Kerasukan lagi

1K 76 0
                                    

"Kamu kenapa Nak?" Tanya Pak Hadi pelan. Masih dalam posisi mendekap tubuh Amira.

Mata Bu Halimah berkaca-kaca melihat keadaan Amira seperti orang ketakutan. Meracau tidak jelas dengan pandangan kosong.

"Aku nggak akan pergi ke sana. Aku nggak akan pergi.." Amira meracau sembari menangis.

"Nggak akan pergi ke mana?" Tanya Pak Hadi lagi.

"Jangan ke sana. Kita di rumah saja." Jawab Amira sambil menggeleng.

"Kamu ngomong apa Nak? Kita tidak mengerti ucapan kamu?" Bu Halimah menghapus air mata di pipinya. Anaknya seperti orang linglung. Bicara tidak jelas.

Amira memegangi kepalanya lagi. Bisikan itu semakin menekannya hingga mentalnya menjadi lemah. Rasa takut itu sekarang menguasai diri Amira hingga separuh jiwanya seperti tidak pada tempatnya.

"Kita jangan pergi ya Yah. Kita di rumah saja. Aku takut sama dia." Amira memandang Pak Hadi.

"Takut sama siapa Nak?" Pak Hadi menghapus bulir-bulir air mata di kedua pipi Amira.

"Aku dibisiki tidak boleh datang. Nanti kita bakal celaka Yah, jika aku di ruqyah." Jawab Amira lirih membuat Pak Hadi dan Bu Halimah saling pandang.

Setelah mengatakan itu Amira memeluk erat tubuh ayahnya. Pak Hadi menggerakkan mulutnya, memberitahu Bu Halimah untuk menghubungi Pak Hamid. Bu Halimah mengerti, kemudian keluar kamar agar tidak diketahui Amira.

"Sudah jangan takut lagi. Ada Ayah sekarang. Itu cuma perasaan kamu saja." Pak Hadi menenangkan Amira sambil mengusap punggungnya.

Amira mendongak. "Ayah setuju kan, kita nggak ke sana?"

"Kita tetap ke sana." Putus Pak Hadi.

"Aku nggak mau! Aku juga takut sama orang itu!" Amira menggeleng. Tangannya memukuli punggung Pak Hadi.

"Amira.. jangan begini. Punggung Ayah nanti sakit." Pak Hadi berusaha menghentikan keagresifan Amira.

"Nggak mau. Ayah jahat! Aku bilang NGGAK ya NGGAK!" Amira memukuli tubuh Pak Hadi semakin brutal.

Pak Hadi kewalahan dibuatnya. Apa sekarang putrinya itu kerasukan lagi? Tetapi jika kerasukan, maka Amira tidak mungkin menyebut namanya.

"Rasakan ini rasakan!"

Pak Hadi merintih kesakitan ketika Amira berganti memukuli dadanya.

"Amira.. istighfar Amira.." Pak Hadi mencekal kedua tangan Amira.

Amira menatap tajam. Pak Hadi menyadari arti tatapan itu, yang artinya Amira dalam kekuasaan jin. Kesadaran Amira di ambil oleh jin yang merasukinya.

"Amira.. istighfar.." Pak Hadi berusaha membalikkan kesadaran anaknya sembari menunggu kedatangan Pak Hamid.

"Ish, apa sih pegang-pegang. Jauhkan tanganmu. Aku nggak suka!" Amira menepis tangan Pak Hadi yang berada di pundaknya.

"Amira.. ini ayah."

Amira melirik sinis. "Ish.. kamu bukan bopoku. Bopoku ada di rumah sama simbok." Jawab Amira ketus.

"Jika bopo dan simbokmu ada di rumah. Keluarlah dari tubuh putriku. Jangan ganggu dia." Pinta Pak Hadi.

Amira berkacak pinggang. "Nggak mau! Aku nggak mau keluar! Kamu aja yang keluar dari sini." Amira mengusir Pak Hadi sambil menunjuk pintu.

Pelan-pelan Pak Hadi membaca ayat kursi sembari memasang kerudung instan di kepala Amira sebelum Pak Hamid masuk.

"Apa sih, dibilang jangan pegang malah sentuh-sentuh." Amira menampik tangan Pak Hadi, namun Pak Hadi tetap memasang kerudung itu hingga aurat Amira tidak terlihat lagi.

Jin Nasab (Warisan sang leluhur)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang