Pencarian penawar racun dilanjutkan. Yoshi kembali ke dunia manusia seorang diri, mencari seorang diri tanpa bantuan ketiga sahabatnya. Dia tidak mau melibatkan mereka ke dalam masalahnya. Kakeknya mulai bergerak menjalankan rencana yang pastinya dimulai dari Yoshi. Orang terdekat Yoshi pasti jadi sasaran utama, oleh karena itu Yoshi harus menyelesaikan masalahnya sendiri.
Bebannya sebagai seorang pangeran yang hendak menjadi raja memang berat. Beruntung sekali rakyatnya setia padanya, tidak percaya pada berita palsu yang disebar di kerajaan. Berita terbaru berhubungan dengan dituduhnya dia sebagai orang yang meracuni raja. Mana ada rakyat yang percaya, bukti saja tidak ada. Walau mereka iblis, mereka mampu berpikir panjang sebelum percaya pada berita tersebut. Kalau percaya lalu Yoshi dipenjara, nanti semakin buruk situasi kerajaan.
Pada dasarnya Yoshi adalah orang baik. Orang-orang percaya padanya karena dia orang baik. Selama dia menjadi seorang pangeran yang membantu ayahnya, tidak ada kesalahan yang merugikan rakyat sampai ke titik terparah. Semuanya mampu diatasi. Terkadang rakyatnya berpikir heran, kapan pangeran mereka istirahat?
Setiap kali ada masalah, masalah tersebut selalu selesai paling lama satu minggu. Orang yang menyelesaikan atau sekadar memberi saran brilian adalah Yoshi. Kepintaran serta jiwa kepemimpinannya bisa mengarahkan rakyatnya ke hal yang benar untuk kerajaan tercinta. Yoshi sangat bertanggung jawab, rakyatnya dengan senang hati menjalankan perintah dan peraturan.
Yoshi adalah gambaran pemimpin yang baik untuk masa depan kerajaan, tapi kakeknya merusak semuanya. Semuanya jadi kacau, seharusnya Yoshi tidak perlu pusing mengurus masalah itu sampai bepergian ke sana ke mari. Seharusnya sekarang Yoshi duduk diam di istana, mempelajari banyak hal sebagai bekal menjadi raja yang baik seperti ayahnya.
Kembali kepada pencarian, Yoshi mendapat informasi bahwa penawar racun yang dia butuhkan adalah sebuah bunga. Bunga tersebut hanya terdapat di dunia manusia. Bunga itu cukup langka dan bisa hidup di dalam ruangan. Hal itulah yang menyulitkan dirinya. Harganya mahal, tidak ada orang yang mau menanamnya di halaman rumah, kalau dicuri bisa gawat. Tapi, Yoshi yang pusing mencarinya.
Harus cari ke mana lagi dia?
Posisi matahari berada di atas kepala. Terik matahari terasa membakar kulit (tentunya kalah panas dibanding kampung halaman Yoshi). Namun, tetap saja Yoshi berkeringat dibuatnya. Dia tidak terbang, dia berjalan kaki berkilo-kilometer jauhnya. Jangan remehkan iblis, stamina iblis lebih kuat dibanding manusia. Berjalan kaki sejauh lima belas kilometer bisa dia lakukan. Saat ini buktinya.
Haus, sih. Tapi Yoshi tidak mau berhenti. Waktu semakin sedikit. Bisa gawat kalau situasi tak kunjung membaik sampai hari penobatan tiba. Setidaknya sang ayah pulih kemudian mengurus kakek tua itu.
"Gila sih, kenapa bumi makin panas? Bersyukur banget gak kayak neraka. Ih, amit-amit deh."
Mengeluh juga pada akhirnya. Pantas, sih. Polusi di mana-mana, panas semakin menyengat kulit. Dia jadi ingin mandi, tapi tidak mungkin dia melompat ke sungai di sebelah kirinya. Disangka orang gila nanti.
Akhirnya dia berhenti, memilih duduk sebentar di warung pinggir jalan dan memesan segelas es teh. Sambil menunggu, dia pandang jalan raya yang awalnya ramai menjadi sepi. Mungkin orang-orang yang beraktivitas di siang bolong mulai berkurang karena panas. Yoshi juga tidak mau kalau tidak ada kerjaan, enak tidur di rumah sambil menonton film ditemani pendingin ruangan.
"Ini mas es tehnya."
"Terima kasih, mba."
Si Penjual tersenyum malu. "Masnya ganteng banget, udah punya pacar belum?"
Yoshi balas tersenyum. "Belum, soalnya ayah belum ketemu perempuan yang pas buat dijodohin sama saya, hehe," jawabnya.
Si Penjual sedikit tertawa. "Haha, masnya dijodohin? Saya kira zaman sekarang udah gak ada jodoh-jodohan."
"Ayah saya punya kriteria sendiri buat pendamping hidup dan emang cukup selektif," kata Yoshi lalu lanjut dalam hati, "ya iyalah, gue kan pangeran. Harus bener jodohnya, kalau enggak kacau nanti."
"Masnya gak marah?"
"Marah karena dijodohin? Saya gak marah karena saya tahu pilihan ayah saya itu yang terbaik buat saya."
"Maaf mas, bukannya mau menggurui atau gimana," Si Penjual agak kikuk, "kadang kita gak harus ikutin mau orang tua. Kita punya pilihan sendiri karena ini hidup kita. Kalau misalkan suatu hari nanti masnya ketemu seseorang yang mas sukai, masnya bakal tetap ikut pilihan ayah mas atau kejar orang itu dan buat ayah mas yakin? Cepat atau lambat itu bakal terjadi."
Yoshi yang tadinya mau membalas jadi diam. Si Penjual melanjutkan, "ini kembaliannya, saya tinggal dulu, ya. Saya lupa belum siram tanaman tadi pagi."
Pikiran Yoshi semakin bercabang. Banyak sekali yang harus dia pikirkan. Perkataan Si Penjual tidak mau dia pikirkan, tapi kenapa malah kepikiran?! Bikin pusing saja. Minum es teh tidak membuatnya tenang.
"Mba!" Panggil Yoshi agak keras.
Si Penjual keluar dari dalam. "Iya?"
"Saya mau tanya. Mba pernah lihat bunga yang bentukannya beda dari bunga lain, gak? Maksud saya bunga yang langka, kata orang baunya juga agak unik, terus bunga itu bisa jadi penawar racun."
"Nama bunganya?"
"Gak tau..."
"Aduh, kalau begitu agak susah..."
Bibir Yoshi menekuk ke bawah tanpa sadar. "Emang susah, kakek tua itu pengen gue bunuh beneran jadinya," gumamnya yang juga tanpa sadar.
"Hah?"
"Eh, gak kok, mba. Hehehehe."
Si Penjual tiba-tiba teringat sesuatu. "Saya jadi inget sama satu bunga. Bunga itu disebut bunga tanpa nama karena memang gak ada nama yang pas. Bunga itu bisa jadi penawar racun, tapi sayangnya susah dicari karena langka. Gak cuma langka tempat, tapi langka tumbuh juga. Masnya butuh banget, ya?"
"Iya, ayah saya sakit dan sebentar lagi ada acara penting yang emang gak bisa ditinggalin. Kalau ayah gak sembuh, orang yang celakain ayah saya bakal merasa menang. Saya gak mau situasi semakin buruk karena hal itu."
"Masnya sayang banget sama ayah?"
"Bagi saya, ayah adalah orang hebat. Saya gak tinggal sama ayah, saya hanya menginap sesekali kalau ayah saya butuh saya. Saya merasa belum jadi anak yang baik, karena itu sekarang saya mau buktiin ucapan sayang saya ke ayah."
Si Penjual tersenyum lembut, hampir meneteskan air mata. Yoshi sama dengannya, sangat sayang pada sang ayah yang sudah meninggal dunia. Dia yang kini hidup sebatang kara jadi rindu orang tua.
"Tadinya gue iseng bikin warung di sini dan nyamar jadi mba warung buat ngawasin daerah sini karena ada laporan dari anak buah iblis lo kalau ada beberapa hal yang gak beres di sekitar sini. Jangan putus asa gitu, dong. Gue cuma ngetes lo doang, habisnya bunga ini gak bakal gue kasih ke siapa pun, termasuk sahabat sendiri."
Si Penjual berubah menjadi orang yang dia kenal. Yoshi terbelalak kaget, ternyata dia Junkyu. Kenapa bau penyihir itu tidak tercium sama sekali? Apa Junkyu berhasil menciptakan mantra baru?
"Yosh, karena lo lolos dari tes yang iseng gue kasih, bunganya gue kasih ke lo. Yuk, masuk, bunganya ada di dalam ruangan gue."
"B-beneran? Segampang itu?"
"Ya beneran, gue emang tukang bohong, tapi kali ini beneran. Jangan nangis, malu sama mahkota yang lo punya."
Yoshi tahu itu hanya candaan, tapi Yoshi benar-benar ingin menangis. Semudah ini dia temukan penawar racunnya yang rupanya berada di tangan sahabatnya sendiri? Kalau begini, masalah penobatan pasti akan selesai dengan cepat. Dia pun bisa melihat ayahnya kembali.
"Makasih! Makasih banyak! Gue bakal balas semuanya nanti. Lo bebas minta apa pun dari gue, gue bakal kabulin!"
"Tetap hidup, saat ini cuma itu permintaan gue."
"Tanpa lo minta, gue bakal tetap hidup. Demi orang tersayang, demi kerajaan, demi kesejahteraan dunia. Gue bakal tetap hidup," balas Yoshi senang bukan main.
"Semoga lo bisa buktiin ucapan lo, ya... semoga apa yang gue lihat di ramalan gue gak jadi kenyataan..." Junkyu mengangguk tanpa mengatakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become The King | Kanemoto Yoshinori
FantasíaSpin off dari Ghory Series dan Zweitausend Series Yoshi akan membuktikan kalau dia pantas menjadi raja. Karena tahta raja adalah miliknya, hanya miliknya.