Raungan sirine ambulance yang masuk ke halaman sebuah rumah sakit menjadi pertanda bagi tim medis di IGD untuk bersiap menerima pasien. Dante, sang pasien di atas brankar ambulance itu, segera dibawa masuk ke ruang tindakan dan diperiksa oleh tim medis.
"Dia tidak merespon", ujar salah satu perawat.
Dokter kemudian kembali memeriksa keadaan Dante,"Mari lakukan intubasi!", perintahnya.
Tiba-tiba terdengar sinyal bahaya dari monitor pendeteksi denyut jantung yang terhubung ke tubuh Dante. Seorang perawat yang lain berseru,
"Dokter, pasien mengalami gagal jantung." Seluruh tim medis tercengang. S
edetik kemudian dokter pun dengan cepat memberi perintah, "CPR!!".
Tim medis mencoba melakukan tekanan berulang pada dada Dante untuk memicu jantungnya agar kembali berdetak. Namun setelah beberapa kali dilakukan masih belum membuahkan hasil. Dokter pun kembali memberi arahan,
"Kita pakai defibilator. Atur pada 200 Joule!".
Ketegangan itu tidak hanya terjadi didalam ruang IGD. Panji yang sedari tadi mengamatinya dari balik pintu kaca ruang itu juga tak kalah kalutnya. Tampak jelas di dalam sana bagaimana tim medis berusaha memberi pertolongan pada Dante. Hatinya tak henti merapalkan doa mengharap keselamatan sang putra. Badannya semakin gemetar melihat tubuh tak berdaya Dante sesekali terlonjak akibat kejutan listrik dari defibrilator.
Sedikit kelegaan hadir saat seruan seorang tim medis terdengar,
"Dia kembali. Jantung pasien kembali berdetak, Dokter."
Kemudian dokter menyela, "Tunggu biar ku periksa dulu"
Dokter membuka kelopak mata Dante dan mengarahkan penlight untuk menyorotnya. Tapi tidak didapatinya respon pada pupil mata Dante,
"Astaga, kedua pupilnya sudah membesar."
Seorang tim medis lain lalu menarik kesimpulan sesaatnya, "Jadi ada masalah dengan otaknya?"
Dokter itu belum yakin dan ingin memastikan lagi kondisi Dante, "Mari kita lakukan CT-scan untuk mengetahui pastinya. Apakah wali pasien ada?"
*#*#*#*#*#*#*
Beberapa waktu kemudian hasil CT-scan keluar, dokter segera memberitahu Panji. Setelah dipersilakan masuk ke ruang dokter,
"Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?"tanya Panji dengan nada sarat kekhawatiran.
Dokter itu kemudian mengarahkan layar komputer di depannya menghadap Panji,
"Ini hasil CT-scan otak pasien. Dari sini jelas bisa dilihat ada pendarahan di otaknya. Saat ini keadaan anak bapak masih tidak sadar dan hanya dapat bernafas sepenuhnya dengan alat bantuan medis. Dengan kata lain dia mengalami koma."
Seperti petir di siang bolong, penjelasan dari dokter itu sukses mengagetkan Panji. Ia kalut, yang dapat ia harapkan saat ini hanya keselamatan Dante,
"Dokter, saya mohon tolong sembuhkan Dante. Tidak bisakah ia dioperasi agar sembuh?".
Namun sekali lagi, "Mohon maaf bapak, untuk saat ini tidak ada yang bisa kami lakukan. Operasi pun tidak memungkinkan."
Perkataan sang dokter menghempas kembali angannya. Panji hancur. Langkah rapuhnya ia bawa keluar dari ruangan dokter dan segera menuju ruang Dante dirawat. Ruang ICU. Perlahan ia masuk dan mendekati ranjang Dante.
Nampak begitu jelas Dante yang terbaring tidak berdaya dengan berbagai selang dan alat medis menempel ditubuhnya. Tangan bergetar Panji meraih jemari Dante dan menggenggamnya lembut. Runtuh sudah ketegaran Panji menyaksikan keadaan putra bungsunya saat ini. Ia bersimpuh dan menangis tergugu memanggil-manggil nama Dante,
KAMU SEDANG MEMBACA
Respect
Teen FictionAku hanya ingin hidupku berguna, seperti mama yang telah kehilangan nyawanya agar aku bisa hidup. -Dante