ibunya, yang mana orang tua itu sedang menatap gusar ke arah jalan di depan terasnya.
" Ibu, Lastri nitip anak dulu ya, mau bantu nyariin Nunung," ucap Lastri pada ibunya.
"Yo wes, Ndang. Bantu Tono nyariin Nunung, biar ibu yang urus anakmu," sahutnya seraya berbalik dan mengunci pintu.
Wanita itu langsung bergegas ke arah rumah anak perempuannya itu, sementara Lastri, suaminya dan Tono melangkah dengan cepat sembari memanggil nama Nunung, berusaha mencari wanita itu di sekitar kampung.
Di tempat lain, Nunung yang saat itu sedang dicari-cari, menatap sedih dua orang berwajah pucat yang saat itu tersenyum manis kepadanya.
"Terima kasih, Nung, sudah membantu mencari jasad kami. Sekarang sudah saatnya Mbak dan anak mbak pergi,"
"Sekali lagi terima kasih, semoga kebaikanmu ini dibalas oleh Allah subhanahu wa ta'ala,"
"Maafin Mbak karena beberapa hari ini sudah menyusahkan kamu, dan berusaha untuk berkomunikasi dengan kamu. Sekarang Mbak lega karena Mbak akhirnya bisa pulang dengan tenang,"
Nunung menggangguk. Terisak dan sesegukan. Merasa haru melihat sosok yang tadi ia temukan meninggal dalam keadaan yang tidak wajar.
Masih terekam jelas di benaknya, bagaimana ia melihat jasad yang sudah menggembung dan membiru itu bercampur dengan kotoran. Begitu memilukan.
Yang lebih tragisnya, mereka dibunuh oleh orang yang seharusnya menjadi pelindung keluarga, bukan malah menjadi tukang jagal yang merenggut nyawa hanya karena emosi sesaat.
"Tante... terima kasih sudah bantu kami, kami pamit pulang dulu tante," ujar bocah berwajah pucat yang saat itu memakai gaun panjang berwarna putih. Rambutnya terurai, tapi terlihat cantik dengan bando berhias mawar putih.
Gadis kecil itu bergandengan tangan dengan ibunya yang saat itu juga memakai gaun berwarna putih panjang menutup kakinya.
Mereka melambai ke arah Nunung yang saat itu menahan sesak di dadanya, haru, sedih, lega menjadi satu.
Nunung pun berusaha mengangkat tangannya yang terasa berat. Dua sudut bibirnya perlahan terangkat dan membentuk sebuah lengkungan senyum.
"Selamat tinggal, Mbak, semoga kalian tenang di sana dan di berikan tempat terindah," doa Nunung saat melihat dua sosok yang perlahan mengabur dan di selimuti asap yang semula tipis dan perlahan menebal, menyembunyikan sosok dua perempuan yang saat itu tersenyum penuh arti padanya.
Pluk!
Seketika pandangan Nunung menggelap saat ia merasakan tepukan di bahu sebelah kanannya. Nunung refleks berbalik dan ...
"Nung! kamu kenapa bisa di sini, Nung?"
"Ma--Mas Tono? tadi Nu--Nunung...,"
Nunung langsung terdiam saat menyadari saat ini ia berada tepat di belakang rumah Siti, yang hanya ada semak belukar, tanpa ada satupun rumah.
"Tadi ... Nunung ketemu dengan Mbak Siti dan anaknya, mereka bawa Nunung dan mengucapkan terima kasih," tutur Nunung dengan wajah bingung.
Tono langsung mendekat ke arah istrinya dan memeluknya dengan hangat.
"Kita pulang, ya? hari juga sudah sangat malam. Tidak enak jika dilihat tetangga kamu sendirian di sini, nanti orang berpikiran nanti tidak-tidak," tutur Tono sembari membelai pucuk kepala Nunung dengan sayang.
Nunung menggangguk. Bersama dengan mbak Lastri dan juga suaminya, Tono membawa Nunung pulang. Mereka berjalan beriringan sembari saling bergandengan.
Sepanjang perjalanan Tono hanya terdiam, pikirannya bercampur aduk. Ia sudah tidak sanggup melihat istrinya terus-menerus diganggu oleh makhluk halus.
Meskipun ia lega akhirnya Nunung ia temukan dalam keadaan yang sehat dan tidak kekurangan satu apapun.
Sesampainya di rumah, Nunung langsung beristirahat, sedangkan Tono tidak bisa sedikitpun untuk terlelap.
Ia benar-benar takut jika istrinya tiba-tiba menghilang seperti kejadian sebelumnya.
Ia memilih untuk menjaga istrinya hingga pagi menjelang. Saat ia mulai terkantuk dan matanya baru saja terpejam, tiba-tiba saja terdengar suara sirine ambulance dari kejauhan.
Tono langsung beranjak dari sisi ranjang dan melangkah keluar rumahnya. Ia berdiri terpaku saat mobil ambulance lewat.
Tanpa sadar kakinya mengayun untuk melihat siapa yang sekiranya berada di dalam mobil ambulance.
Ia terpaku saat melihat...
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Mandiin Mayit
WerewolfCerita tentang Nunung, yang terpaksa menjalani profesi sebagai pemandi mayit, menggantikan mamah mertuanya, Sumini. Berbagai kejadian ganjil ia temui, termasuk menguak kasus pembunuhan dan juga interaksi dengan arwah si mayit.