5. Setelah Insiden

12 1 0
                                    

happy reading

"Amira, lo duluan." Danu mempersilahkan Amira untuk memukul. Amira mengangguk. Langsung bersiap.

"Ara, semangaat! yang kenceng mukulnya!" Juna berteriak dari belakang sana. Membuat sorakan heboh langsung terdengar.

"Cie, Ara, cie..." Bayu yang bertugas sebagai catcher mencolek bahu Amira genit. Ikut ikutan menggoda Amira.

"Kiw, kiw. Disemangatin ayang nich,"

"Ara nggak tuh."

"Tahan, tahan. Masih panas ini, belum gosong." tambah Pras yang sedang berjaga di baseman kedua pada Riski yang ada disebelahnya.

"Telat. Udah jadi abu gue," timpal Bagas yang ada dibase dua.

"Siapa lo? ngikut-ngikut aja," kata Pras sewot menganggapi Bagas.

"Yeee serah gua dong? mau apa hah?" balas Bagas melotot.

Pras yang memang mudah tersulut emosinya langsung maju. Hendak menantang Bagas. Tapi Riski yang melihatnya langsung mengapit leher Pras diketiaknya.

"Udah lah. Nyari ribut aja lo dari tadi."

Sedangkan Amira hanya tersenyum tipis. Tak memperdulikan cuitan cuitan yang menggodanya.

Tangannya langsung mengarahkan tinggi bola yang ia inginkan. Dan setelahnya Ata langsung melempar bolanya sesuai permintaan Amira.

puk

Amira langsung meletakkan tongkat pemukul dan segera berlari.

Bola sudah ditangkap oleh regu lawan saat Amira tiba tiba saja terjatuh. Membuat anak anak terkejut. Terlebih Juna yang memang sedari tadi mengawasi gadis itu.

Amira menengadahkan kepalanya pada Lisa yang sedang tersenyum padanya. Puas sudah membuat Amira terjatuh.

"Lisa, tangkep!" Meila mengumpan bolanya pada Lisa yang sudah bersiap. Dan langsung ia arahkan pada Amira yang masih terduduk.

Tapi sayangnya Amira sudah lebih dulu meraih tanda base pertama. Jadi bola yang mengenai tubuh Amira tidak sah.

"Yes!" anak anak regu B bersorak karena Amira ternyata sudah lebih dulu meraih tanda itu. Membuat Lisa mendengus kesal.

Permainan terus berlanjut. Sekarang tinggal tersisa Danu. Pemukul terakhir.

"WOY! SIAP SIAP SEMUA! KUDU BALIK DENGAN SELAMAT YA!" Danu berteriak cukup kencang. Padahal jarak mereka tidak terlalu jauh.

Amira berdiri. Menepuk nepuk baju dan celananya yang cukup kotor. Bersiap menuju base berikutnya.

puk

Danu telah memukul. Tapi sayangnya pukulannya meleset. Alhasil bola itu jatuh menggelinding. Bukan melambung.

Lisa yang memang paling dekat dengan bola itu langsung meraihnya. Berbalik. Membidik sasarannya yang sedang berlari menuju base terakhir dengan dua orang lainnya.

Setelah dirasanya pas, Lisa langsung melempar bola itu dengan kencang. Mengincar kepala salah seorang dari mereka.

Tepat sasaran.

"Aduh," Amira reflek memegangi kepalanya yang baru saja terkena bola dengan kencang.

Pusing. Semuanya terasa berputar-putar. Amira limbung. Lantas jatuh tersungkur.

"Ara!"

***

"Ra, aku maunya sampe rumah. Mau ketemu mama kamu, sayang," Juna masih ngotot ingin mengantar Amira sampai rumah. Padahal sudah Amira bilang tidak perlu. Cukup sampai gang depan saja.

Amira mengusap rambut tebal milik Juna dengan lembut. Membuat cowok itu merasakan sensasi yang cukup aneh.

"Juna, lain kali ya. Sekarang kamu balik ke sekolah lagi sana." kata Amira dengan lembut.

Tadi setelah Amira sadar dari pingsannya, Juna langsung minta izin pada pak Sugeng untuk membawa gadisnya itu pulang. Walaupun Amira sudah menolaknya, tapi Juna tetap kekeh. Tidak menerima penolakan.

"Lain kali mulu." gerutu Juna sebal. Kesal dengan Amira, tapi enggan untuk melepas tangan gadis itu dari rambutnya.

Amira tertawa. Enggan menjawab keluhan Juna. Tangannya sudah berganti mengambil helm yang Juna sampirkan di spion tadi. Ia hendak memasangkannya di kepala cowok itu.

"Aku izin pakein ya,"

Juna masih diam. Menatap wajah gadis itu dari dekat rupanya amat menyenangkan. Membuat hatinya yang tadi kesal langsung menghangat.

"Selesai." Amira mengpuk-puk pelan kepala Juna yang sudah terbungkus helm. Kemudian tertawa pelan. Tawa yang rupanya bisa membuat Juna terpana. Tawa yang sangat indah.

Amira yang sering kali ia buat tersenyum rupanya punya tawa yang sangat indah.

Tawa yang jarang sekali ia lihat dalam diri gadis itu. Karena biasanya ia hanya melihat Amira tersenyum. Itu pun tipis.

Tapi sekarang akhirnya ia tau, bagaimana indahnya Amira dengan tawanya yang tulus.

"Kamu balik ya sekarang,"

Juna tersadar. Mengangguk pelan. Membuat senyum Amira mengembang. Sedikit.

"Aku pulang nih," kata Juna yang sudah menghidupkan mesin motornya.

Amira mengangguk.

"Salam buat mama." lagi, Amira hanya mengangguk.

"Ini nggak ada ucapan 'nanti kalo udah sampe kabarin ya'?" tanya Juna melas. Kode-kode. Amira ini tidak pernah peka. Sudah dikode pun tetap saja. Batu.

Amira tersenyum, "Hati hati, jangan ngebut."

Juna cemberut. Bukan itu yang Juna harapkan dari Amira.

"Nggak ada ucapan yang tadi nih? biar kaya orang orang, ay." Juna masih merengek. Memainkan jemari Amira.

"Kalo kamu ngerasa itu perlu, kabarin aja."

Senyum Juna merekah sempurna. Walaupun jawaban Amira sedikit meleset dari harapannya.

"Perlu lah. Perlu banget." seru Juna bersemangat.

"Nanti kalo pusing lagi atau apa kabarin aku ya," lanjutnya. Masih enggan pergi meninggalkan gadisnya.

Amira hanya mengangguk. Ikut menatap Juna yang juga menatapnya.

"Ara..."

Amira bersedekap dada, ia sudah paham betul dengan sikap cowok itu. Susah sekali membujuknya untuk pulang.

Amira menatapnya tajam, "Arjuna..."

"Iya, iya. Pulang nih," balas Juna gelagapan. Amira memang tidak pernah marah padanya. Tapi entah mengapa tatapannya yang menusuk membuatnya sedikit gentar.

Juna lantas tersenyum amat manis, "pulang dulu, ay."

Gadis itu mengangguk. Kemudian menghela napas pelan setelah Juna benar benar menghilang dari hadapannya.

***

Amira dan SemestanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang