"Dari mana kamu?" Suara berat memenuhi telinga Rin saat dia mulai melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah bernuansa putih bersih.
"Tadi, Rin-
"Bolos?" Tanya ayahnya.
Rin kali ini sedang berhadapan dengan ayahnya, bunda yang biasa membelanya kini hanya diam duduk di sofa tanpa melihat Rin sama sekali.
"Maaf, yah," kata Rin pelan sambil menunduk.
"Gak ada kapoknya ya, kamu?"
"Ma-
***
[Name] merebahkan tubuhnya di kasur sambil menatap langit-langit. Dia masih bingung dengan tingkah Rin, padahal beberapa hari yang lalu sikapnya masih kasar. Saat dia mencoba mengingat sesuatu kepalanya terasa sakit lagi, dan itu membuatnya kesal.
"Kenapa ya? Kalau lagi sama Rin, kepalaku terkadang terasa sakit? Tapi tidak melulu sih," gumam [Name] pada dirinya.
Dia membenarkan posisinya dan mulai tertidur pulas.
Matahari mulai terlihat lagi, sinarnya memasuki jendela [Name] dan membuatnya terbangun.
[Name] menguncir rambutnya dengan cepat dan kemudian berjalan keluar dari rumahnya menuju sekolah.
Rin sudah sampai lebih dulu di kelasnya. Dia duduk dan menenggelamkan kepalanya di atas meja. Suasana hatinya sepertinya sedang tidak baik.
[Name] melihat Rin yang tidak seperti biasanya, tapi dia hanya mengabaikan Rin dan duduk ditempatnya. [Name] mengeluarkan buku gambar dan mulai menggambar sesuatu.
Rin merasa [Name] sudah datang saat mendengar suara gesekan bangku di sebelahnya, dia mendongak dan melihat [Name] sudah duduk dan menggambar sesuatu, seketika wajahnya yang masam kembali tersenyum jahil.
"Kau tidak menyapaku?" Rin tidak mendengar jawaban apapun dari wanita itu, dan itu membuatnya cemberut kesal.
"Ck, kau benar-benar membosankan." Katanya lagi dan memalingkan wajahnya.
"Kau berbicara padaku?" Tanya [Name] dengan santai dan masih fokus menggambar.
Wajah cemberut Rin menghilang dan terganti dengan senyuman puas.
"Menurutmu siapa?"
"Oh."
Mata Rin melebar saat [Name] terus fokus pada gambarnya, dia paling tidak suka jika di abaikan dengan seseorang yang berbicara dengannya.
"Apa kamu perlu mendengar ini? Aku akan mengatakan berkali-kali jika perlu. Kamu menyebalkan, kamu harus menatapku jika sedang berbicara denganku."
[Name] menghentikan gerak tangannya dan menatap Rin, lalu menopang dagunya dengan sebelah tangannya. Dia hanya diam menatap Rin dan menunggu lelaki itu mengatakan sesuatu lagi.
"Kau menyebalkan."
"Lalu?"
Rin merasa semakin kesal dan kemudian tangannya menggebrak meja tanpa dia sadari. Hal ini membuat murid lain menatap Rin heran.
"Jangan mengabaikan ku!"
"Iya, Rin. Aku kan sedang menatapmu?"
Belum sempat dia menjawab ucapan [Name], seorang guru datang dan memulai pembelajaran.
[Name] memperhatikan guru itu menerangkan pelajaran dengan baik dan mencatat hal yang menurutnya penting. Dia melirik ke arah Rin sebentar dan terlihat lelaki itu terus berdecak kesal.
Rin melihat ke arah jam tangannya, ia menggeleng kepalanya pelan karena waktu pelajaran selesai masih lama. Rin jelas merasa bosan dengan penjelasan guru itu, karena dia sudah mempelajarinya semalaman. Ini adalah kebiasaan Rin, meski tidak sering dia lakukan.
***
Bell istirahat yang Rin tunggu-tunggu akhirnya berbunyi, dia terlihat senang untuk sementara. Ketika [Name] melewatinya begitu saja dengan membawa buku gambar dan alat tulisnya, senyum senang Rin hilang dan digantikan dengan cemberut dan sedikit kesal.
[Name] pergi menuju taman sekolah dan mulai melanjutkan gambarnya. Awalnya dia berpikir Rin akan mengikutinya tapi ternyata tidak, dan akhirnya dia bisa menggambar dengan tenang.
Hingga tak terasa sudah waktunya untuk kembali ke kelas, jam pelajaran seterusnya dilanjutkan hingga pulang.
[Name] melihat Rin yang diam saja sedari tadi, pikirannya jadi tidak enak. Apa Rin benar-benar marah? Tapi sepertinya tidak mungkin.
Saat bell pulang berbunyi, [Name] membereskan barang-barangnya yang ada di meja dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Dia berdiri dari duduknya dan menghampiri Rin.
"Mmm... Rin, terima kasih karena kemarin kau tidak meninggalkanku sendirian. Kalau begitu aku duluan" kata [Name] sedikit gugup dan langsung pergi dari hadapan Rin.
Rin sedikit tersipu melihat [Name] yang tersenyum lembut saat mengatakan itu, dia diam untuk beberapa saat dan dengan cepat membereskan barang-barangnya lalu mengejar [Name].
"Terima kasih kembali, aku tidak mungkin meninggalkanmu yang tidak sadarkan diri sendirian disana. Seharusnya kau memujiku lebih dari itu," gumam Rin pelan dan kemudian berjalan di sebelah [Name].
"Aku ingin pujian, bukan kata terima kasih" katanya lagi saat sudah berada di sebelah [Name].
"Huh? Hmm? Pujian?" [Name] sedikit kaget dengan keberadaan Rin yang langsung meminta pujian. Dia berpikir sejenak sebelum melanjutkan ucapannya.
"Sepertinya kau orang yang baik, ya?"
"Hei, itu bukan pujian. Pujian itu seperti ini." Rin menghentikan langkahnya di depan [Name] dan membuatnya berhenti juga.
"Kau memiliki senyum yang indah, ku rasa aku menyukaimu." Kata Rin dengan senyumannya.
***
Jangan berharap sama manusia ya🙏🏼
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget Me Not || Itoshi Rin
Любовные романы------------------------------------------------------------------------- Menceritakan seorang gadis yang pernah terbully oleh laki-laki tampan bernama Itoshi Rin. [Name] tidak tahu alasannya mengapa Rin selalu menganggu nya, padahal dia sebisa mung...