Bagian 3

173 26 4
                                    

Sakura terpaku. Berusaha mencerna apa yang Sasuke baru saja katakan. Sakura tidak tahu harus bagaimana merespon perkataan Sasuke. Yang Sakura tahu, hatinya sangat patah. Sedangkan Sasuke, sedang harap-harap cemas menunggu respon Sakura.

"Sakura?" Sasuke menegur Sakura

Sakura tersadar dari keterkejutannya. Berusaha untuk menata kembali kesadarannya. Ia berusaha menampilkan senyum terbaiknya kepada Sasuke meskipun sekarang ini Sakura mati-matian menahan tangisnya.

"Kau menyukai Hinata?"

"Hm, menurutmu bagaimana?"

"Aku? Tentu saja aku senang, ternyata sahabatku masih menyukai perempuan"

Sakura mencoba bergurau padahal ia sendiri pun berusaha menahan agar suaranya tidak bergetar.

"Aku serius, Sakura" Kesal Sasuke

"Kau sangat menyukainya?"

Sakura menanyakan hal ini kepada Sasuke sebab Sakura tahu, jika Sasuke tidak menganggap hal ini serius, Sasuke tidak akan menceritakannya kepada Sakura walaupun mereka sudah lama berteman, Sasuke tidak seterbuka itu pada Sakura. Lelaki itu cenderung hanya sebagai pendengar apapun yang Sakura ceritakan.

Sasuke mengalihkan tatapannya pada jalan raya yang ada di depannya. Dia memikirkan pertanyaan yang barusan Sakura lontarkan padanya. Apakah dia sesuka itu terhadap Hinata? Sasuke tidak terlalu paham. Ini adalah pertama kalinya dia merasa tertarik terhadap perempuan. Ia menyukai sifat lembut Hinata. Sasuke menyukai wajah cantik Hinata. Senyum Hinata.

"Aku tidak tahu, apakah aku sesuka itu padanya atau tidak. Tapi aku menyukai semua yang ada pada Hinata"

Sakura tersenyum pahit menatap wajah Sasuke. Cinta pertamanya. Mendengar apa yang Sasuke katakan barusan meruntuhkan semua harapan Sakura pada Sasuke. Ternyata lelaki itu tidak pernah menyukainya. Dia hanyalah sahabat perempuannya, tidak lebih. Air matanya menetes, tetapi Sakura buru-buru menghapusnya. Sakura menghela nafas berusaha menetralkan perasaannya yang semakin kacau.

"Kau tahu Sasuke menyukai dan mencintai itu berbeda. Kau harus paham terlebih dahulu apakah kau hanya menyukai atau mencintai Hinata."

"Apa bedanya?" Sasuke menatap Sakura

"Misalkan, kau menyukai Hinata karena dia berbeda dari gadis-gadis lainnya yang mengejarmu atau kau menyukainya karena dia tidak membuatmu risih saat berada di sisinya, tetapi jika Hinata tidak berada di sampingmu, kau tidak akan merasa kehampaan dan kesakitan di hatimu." Sakura menjeda dan ikut menatap netra hitam Sasuke yang menjadi favorit Sakura selama ini.

"Berbeda jika kau mencintainya Hinata. Kau akan berada pada posisi di mana kau selalu bertanya-tanya kenapa kau selalu memikirkan Hinata, bertanya-tanya kenapa kau bisa menyukainya. Kau tahu kenapa? Karena cinta tidak membutuhkan alasan itu semua Sasuke. Yang kau tahu, kau hanya ingin Hinata berada di sisimu. Kau akan merasakan kesakitan jika Hinata sakit, kau akan merasa hampa atau kosong jika Hinata tidak berada di sampingmu, dan kau mungkin akan menangis jika Hinata bukan milikmu."

Sakura mengalihkan tatapannya dari Sasuke. Sakura ingin menangis dan segera pergi dari hadapan Sasuke. Sakura sangat berharap agar bus segera datang dan membawanya pergi

"Aku masih bingung Sakura. Tapi, memikirkannya mencintai lelaki lain membuat hatiku sakit. Apakah itu cinta?"

"Kau harus memikirkannya sendiri, Sasuke. Ini perasaanmu"

Beberapa menit terlewat. Mereka saling membisu. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Sasuke masih sibuk memikirkan apakah dia hanya menyukai atau memang sudah mencintai Hinata. Sedangkan, Sakura berusaha menahan sesak di hatinya. Sakura bernafas lega karena Bus yang sedari tadi ditunggunya sudah datang.

"Sasuke, Bus ku sudah datang. Aku duluan. Kau hati-hatilah" Pamit Sakura buru-buru beranjak untuk menaiki bus yang sudah berhenti di depannya.

Sasuke menahan lengan Sakura.

"Aku antar"

"Tidak usah. Ini sudah malam. Aku takut Bus arah rumah mu sudah tidak ada. Pulanglah besok kita ujian pagi. Jangan sampai telat. Hati-hati"

"Tapi-" Perkataan Sasuke terpotong karena Sakura sudah lepas genggaman Sasuke dan buru-buru menaiki bus.

Sakura menduduki dirinya di salah satu kursi Bus dan melambaikan tangan ke Sasuke yang masih berdiri di halte bus. Ketika Bus sudah berjalan, Sakura menyenderkan tubuhnya menghela nafas dan memejamkan mata emerald nya. Air mata yang sedari tadi ditahannya akhirnya  mengalir dari mata nya yang terpenjam. Sakura memukul dadanya yang sesak, berharap rasa sakit ini segera entah di dadanya.

                                     ***

Sakura berjalan dengan tatapan kosong. Seharusnya dia langsung pulang ke rumahnya begitu turun dari bus, tetapi gadis itu memilih untuk berjalan menuju taman yang tidak jauh dari komplek perumahannya. Saat merasa gundah, taman ini lah tempat favoritnya untuk menenangkan diri. Di taman ini dia dan Sasuke biasa bertemu walaupun nantinya hanya Sakura lah yang banyak berbicara dan Sasuke setia menjadi pendengar apapun yang Sakura katakan.

Apakah jika nanti Sasuke menjadi milik Hinata. Bisakah ia dan Sasuke seperti dulu, menemani Sakura berbicara mengeluarkan unek-unek nya ataupun menemani Sakura ke tempat yang Sakura inginkan. Tangis Sakura pecah. Gadis yang memiliki warna rambut seperti bunga sakura itu berjongkok dan menelungkupkan wajahnya di antara mulut dan menangis sekeras yang ia bisa.

Sakura tidak ingin menjadi egois dengan menahan Sasuke agar tetap berada di sisinya, tapi di satu sisi dia tidak bisa membayangkan jika Sasuke menjadi milik Hinata. Sakura sangat mencintai Sasuke dan berusaha keras agar dia tidak tertinggal di belakang Sasuke. Sakura sangat bergantung dengan Sasuke, lelaki itu selalu membantunya saat ia kesulitan. Sakura tidak akan pernah siap dengan kemungkinan yang akan terjadi jika Sasuke menjadi milik Hinata.

Puas menangis, Sakura akhirnya memutuskan pulang kerumahnya. Besok dia akan ujian, Sakura tidak ingin mengabaikan kewajibannya hanya karena patah hati.

"Ah soal, mataku bengkak. Pasti Ibu akan menanyakan ini"

Sakura menggerutu melihat wajahnya di layar handphone nya. Gadis itu memikirkan alasan apa yang akan dikatakan pada orang tua nya jika mereka bertanya. Ia harus mengompres matanya hari ini sebab pasti matanya masih membengkak.

"Aku pulang"

"Selamat datang" Mebuki, Ibu Sakura, menyambut sang anak dari ruang tamu.

"Astaga, ada apa dengan matamu? Kau menangis? Ada apa?"

Sakura sudah menduga ibunya akan heboh melihat wajah sembabnya.

"Aku hanya menangis memikirkan ujian ku, Bu. Kau tahu ujiannya sangat sulit" Alasan Sakura

"Benarkah? Sakura, Ibu dan Ayah tidak pernah memaksamu untuk selalu unggul di bidang akademik. Jangan terlalu keras pada dirimu nak. Lakukanlah dengan perlahan"

"Aku baik-baik saja, Bu. Hanya sedikit lelah"

"Kau ingin makan sebelum tidur?"

"Tidak usah. Aku sudah makan. Ayah sudah tidur, Bu?"

Sakura menanyakan Ayahnya, sebab tumben sekali lelaki paruh baya itu tidak terlihat biasanya, Ayahnya itu sedang menonton acara favoritnya.

"Ayah sudah tidur, sudah beberapa hari Ayahmu itu mengeluh tidak enak badan. Mungkin kelelahan"

"Benarkah? Kenapa tidak ke rumah sakit saja?"

"Besok mungkin. Ayah mu keras kepala selalu menolak jika diajak pergi ke rumah sakit."

Sakura terkekeh. Ayahnya itu memang tidak menyukai rumah sakit karna bau obat di rumah sakit membuatnya mual.

"Kau tidurlah. Ini sudah malam"

"Baik. Selamat malam, Bu"

Sakura menjatuhkan dirinya di kasurnya. Gadis itu sedang mengompres matanya yang membengkak. Bunyi notifikasi dari handphone nya mengalihkan fokus Sakura. Pesan dari Sasuke. Lelaki itu menanyakan apakah Sakura sudah sampai di rumahnya. Sakura menghela nafas. Sesak itu kembali hadir. Ia merasa bingung bagaimana nanti dirinya akan menghadapi Sasuke. Lelah dengan pikirannya, Sakura memutuskan tidak membalas pesan Sasuke dan memilih untuk tidur. Menenangkan pikirannya.

TBC...










Forget You, Can I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang