YEAR 3: Felix Felicis

290 46 4
                                    

Tolong jangan tanya mengapa July bangun dengan dua buah kantung besar di bawah matanya. Dia tak bisa tidur semalaman akibat berpikir kenapa dia berada di Ravenclaw daripada di Gryffindor. Kenapa? Apa yang salah dengannya? Tentu ia sendiri tak tahu pasti – namun, mengingat July adalah satu-satunya Weasley yang bukan seorang Gryffindor, sudah cukup membuat hatinya dilanda badai gemuruh. Bingung, sedih, sendiri.

"Aku dengar, Mr. Potter memang seharusnya bukan di Gryffindor. He was born slytherin! Tapi dia bilang dia tidak ingin di sana, makanya Sorting Hat menempatkan dia di Gryffindor," Jelas Lizzy sembari mengenakan dasi dan robe, hendak bersiap-siap untuk jadwal kelas hari ini.

"Jadi... tidak heran kalau Kak Albus di Slytherin, dia memang keturunan Slytherin. Lalu kenapa aku... bukan di Gryffindor...?" Respons July lesu, dia menenteng robe miliknya di tangan, bersandar pada pintu kamar asrama perempuan.

"Kita pikirkan itu nanti – astaga, cepat pakai robe-mu!" Tegas Lizzy, menggandengnya keluar dari sana dan menuruni tangga melingkar.

"Iya-iya," July memakai robe miliknya tak bersemangat, "Pelajaran apa hari ini?"

"Potions class," Celetuk Lizzy. "Itu artinya kita dan... Ya ampun, Slytherin lagi!"

Dahi July mengerut tanda tak mengerti.

"Kenapa?"

"Kita akan berada di kelas yang sama dengan Slytherin," Kata Lizzy, jelas ada raut kesal di wajahnya. "Dan itu bukan hal yang baik, kau tahu itu."

July mendengus. Harinya rusak di pagi yang cerah mengingat ia akan bertemu Malfoy hari ini. Sungguh mimpi buruk.

"Hey! Weasley!"

Langkah mereka terhenti oleh interupsi seseorang — Jay, berdiri di ujung koridor bersama dua tikus yang senantiasa mengikutinya kemana-mana; Jean dan Nick tentu saja. Wajah July memerah kesal, baru saja dia berpikir betapa hari ini akan menyebalkan karena bertemu dengan tiga kunyuk iseng!

"Apa yang kira-kira akan Profesor Slughorn lakukan saat melihat anak baru tidak memakai dasinya?" Kata Jay, mereka bertiga kemudian terkikik-kikik.

July lantas melihat ke bajunya – dan benar saja, dia lupa memakai dasinya!

"Astaga, aku tidak memperhatikan..." Ucap Lizzy pelan, dia buru-buru menggandeng July untuk kembali ke asrama dan mengambil dasi July yang – mereka pikir – tertinggal.

"Kalian mau kemana? Mencari ini?" Sahut Jay sekali lagi, menunjukkan dasi biru di tangannya dengan seulas senyuman jahil.

"Oh, tidak..." Lizzy mengerang kesal.

"Jay, kembalikan!" July berlari kecil ke arah bocah Slytherin itu, mereka bertiga malah lari besar-besar menyusuri koridor sambil terkikik geli dengan July yang susah payah mengejar langkah besar mereka. Astaga, kenapa bisa mereka lari secepat itu? "Malfoy!!!"

"Kejar aku, Veela! Ayo! Kenapa muncungmu tidak keluar?" Jay tersenyum puas melihat July yang sudah mulai semakin dekat, lantas ia berhenti dan melempar dasi itu ke atas, tangannya terangkat dan menganyunkan wand kebanggaannya. "Wingardium Leviosa!"

Dan Voila! Dasi July melayang di langit-langit koridor. Jay, Nick, dan Jean tertawa semakin keras. July yang tak tahan kemudian melangkah marah ke arah mereka bertiga dengan tangan mengepal.

July mengamit Wand dari dalam saku robe, menodongnya persis ke wajah Malfoy. "Sternius!"

Nick dan Jean sontak mundur perlahan-lahan, lari meninggalkan Jay yang mulai merasa gatal pada hidungnya. July tentu tak membiarkan mereka begitu saja, dia kembali mengayunkan Wand miliknya pada kedua tikus pengganggu itu. "Rictumsempra!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

One-eighth Veela, 젱양Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang