bab 3

7 4 0
                                    

Langit dipenuhi dengan suara tembakan, ledakan, dan jeritan yang menghantui. Astele, Remy, Mia, dan Aris berlari di antara reruntuhan bangunan yang runtuh, mencari tempat perlindungan dari hujan peluru yang berkecamuk di sekitar mereka. Mereka berusaha menjaga kelompok tetap bersama-sama, berpegangan erat satu sama lain untuk tidak terpisah.

"Ayo, kita harus mencari tempat yang lebih aman!" seru Remy, suaranya hampir tenggelam oleh dentuman tembakan.

Mia mengangguk, "Ikuti aku! Aku melihat tempat persembunyian di sebelah sana!"

Mereka berlari secepat mungkin, melintasi jalan-jalan yang hancur dan tumpukan puing yang menghalangi jalur mereka. Suara peluru semakin dekat, memicu adrenalin mereka untuk terus maju. Akhirnya, mereka tiba di sebuah bangunan yang masih berdiri dengan sebagian dindingnya yang retak.

"Mari masuk ke dalam sini!" kata Aris, membuka pintu yang tergantung pada engselnya.

Mereka masuk ke dalam gedung tersebut dan bersembunyi di balik meja yang hancur di sudut ruangan. Dalam kegelapan, mereka merasakan detak jantung yang cepat dan napas yang terengah-engah. Mereka saling menatap dengan tatapan penuh ketakutan, tetapi juga tekad yang kuat.

"Apakah kalian baik-baik saja?" tanya Astele dengan suara terdengar gemetar.

Mia menggenggam tangan Astele erat-erat, mencoba memberikan dukungan. "Kita harus tetap tenang. Mereka tidak akan menemukan kita di sini."

Remy mengusap keringat di dahinya. "Apa yang terjadi dengan kita, Astele? Kehidupan ini begitu berbeda dari sebelumnya. Semua yang kami kenal telah hancur."

Astele menghela nafas dalam-dalam. "Aku tahu, Remy. Segalanya terasa suram dan tak berdaya. Tetapi kita tidak boleh kehilangan harapan. Kita harus tetap berjuang dan menjaga semangat kita tetap hidup."

"Tetapi bagaimana kita bisa tetap berharap di tengah kekacauan seperti ini?" desak Aris dengan suara penuh keputusasaan.

Astele menatap teman-temannya dengan tekad yang membara. "Kita tidak boleh membiarkan kekacauan mengalahkan kita. Ayahku selalu mengatakan bahwa bahkan dalam kegelapan terdalam sekalipun, ada harapan yang dapat kita temukan. Kita harus mencari cahaya di tengah kegelapan ini."

Tiba-tiba, suara sirene peringatan terdengar di kejauhan, memberikan isyarat bahaya mendekat. Mereka semua menatap satu sama lain dengan pandangan yang penuh kekhawatiran.

"Apa itu?" bisik Mia, mencoba mempersempit pendengarannya.

Remy menggigit bibirnya, mencoba menahan rasa takut. "Itu mungkin serangan musuh yang lebih besar. Kita harus mencari tempat lain untuk bersembunyi."

Mereka merangkak keluar dari tempat persembunyian mereka dan melanjutkan perjalanan mereka di antara reruntuhan bangunan. Dalam perjalanan mereka, mereka mendengar suara ledakan yang semakin dekat dan melihat api yang membara di kejauhan.

"Kita harus cepat! Serangan itu semakin dekat!" seru Aris, memimpin jalan mereka dengan hati-hati.

Mereka berlari secepat mungkin, melewati jalan-jalan yang gelap dan puing-puing yang tajam. Napas mereka semakin terengah-engah, tetapi mereka tidak boleh berhenti.

Akhirnya, mereka menemukan tempat persembunyian baru di sebuah terowongan bawah tanah yang gelap. Mereka merangkak masuk dan bersembunyi di sudut ruangan, mencoba menenangkan diri mereka di tengah kegelapan.

"Aku tidak tahan lagi," bisik Mia dengan suara yang rapuh. "Semua ini begitu mengerikan."

Astele meraih tangannya dan memberikan kecupan kecil di punggung tangannya. "Kita akan melaluinya, Mia. Kita harus tetap kuat dan berharap pada masa depan yang lebih baik."

Between Bullets And BlossomsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang