Bab 3

84 9 0
                                    

Baldwin duduk di atas kursi roda dengan tenang, melihat ketekunan Salahuddin mengobati luka Cakar di wajah Jinny. Beberapa kali dia mendengus dengan keras dan keras.

"Aku tahu kamu bodoh, tanpa kamu melakukan hal ini, aku tahu kamu bodoh! Tidak perlu menunjukannya dengan begitu lugas." Gerutu Salahuddin ingin memukuli putrinya.

"Hanya karena pria ini terlalu rendah hati, lantas kamu ikut melompat ke selokan? Dan kamu (beralih menatap Baldwin dengan berang) kamu tidak percaya pada dirimu sendiri telah di cintai oleh putriku? Kenapa kamu berpikir bahwa kamu tidak pantas, huh? Jika itu tentang wajahmu yang rusak, jadi kenapa? Tidak semua manusia di dunia ini terlahir dengan hati yang busuk. Putriku bodoh, tetapi dia sangat baik dan baik. Jika kamu merasa rendah dan tidak pantas, maka buat dirimu menjadi pantas. Ikat dia dengan sesuatu yang tidak dapat dia sesali telah memilihmu. Buat anakku tergantung pada kehadiranmu. Jika diperlukan, buat dia tidak bisa kentut tanpa melihat wajahmu terlebih dahulu. Kenapa kamu membuat dirimu sendiri menjadi bahan lelucon, huh?"

Amarah Salahuddin sudah di ambang batasnya. Dia tidak tahan melihat mereka terus menjadi hitam dan putih. Karena itu sangat konyol. Mereka saling memiliki hati satu sama lain tetapi keduanya kesulitan untuk menemukan titik temu. Hubungan mereka seperti terjebak di dalam labirin. Berputar-putar pada ruang yang sudah di ketahui namun sulit untuk menemukan jalannya.

Baldwin hendak membuka mulutnya namun Salahuddin tidak membiarkan dia bicara.

"Aku mempercayakan putriku padamu, karena aku tahu, bahwa kamu adalah apa yang dia inginkan. Dengan bersamamu dia akan menjadi lebih bahagia. Tetapi di sepanjang tahun berlalu, yang aku ketahui hanya pertengkaran tanpa akhir. Kalian sudah memiliki Husein di sini, tidakkah kalian memikirkannya? Bagaimana pengaruh ketidak harmonisan kalian terhadap tumbuh kembangnya? Dia memerlukan kasih sayang kalian orang tua. Jangan hancurkan dia dengan keegoisan kalian, terutama kamu (Baldwin.).
.
.
.
.
.
.
.
Salahuddin pergi setelah merawat Jinny. Dan seseorang datang untuk mengemas barang-barang. Hari ini, setelah kunjungan seorang dokter, memastikan kondisi  Baldwin sudah lebih baik, ia mengijinkannya  untuk pulang.

" Hari ini kita akan kembali ke rumah."

Baldwin menatap Jinny, melihat wanita ini berbenah dengan telaten.

"Husein tidak akan datang, dia menunggu kita di rumah."

Penjelasan seperti ini sangat baru. Sebelumnya, di kehidupan yang lain Baldwin hanya hidup seorang diri. Secara teknis, tidak. Hanya saja dia tidak memiliki kontak yang cukup dekat dengan banyak orang bahkan sybilla.

Berapa banyak kiranya orang yang telah berbicara? Selain kasus penting, mereka tidak akan repot untuk berkomunikasi dengan ku. Tetapi di dunia ini begitu berbeda. Seorang wanita yang menjadi istriku sekarang, dia terus berusaha lebih akrab.

Jinny melihat Baldwin tertegun menatapnya. "Ada apa?"

Dia menarik Pandangan, dan perasaan gugup secara ajaib menyelimutinya. Aku seorang raja, berbicara atau menatap seseorang adalah hal biasa tetapi melihat juga beradu tatapan cukup membuatku grogi.

"Tidak ada."

Seseorang datang, mengambil semua barang dari kamar rawat Baldwin. Wanita itu mendorong kursi roda Baldwin, berjalan ke tempat parkir.

Mata Baldwin tidak pernah berhenti untuk mengedar. Dia melihat semua jenis pemandangan yang baru.

Mungkin menjadi tidak berguna (cacat) tidak buruk. Setidaknya Jinny tidak akan mencurigai ku.

Jinny membantu Baldwin memasuki mobil. Itu adalah Audi hitam yang mempesona. Sejak duduk dia atas kursi, Baldwin tidak menutupi kekaguman pada setiap detail kereta ini. Dan begitu Jinny mengambil tempat di balik kemudi, Baldwin terus menatapnya.

Raja Lepra Menyebrangi  WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang