Arisha adalah wanita biasa yang selalu bermimpi
Meski berusaha menjalani hari dengan biasa
Cinta yang datang
Tidak semudah itu meraih dirinya
Mungkin tembok hatinya terlalu tinggi !?
Ketakutan, cinta, harapan, ketidakpastian hal biasa bukan?
Temu...
Aku menguap dengan lebarnya. Mungkin, jika ada lalat akan tersedot olehku.
Setelahnya aku meregangkan seluruh tubuh berusaha meyakinkan badanku jika aku siap untuk bekerja hari ini.
Sehabis mandi, tak lama tercium wangi lavender kesukaanku dari arah kamar mandi.
Habis mandi begitu segar rasanya.
Kamar mungil apartement di pusat kota menjadi pilihanku. Selain tempatnya yang lumayan strategis, kamar ini memiliki balkon dengan pemandangan lampu kota yang kusukai.
Yah, aku tak tinggal bersama orang tuaku mereka berada di daerah yang dikelilingi sawah dan perbukitan. Tentunya orang – orang tua banyak yang memilih untuk tidak tinggal di ibukota yang kejam bukan?
Pagi ini aku hanya menyeduh kopi tanpa gula untuk menyegarkan otakku agar tak selalu menguap saat bekerja nanti.
Aku segera turun menggunakan lift setelah selesai dengan urusan di apartemenku.
Bergegas turun ke parkiran mobil karena waktu yang menunjukkan jam 07.15 artinya aku harus cepat ke kantor atau gajiku akan di potong.
Selagi aku terburu-buru tanpa sengaja aku menabrak seorang pria. Aku menjatuhkan semua arsip yang kubawa pulang semalam dari kantorku.
"Maaf aku tak sengaja." Pria itu berjongkok bersiap membantu membereskan semua barangku yang terjatuh.
"Tidak. Aku yang minta maaf." Aku berkata tanpa melihatnya dan segera mengambil barangku tanpa membiarkan ia membantuku. Be honest, aku tak suka barang-barangku disentuh orang lain.
Setelah selesai aku bergegas masuk ke mobilku tanpa menghiraukannya.
Dan mobilnya pun ternyata berada tepat di seberang mobilku. Tak kulihat jelas wajahnya, hanya mobilnya yang terlihat cukup mewah di mataku.
Sejujurnya aku tak begitu tahu banyak mobil-mobil mewah. Tapi, aku yakin yang berada di depanku ini adalah salah satu teratas dari mobil idaman anak-anak sultan.
But, who cares?
Ini ibukota dengan penduduknya yang rata-rata individualis dan tak suka berbaur. Yah mereka yang berbaurpun bisa jadi hanya sekedar untuk mencari popularitas atau menjadi sosialita belaka.
Aku segera menghidupkan mobil. Melaju cepat di tengah kepadatan kota pagi hari.
.
.
.
"Linda, data yang kemarin diminta Pak Dani udah beres?"
Lagi. Aku menjalani hariku seperti biasa.
"Sudah gue siapin di meja Pak Dani, kok." Aku melirik sedikit kearah Linda yang menjawab dengan tetap fokus pada komputer di mejanya. "Tiket buat dinas minggu depan udah Rehan siapin."
Aku mengangguk menanggapi.
"Risa, tiket hotel dan pesawatnya udah aku kirim via whatsaap buat di cek lagi." Rehan nimbrung dari meja kerjanya yang tak jauh dariku.
Aku hanya mengangkat jempol. Meja kerja kami dipasangi sekat tipis.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Kira-kira gini bayangan meja kerjanya)
Ada beberapa data yang harus ku serahkan pada Pak Dani. Kakiku melangkah menuju ruangannya.
Hanya perlu 2 kali ketukan dan aku mendengar suara dari dalam ruangannya,"Masuk."
Aku langsung bergerak menuju mejanya menyerahkan hasil dari beberapa analisis tentang perusahaan pesaing. "Arisha, bisa kau jelaskan ini." Ia mengisyaratkan agar mendekat untuk menjelaskan data-data yang ada pada lembaran kertas tersebut.
Meski sedikit bingung, aku tetap melangkah perlahan. Aku berdiri tepat disebelah kursinya dengan sedikit menunduk mensejajarkan diri, berusaha sopan menjelaskan mengenai tulisan-tulisan yang ada.
Aroma maskulin menyeruak ke dalam hiudngku. Rasanya wajar bila banyak gadis-gadis yang dibuat mabuk kepayang hanya dengan berada di dekatnya.
Bagaimana denganku?
Oh, ya. Tentu saja tidak berpengaruh. Mungkin?
"Oke. Terimakasih Arisha." Ia mempersilahkan diriku untuk kembali pada kerjaanku. Aku melihatnya kembali fokus pada laptopnya.
Oh, ayolah. Kenapa semua orang begitu fokus pada kerjaan mereka. Apa hanya aku yang selalu bosan dengan rutinitas yang sama !?
.
.
.
Aku melihat jam di tanganku, waktu sudah menunjukkan pukul 16.45. Saatnya bersiap mengakhiri beberapa proposal yang tadi kukerjakan untuk pertemuan client minggu depan.
Tak jauh dari meja kerjaku, Linda, Rehan dan beberapa rekanku yang lain juga bersiap untuk pulang. "Ca, gue pulang bareng Mita hari ini." Linda mendekatiku."Kita mau belanja bareng, lo mau ikut ?" Aku yakin ia tahu jawaban dari pertanyaannya itu.
Aku memutar bola mataku."Lo, tahu jawabannya kan?" Tentunya 'BIG NO.' Lebih baik seharian di perpus daripada mengejar sale barang-barang branded.
"Ah, lo mah ga seru." Ia melenggang pergi meninggalkanku yang mengangkat bahu.
Sepertinya ke 'Lemonade Cafe Story' jauh lebih menenangkan.
Mobil miniku melaju di jalanan kota. Melihat kemacetan yang tak ada habisnya. Apa yang sebenarnya ada di benak mereka hingga rela menghabiskan waktu di jalanan ibukota ini?
Dari depan pintu café sudah tercium aroma asam dan manis minuman segar yang ada di dalamnya.
Kriettt.
Ting. Ting.
Aku membuka pintu perlahan. Suara lonceng yang ada di pintu berbunyi saat aku membukanya.
Duduk di tempat biasa melihat pemandangan lalu lalang mobil-mobil yang seolah sedang balapan.
"Nona Arisha mau pesan apa hari ini?" Seorang pelayan mendekatiku. Salah satu pelayan wanita yang sudah akrab denganku tersenyum menyapa.
Aku tersenyum balik ke arahnya."Mau yang manis-manis seperti biasa ya, kak."
Kembali ku tatap jalanan.
Mobil hitam mewah terlihat melaju di antara mobil-mobil lain.