Other Side - Chapter III

284 40 13
                                    

Aamon bersantai di single sofa kesayangannya. Tentu dengan berbagai kertas dalam genggamannya, juga laptop yang menampakkan berbagai grafik rumit di depannya.

Kaca mata bertengger apik di hidung mancungnya, rambutnya yang sedikit basah ia silakan ke belakang. Jangan lupa dengan lengan kemejanya yang ia lipat hingga siku. Sungguh pemandangan yang memanjakan mata andai saja kalian bisa melihatnya.

Konsentrasinya pun benar-benar luar biasa. Tak sedikitpun terganggu dengan dengung suara dari sahabatnya yang asik bertengkar. Entah apa yang mereka bahas. Juga suara dari penggorengan yang Xavier gunakan. Sama sekali tak memecah fokusnya.

Namun sayang, hal yang bisa mengalihkan seluruh fokusnya datang dengan tergesa, menutup pintu dengan keras dan berlari menuju kamarnya.

Adiknya terlihat ketakutan.

Bukan hanya Aamon yang mengalihkan perhatiannya, bahkan ketiga sahabatnya pun tak bisa mengabaikan sekelebat bayangan sang adik yang masuk tergesa.

Lantas belum sempat mereka mengalihkan pandangan dari pintu kayu itu, Gusion kembali keluar dengan wajah pucatnya.

Ada apa dengan adiknya? Kenapa seperti melihat hantu di kamarnya sendiri?

"Kamu kenapa dek?" Tanyanya saat dirinya sudah berjongkok di depan Gusion yang kehilangan kesadarannya sedetik kemudian.

Ia saling tatap dengan ketiga temannya. Mengangguk seakan mengerti hanya dengan tatapan mata. Mereka mulai keluar rumah, hendak memeriksa sekitar.

Selagi ketiga temannya mencari hal janggal yang tak kunjung didapat, Aamon membawa adiknya ke kamar tamu yang sering Sion gunakan dahulu. Sepertinya kamar adiknya saat ini tidaklah aman.

Aamon menatap setiap sudut ruangan, menelisik dengan teliti setiap jengkalnya. Enggan memberikan cela bahkan untuk seekor semutpun kabur. Menatap tajam, waspada pada setiap kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi saat itu juga.

Namun nihil, keempatnya tak juga mendapati sesuatu yang berarti.

"Mungkin emang lagi capek anaknya." Xavier yang memberi tanggapan pertama, mengklaim bahwa kekhawatiran mereka sedikit berlebihan. Toh sudah tak ada yang akan menyakiti adik kecil mereka seperti dulu.

"Kali aja, kelas dua belas walaupun awal kan tetep banyak tugasnya. Apalagi Sion nafsu makannya turun. Mungkin emang lagi capek." Zilong mendukung, mengangguk setuju dengan pendapat Xavier.

Aamon menghela napas, mungkin memang seperti itu.

"Oke, tapi jangan ada yang lengah." Ujarnya.

"Kayak sama siapa aja lo ngomong gitu, aman kali Mon." Alucard menepuk keras bahu Aamon dua kali, tertawa dan melenggang pergi begitu saja.

Zilong dan Xavier ikut menepuk bahu Aamon, lantas menyusul Alucard yang sudah pergi ke kamarnya.

Benar, ia tak perlu meragukan mereka. Pun dirinya tau bahwa semua ancamannya sudah musnah saat ini. Namun anggap saja dirinya berlebihan, karena waspadanya tak juga turun saat ini.

[Other Side]

Sinar matahari menerobos paksa celah gorden yang menutupi jendelanya. Itu cahaya yang menyilaukan untuk jam enam pagi. Lebih dari cukup membuat Gusion terperanjat dari tidurnya. Bila ia bisa sebut itu sebagai tidur. Karena seingatnya, ia jatuh pingsan saat melihat bayangan seseorang dari jendelanya.

Ini bukan kamarnya, Gusion tau itu. Tapi ini kamar yang cukup ia kenali, bahkan tak jarang ia menggunakan kamar ini dulunya. Tentu sebelum dirinya terbebas dari belenggu kehidupannya dahulu.

[Other Side - The squel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang