1. Olimpiade Nasional

244 35 0
                                    

Jam pelajaran pertama di kelas XI IPA 1 adalah pelajaran bahasa Indonesia. Seluruh murid mendapat tugas kelompok untuk presentasi. Kali ini giliran kelompok lima yang mempresentasikan materi mengenai proposal. Marseille Wijaya termasuk salah satu anggota kelompok tersebut. Dia membawakan presentasi dengan nada yang jelas (tidak terlalu keras, tidak juga terlalu pelan). Kalimatnya pun runtut dan dapat dipahami.

Setelah presentasi selesai, dibukalah sesi tanya jawab. Beberapa orang mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan. Salah satu murid bertanya mengenai kaidah struktur kebahasaan proposal, yang mana sudah tercantum poinnya dalam power point dan dijelaskan secara rinci oleh Mars.

Mars menegur si penanya, berkata apabila dia sudah menjelaskan terkait materi tersebut, tetapi dia tetap mengulangi penjelasannya. Kemudian dia memberi penuturan, "Dimohon untuk mengajukan pertanyaan berdasarkan analisis dari pemikiran kalian, sesuatu yang menurut kalian terasa janggal—berbeda dengan pendapat kalian, atau betul-betul tidak dimengerti. Bukan berdasarkan apa yang telah dijelaskan."

Shana yang mendengar itu entah kenapa menjadi tersulut, lalu dia berujar, "Bukannya kita semua punya hak untuk bertanya, selagi pertanyaan itu masih berkaitan dengan materi?"

"Kalau sudah dijelaskan, untuk apa kembali ditanyakan dan membuat presenter menjelaskan ulang? Itu tidak efektif dan efisien." Mars membalas dengan tegas.

Keduanya pun beradu argumen. Berakhir dengan Pak Arif—selaku guru bahasa Indonesia—yang mulanya diam menyimak, jadi mengeluarkan suara untuk menegur keduanya agar menghentikan perdebatan.

"Marseille, Ashana, kenapa jadi ribut?" Pak Arif, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang sejak tadi hanya diam menyimak, angkat suara. "Sudah, jangan berdebat. Lanjutkan. Jawab saja pertanyaan yang tadi diajukan."

Mars melayangkan sorot tajam pada Shana, yang dibalas tatapan tak kalah tajam dari gadis itu.

•••

"Shana."

Juan memanggil Shana yang sedang tenggelam dalam kegiatannya membaca buku. Gadis itu tidak mendengar panggilan Juan sebab kedua telinganya tersumpal oleh earphone yang terhubung dengan ponselnya, asyik mendengarkan koleksi lagu favoritnya. Bagi Shana, membaca buku sambil mendengarkan lagu merupakan kombinasi yang sempurna.

Melihat Shana yang tak mengiraukan panggilannya, Juan mendengus. "Buset gua dikacangin."

"Dia lagi pake earphone, Ju," sahut Daniela, teman sebangku Shana, lalu dia mencabut sebelah earphone Shana membuat gadis itu menoleh dengan sorot bertanya.

"Kenapa Dan?"

Daniela menunjuk Juan yang berdiri di dekat Shana dengan dagunya. "Dipanggil Juan."

Shana seketika mengalihkan tatapannya pada Juan. "Kenapa Ju?"

"Tadi gue ketemu sama Bu Belinda. Bu Belinda nitip pesen lo diminta menghadap beliau di ruang guru pas jam istirahat kedua." Juan berujar, menyebutkan nama wali kelas mereka.

"Emangnya ada apa?"

Juan mengangkat kedua bahunya. "Kurang tau. Bu Belinda cuma bilang gitu, gak ngasih tau alasannya."

"Okay. Thank you, Juan," ucap Shana disertai senyuman.

"Sip." Juan berbalik, kembali ke tempat duduknya.

Kini Shana dihampiri oleh rasa khawatir mengenai Bu Belinda. Dia tidak pernah berbuat macam-macam (dalam konteks negatif) selama di sekolah. Mana mungkin wali kelasnya meminta Shana menghadapnya karena sesuatu yang negatif, kan?

"Dan, Bu Belinda nggak akan apa-apain gue kan?" Shana bertanya pada Daniela. "Duh, gue bikin salah apa ya, perasaan gak ada. Gue gak pernah bikin keributan, atau permasalahan lain yang berakibat fatal kok."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trouvaille | BbangsazTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang