01. Temaram》

16K 1.8K 1.5K
                                    

Sebelum lanjut baca, aku sarankan untuk putar lagu ; 《 Cinta Dalam Hati – Ungu 》

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebelum lanjut baca,
aku sarankan untuk putar lagu ;
Cinta Dalam Hati – Ungu 》

Sebelum lanjut baca, aku sarankan untuk putar lagu ; 《 Cinta Dalam Hati – Ungu 》

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditulis dari
sudut pandang Bapak.

Menjadi yang satu-satunya masih diberi kesempatan untuk bernapas dan melihat kekacauan, aku benar-benar merutuki diri sendiri sampai kesadaranku pun ikut hilang begitu melihat banyaknya jasad yang terapung-apung di atas air.

Malam itu, ku kira semua akan baik-baik saja. Tapi setelah genggaman tanganku di lepas oleh putra bungsuku,–Windu, aku berteriak histeris. Harapanku satu-satunya saat itu adalah Windu. Setidaknya walaupun aku hanya mampu menggenggam satu tangan untuk ku lindungi, aku akan sangat bersyukur. Namun ternyata hukumannya masih berlaku, Tuhan ambil putra bungsuku, yang selama ini jarang sekali aku berikan kasih sayang yang utuh.

Windu, anak Bapak yang malang..

Dia melepaskan genggaman tangannya. Windu ternyata tidak sekuat itu menahan hantaman benda-benda yang semakin dalam, semakin kuat hantamannya.

Aku berpegangan pada tiang besar sebagai cara untuk menyelamatkan diri. Meskipun pada akhirnya aku menyesal setengah mati. Aku lebih baik ikut mati dari pada harus hidup seorang diri.

Sampai sakit tenggorokan ku berteriak. Aku menjerit di tengah gelapnya malam, di riuhnya suara air yang semakin deras menabrak tubuhku. Aku meneriaki satu persatu nama anakku meskipun hasilnya tetap nihil. Mereka sama sekali tidak datang dan melihat ku sedikit saja yang hampir sekarat ini.

Aku kehabisan tenaga dan hilang kesadaran untuk waktu yang cukup lama. Dalam ambang kesadaranku, aku melihat halaman rumah yang dulu. Rumah yang setiap harinya selalu berisik. Ada Anak-anakku di sana, ada Simbah dan ada Istriku juga. Aku hanya menyaksikan mereka dari kejauhan. Ada tembok besar tembus pandang yang tidak bisa aku lalui.

Dari kejauhan, aku tersenyum. Ternyata ini cuma mimpi. Mimpi buruk yang semakin terasa buruk setelah aku bangun dan mulai tersadar kalau ini semua nyata. Bencana kemarin benar adanya. Dia pelaku utama yang merenggut bahagiaku yang baru sesaat itu.

MERAYAKAN KESEDIHAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang