1.1 [Nala] | Antara Rela dan Sebuah Tanda Tanya

87 1 0
                                    

KEPINGAN 01

"Jika kita tak bersama,
mungkin ku bahagia ataukah terluka?"

song by Melisa Hart - Cinta Tak Bernyawa

✧✧✧

Terkadang aku tidak menyangka bahwa aku sudah berada di sini: di titik terjauhku di mana aku pergi dari dunianya-seperti yang mungkin dulu pernah menjadi satu-satunya harapannya terhadapku, tetapi menolak untuk aku tahu.

Aku merasa segalanya sudah berada di batas jauh ini bukan karena London adalah tempatku melarikan diri. Bukan juga karena aku sudah melepaskan Jakarta sebagai rumah sekaligus luka, yang pada akhirnya tidak pernah ingin aku datangi sama sekali. Hanya saja aku yakin, segala yang ku tempuh untuk menyimpannya dalam genggaman masa lalu sudah ku lakukan dengan baik.

Tapi...

"Lo seriusan udah move on dari Aksa?"

Refleks, aku menghentikan kunyahanku saat mendengar pertanyaan Lora yang sungguh tiba-tiba dan tidak ku duga-duga.

Ia mengambil sepotong omelette sandwich di piringku. Lantas dengan wajah bangun tidurnya yang seakan tanpa dosa itu, ia membawa dirinya duduk di depanku-memakannya, lalu dengan santainya kembali membicarakan sebuah nama yang telah ku hindari hampir selama lima tahun.

"Oh iya, lo udah denger kabar terbaru tentang dia?" tanyanya sambil mengunyah.

Aku mengendikkan bahu sekenanya. Berusaha tampak tidak peduli dengan kembali menikmati sarapanku dan berharap Lora segera mengganti topik pembicaraan.

Bukan apa-apa. Ingatan akan dirinya selalu berhasil meruntuhkan pertahananku begitu saja. Jadi sebisa mungkin, aku akan menepisnya demi tidak menggali luka lama.

"Lo udah tahu belum sih kalau Aksa-"

Garpu yang masih melekat dengan irisan sandwich itu langsung ku letakkan di atas piring. Kemudian aku mendongak. Menatap Lora dengan penuh keheranan.

Ia bilang, ada banyak hal yang ingin ia bicarakan padaku di sini, mengingat kami sudah lama tidak bertemu usai aku memutuskan untuk mengambil pendidikan Sarjana di London. Tapi mengapa dari banyaknya topik pembicaraan yang bisa ia bahas, Lora harus mengawalinya dengan topik itu?

"Lo dateng jauh-jauh ke sini cuma buat nanyain hal itu?" potongku, tidak habis pikir. "Seriously?"

Lora tidak langsung menjawab. Setelah melahap habis sandwich buatanku, ia bangkit sambil mencepol rambut hitamnya asal-asalan.

"Enggak... bukan gitu," sahutnya sembari berjalan menuju pantry apartemenku. Ia menuangkan segelas air. Meminumnya. Dan tidak lama kemudian, ia beralih mengambil mangkuk, menuangkan cereal dan susu.

"Gue cuma pengin tau aja, Na." sambungnya, yang seketika membuatku was-was.

Lora menengok ke arahku dan berkata, "Udah sampai mana sih usaha move on lo sebenarnya?"

Sontak, aku tercenung. Seperti seorang kriminal kelas kakap yang pada akhirnya tertangkap juga di ruang persembunyiannya, lalu dimintai keterangan lengkap mengenai kejahatan-yang tanpa sengaja-telah dilakukannya supaya hukum dapat segera memproses sanksi yang harus ia terima, aku hanya bisa menelan ludah. Terlebih, pandangan Lora yang masih terkunci padaku sampai ia kembali duduk, dan aura detektifnya yang terasa mulai menguar, entah mengapa membuatku jadi tidak bisa berkutik.

Kepingan Dua TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang