Jam menunjukkan pukul 8 pagi. Tapi ada satu entitas yang sedang sibuk terlelap dalam selimut di ranjangnya. Siapa lagi kalau bukan Mingyu. Yah, karena dia baru saja pulang dari agensi tengah malam tadi—karena pekerjaan tentunya—membuatnya lelap sekali, mungkin karena lelah.
Klik. Seseorang berhasil membuka pintu apartemennya. Orang itu dengan santai berjalan sambil menenteng beberapa plastik, berisi makanan? Mungkin. Menaruhnya di pantry, lalu mengambil sebuah mug yang berencana untuk ia gunakan menyeduh teh. Dia seakan tahu seluk beluk apartemen ini, seolah-olah sudah seringkali mampir.
Siapa kira-kira?
Sesudah menyesap teh hangatnya, ia menarik tungkainya untuk menuju sebuah kamar. Yang tentu saja, kamarnya si empu apartemen.
Menghela napas. Kemudian ia bergerak untuk membuka gorden, dengan harapan masuknya sinar matahari dapat menggangu ketenangan tidur si pemilik kamar. Namun nyatanya tidak. Mingyu tidak terganggu sedikitpun.
Seperti mayat hidup saja. Pikir orang itu.
Tiba-tiba terlintas ide jahil dalam pikiran pelaku pembuka gorden tersebut. Mendekati ranjang sambil tersenyum licik. Ia tahu, sangat hapal malahan. Saat tidur, Mingyu jarang sekali—mungkin hampir tidak pernah—mengenakan atasan ketika tidur. Tidak peduli betapa dinginnya ac yang dinyalakan.
Dalam hitungan ketiga, ia menarik selimut dan langsung menduduki perut Mingyu. Sedikit membungkukkan badan, guna medekatkan wajahnya dengan wajah si korban. Sesaat dia hampir terlupa akan misinya membangunkan Mingyu, akibat terlalu lama memandangi pahatan sempurna didepannya. Wajah tampan, alis tebal, hidung mancung, dan jangan lupakan rahangnya yang tegas. Sungguh, kombinasi yang pas dan bisa membuatnya gila. Meskipun wajah tersebut tidak tertutup make up seperti biasa saat sedang perform. Tapi ia tidak peduli, baginya bare face Mingyu setiap saat, setiap waktu, mampu berhasil membuatnya jatuh untuk kesekian kali.
Hah, ia bersyukur bisa memiliki orang ini.
“Bangun pemalas,” katanya sambil meniup wajah tampan itu.
Tampaknya usahanya mulai berhasil. Terlihat dari wajah Mingyu yang merengut, dan perlahan membuka kelopak matanya. Sedikit pusing karena cahaya yang tiba-tiba masuk dalam penglihatannya. Mulai memfokuskan pandangan, dan menyadari ada seseorang berada di atas tubuhnya. Saat nyawanya sudah terkumpul, senyumnya pun terbit setelah menyadari siapa sosok itu.
Bukannya menuruti apa yang dikatakan orang tersebut, Mingyu malah melingkarkan lengannya pada pinggang ramping di atasnya. Salah satu tangannya naik untuk mengelus pipi mulus dan merona alami milik pacarnya. Ya, kalian tidak salah. Catat itu, pacarnya.
“Selamat pagi, kookie.”
Oh, ternyata Jungkook.
Yang diucapkan hanya mengerling malas.
“Cepet bangun atau mau ku seret?”
Balasnya galak dengan mata sengaja melotot. Inginnya terlihat seram, tapi di mata Mingyu jatuhnya malah menggemaskan. Bayangkan, siapa yang tidak gemas disuguhi pemandangan mata doe bulat yang sangat cantik. Apalagi dengan style rambutnya yang sedikit dikuncir. Mengingat rambut Jungkook memang panjang. Meski sedang acting marah, tidak mengurangi kadar kegemasannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just Two of Us
Fiksi PenggemarHanya sepenggal kisah antara Mingyu dan Jungkook. Selamat membaca!