Chapter 17 : The Yellow Shoelaces

494 57 23
                                    

"You can count on me like 1, 2, 3 i'll be there, and i know when i need it i can count on you like 4, 3, 2 and you'll be there. Cause that's what friends are s'posed to do."

<< Count On Me - Bruno Mars >>

<< Count On Me - Bruno Mars >>

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***


"Fan?" panggil Gara tiba-tiba setelah kepergian Harsa.

"Hmm, kenapa? lo butuh sesuatu?"

Gara menggeleng cepat. "Tadi Harsa di sekolah gimana? Gak ada hal aneh yang dia lukain, kan?"

Jaffan mengangguk pelan, sebenarnya dia tidak berniat untuk membohongi Gara, tapi kali ini dia harus melakukannya, demi kebaikan Gara sendiri. "Iya, dia baik-baik aja, kok. Cuma, hari ini dia terlihat lebih diam, gak berisik kayak biasanya dan mungkin karena lo gak masuk sekolah hari ini, makanya dia jadi sedikit pendiam. Tapi lo tenang aja, gue yakin pasti dia baik-baik aja," jawabnya dengan nada yang tenang agar Gara tidak curiga. Dan pada kenyataannya, apa yang dikatakan oleh Jaffan itu tidak sepenuhnya berbohong, dia hanya berbohong sedikit.

"Lo yakin alasannya cuma karena gue yang gak masuk sekolah? Bukan karena hal lain?" Gara yang merupakan seorang jenius itu pun tidak mudah dibodohi begitu saja.

"Ya, gue rasa sih cuma karena itu. Tapi gak tahu juga soalnya dia gak cerita apapun sama gue."

"Mungkin lagi ada hal yang lagi dia pikirin aja, Ga. Gak usah terlalu dipikirin ya. Kita tahu kan Harsa itu orangnya kayak gimana. Percaya deh sama gue kalo dia baik-baik aja,"Ardhan yang tidak tega melihat Jaffan menjawab sendirian itu pun ikut angkat suara.

Gara terdiam, tidak membalas ucapan dari Jaffan maupun Ardhan. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri. "Gue lebih dulu kenal Harsa daripada kalian berdua, jadi gue tahu kapan dia baik-baik aja dan kapan dia lagi gak baik-baik aja. Dan gue tahu kalo Harsa lagi gak baik-baik aja, dia gak akan kayak gitu tanpa alasan, pasti ada alasannya. Tapi apa alasannya? Apa jangan-jangan, dia kayak gini karena denger pembicaraan gue, Mama, dan Papa semalem?"

Sementara itu, Harsa sedang berusaha mati-matian menahan rasa sakit yang menyerang kepalanya. Kepalanya sangat sakit, saking sakitnya dia merasa kepalanya akan pecah detik ini juga. Rasa sakitnya terasa lima kali lipat daripada yang dia rasakan kemarin. Dia yang duduk di sudut kamar mandi itu mengerang kesakitan sambil menjambak rambutnya, berharap hal itu bisa menghilangkan rasa sakit yang menyerang kepalanya. Bukannya mereda, rasa sakit itu malah semakin menjadi bahkan diiringi oleh rasa pusing yang membuat kepalanya terasa berputar seperti gasing. Beberapa detik kemudian, Harsa mengarahkan wajahnya ke kloset dan dia pun akhirnya memuntahkan semua isi perutnya, sama seperti Gara kemarin, dia muntah berkali-kali sampai hampir pingsan, saking lemasnya. Setelah itu rasa sakit dan pusing yang menyerang kepalanya perlahan mulai hilang.

ETERNITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang