Foto Bersama.

5 3 0
                                    


~𖹭~

Sore itu kita latihan drama di tempat biasa ditemani oleh sutradara dan astrada yang merupakan kakak tingkatku. Saat itu aku hanya berpikir, "Apa aku bisa melakukannya?" "Ah, kenapa aku malah menawarkan diri untuk mengambil peran ini sih?" "Apa aku tukar peran dan mengambil peran utama ya?"

Begitu banyak keraguan dalam hati dan pikiranku, ditambah lagi aku yang tidak bisa merasakan chemistry di antara aku dan dia. Aku takut gagal. Aku takut penampilan drama pertamaku ini gagal.

Terkadang, aku iri melihat anggota kelompok lain yang bisa akrab dengan sesamanya. Sulit sekali bagiku untuk mengakrabkan diri dengan yang lainnya. Setelah latihan pada bagian kami selesai, kami mulai sibuk secara masing-masing. Dari awal pun sebenarnya aku sudah tidak berharap banyak dari kelompok ini karena tak satupun ada yang akrab denganku.

Ditambah lagi ada satu anak laki-laki yang tidak banyak bicara. Tapi baru ku sadari sekarang, bahwa aku tertarik dengan kehidupannya. Sejak awal aku melihatnya pun mataku tidak bisa untuk tidak curi-curi pandang terhadapnya. Entah karena wajahnya yang lumayan oke, katanya sih dia ada keturunan Jepang.

Pertama kali aku melihatnya adalah saat ospek fakultas, aku melihatnya secara tak sengaja karena kebetulan kami berada di barisan yang sama. Yah, mataku ini juga membutuhkan asupan nutrisi tentunya. Yang terlintas di pikiranku pertama kali saat melihat wajahnya adalah, "Wah, gila, ganteng juga tuh cowok. Udah gitu hidungnya mancung banget lagi. Tapi auranya kayak wibu, mungkin jurusan sastra Jepang." Hanya sampai di situ dan kami pun sibuk dengan kegiatan masing-masing

Lalu tanpa ku sadari ternyata aku sekelas dengannya. Dia orangnya santai, tidak banyak omong, dan juga tidak terlalu aktif di kelas. Bahkan aku juga jarang sekali melihatnya dekat dengan kawan-kawan cowok yang lainnya di saat semuanya sudah menentukan circle masing-masing. Tapi saat itu aku tidak terlalu peduli.

Barulah saat latihan drama ini kami berjumpa lagi. Aku tidak tau apakah dia itu memang sosok yang tidak banyak omong atau gimana. Ditambah lagi ia juga meminta agar perannya nanti tidak banyak omong. Sayangnya sutradara kami malah memberikan banyak dialog kepadanya.

Selama latihan, dia sering sekali mendapat banyak kritik dari kakak tingkatku itu karena dia sangat kaku. Sesekali dia juga membuat kami tertawa karena dialeknya yang lucu serta tingkahnya yang juga kadang bikin kami tidak habis pikir. Kok bisa dia kepikiran buat kayak gitu?

Makin lama masa-masa latihan jadi yang paling seru selama kuliah, sejauh ini. Yang awalnya aku sangat malas untuk pergi ke fakultas, kini aku dengan senang hati melangkahkan kakiku ke sana.

Latihan sore itu, dia sibuk sekali dengan tugasnya. Bahkan ku lihat di mencatat satu-satu tugas itu. Terbesit di hatiku untuk membantunya. Lalu sedetik kemudian aku tersadar dan bertanya pada diriku ini, "Memangnya aku siapa? Dia juga siapa? Kenapa juga aku malah sok peduli".

Aku sangat menikmati latihan sore itu. Semangat ku yang datang tiba-tiba membuat jadi aktif melebihi yang biasanya sampai kakak tingkatku keheranan sendiri melihat aku yang tiba-tiba bersemangat. Aku melompat dan berjoget ria dengan kelompok lain yang mana mereka sedang menyalakan lagu dangdut. Haha, belum tau saja mereka aku punya playlist khusus lagu dangdut.

Aku hanya menikmati angin sore itu. Lalu tiba-tiba panitia dokumentasi datang. Aku langsung berhenti dan bersiap untuk difoto bersama anggota kelompokku yang lain. Aku memperhatikannya masih sibuk mencatat tugasnya.

Aku pun akhirnya berinisiatif untuk menarik tangannya dan mengajaknya untuk ikut berfoto bersama. Untung saja hasil fotonya bagus.

Setelah hal itu, fokusku beralih padanya. Aku masih memperhatikannya mengerjakan tugas itu. Hingga akhirnya langit sudah mulai menghitam pun aku masih terus memperhatikannya. Aku pun juga melihat tugas yang sudah kau kerjakan dari sore tadi.

Salah, tugas yang ia bikin banyak salahnya. Aku tersenyum miris menatapnya. Akhirnya karena rasa tidak sabaranku yang tidak bisa lagi ku pendam, aku pun mengoreksi tugasnya. Dia diam mendengarkan. Aku tidak tau apakah ini mataku yang salah atau gimana, tapi wajahnya saat mendengarkan dan menyimak apa yang aku katakan itu sangat menggemaskan.

Memangnya boleh ya selucu ini?

~𖹭~

Is It Called Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang