Prolog

135 12 8
                                    

Dunia memang adakalanya terasa sama sekali tidak berputar. Padahal hari, bulan dan tahun tak pernah bosan untuk berganti. Harusnya insan yang ada dalam kejaran waktu itu harus selalu menatap, menanti dan menghadapi apa yang ada di depan.

Namun, terkadang masa lalu mengikat kedua tungkai bahkan pikiran terlampau erat, hingga ketika melangkah, tak jarang hal itu membuat kita tersandung berkali-kali lalu tenggelam dalam nostalgia yang disajikan pikiran tanpa ketukan meminta ijin. Belum lagi di dalam memori masa lalu yang menempel erat dalam pikiran tersebut, hidup seorang yang ingin dilupakan, tetapi malah selalu berakhir diingat lalu mengundang ribuan malam tanpa tidur lelap yang nyaris membuat akal tak waras.

Begitulah hidup yang Edna Primrose jalani saat ini. Gadis berambut platinum blonde yang begitu enggan memasuki taksi yang telah dipesannya itu, kini hanya berakhir menatap keluar jendela kendaraan tersebut dan berusaha menghanyutkan diri dalam suasana sore yang mulai menggelap. Ia bahkan sangat ingin untuk terlelap sehingga pikirannya tidak membongkar memori lebih banyak lagi dan mengusik pilihannya lebih jauh. Namun, ia memang tak pernah memiliki kontrol sepenuhnya. Pikirannya tetap saja mengelana, satu sisi mendukung pilihannya, di sisi lain juga mengecamnya.

Ia benci mengakui bahwa dirinya sedikit bimbang akan keyakinan dan pilihan yang ia ambil baik sekarang maupun pada hari sebelum ia meninggalkan kota.

Apa dirinya akan baik-baik saja jika kembali ke kota itu?

Edna menghela napas pelan, terlihat lelah bahkan ketika perjalanannya kembali menuju kota tempat ia sempat tinggal sewaktu kecil, belum mencapai setengahnya.

Sesungguhnya, ia bahkan hanya kembali untuk membersihkan rumah dan mengambil barang-barang yang mungkin masih tertinggal, sebelum menjual rumah tua itu. Tapi, fakta bahwa rumah itu seakan menjadi saksi bisu kejadian yang melibatkan laki-laki yang selalu mengganggu pikirannya itu, menjadikan alasannya kembali walau hanya sekejap, tidaklah hal yang mudah untuk diputuskan.

Wanita itu kini akhirnya berhasil membiarkan punggungnya bersandar lebih tenang pada kursi belakang taksi, membiarkan memori dalam pikirannya tetap berputar meski memaksanya mengingat hal yang memang selalu menempel pada pikirannya.

Awalnya orang tersebut bukanlah awan kelabu pembawa badai ganas dalam langit hidup Edna yang tidak bisa dikatakan cerah.

Dia hanya orang yang memasang badan saat dirinya dikucilkan di sekolah dasar. Lalu menjadi satu-satunya teman dekatnya dan nyaris selalu menemaninya seperti adik laki-laki nakal nan usil.

Seorang laki-laki bermata bulat penuh keingintahuan yang selalu menemaninya membeli berbagai jenis snack dan roti isi di sebuah toko kecil yang letaknya sejalan dengan rumahnya.

Seorang yang tak mau kalah bahkan tak segan menarik ujung kepangan rambutnya ketika dirinya ketahuan mengintip ketika bermain petak umpet.

Seorang yang seakan begitu hapal dengan tingkah lakunya hingga bisa menirunya dengan begitu apik sampai nyaris membuat pipinya kram karena tawa yang tak berhenti.

Seorang yang bertingkah layaknya kakak laki-laki yang super protektif ketika mengetahui perasaannya yang berbunga-bunga hanya karena melihat seorang kakak kelas yang memiliki senyum menawan.

Seorang yang tiba-tiba bisa mengetuk jendelanya, melambai dari balik pepohonan ketika dirinya tak bisa tidur di malam hari.

Jujur saja, orang itu sempat menjadi seorang yang sangat berarti dalam hidupnya.

Namun, aliran air yang terlihat tenang pun sesungguhnya bisa membuat seseorang mengambang dan berwarna biru keunguan. Hutan yang terlihat begitu memesona pun bisa membuat seseorang tak sadar menggantung dirinya pada salah satu ranting pohonnya.

Mungkin jika ia tak segera dibawa keluar dari kota itu, namanya akan segera tertulis di akta kematian.

Luke Cassius memberinya begitu banyak memori; dari yang terasa manis hingga pahit serta dari yang mengundang senyum hingga mengundang rasa mual yang mengoyak perut.

Satu sisi, ia ingin melupakan pria itu  dan membuang memori yang dia bawa tanpa permisi. Di sisi lain, Edna merasa tak cukup hanya menyingkirkan pria itu dalam kehidupannya begitu saja tetapi juga ingin benar-benar menghukumnya.

Tapi, bagaimana caranya? Apakah hal yang dia percayai selama ini adalah kebenaran dan pengakuan laki-laki itulah kebohongan sesungguhnya?

Apa dirinya akan baik-baik saja ketika bertemu kembali dengan laki-laki itu?

Tapi, untuk apa dia begitu khawatir akan hal tersebut? Bukannya lelaki itu yang bersalah?

Edna menekan kedua belah bibirnya kuat, sekali lagi meyakinkan pilihannya.

Tidak, orang itu bahkan benar-benar bersalah. Bahkan kini ketika ada kemungkinan mereka akan bertemu kembali, tak ada rasa goyah yang diperlukan.

Karena laki-laki itu telah mengubah hidupnya.

Luke Cassius telah memaksa jarum jam dalam hidupnya untuk berhenti pada satu titik. Tepat beberapa hari sebelum hari ulang tahunnya yang ke-16. Pada suatu hari di mana tidak terlihat adanya suatu kejanggalan yang kentara. Hari biasa di mana mereka baru saja saling melempar lelucon dan tawa di sore harinya. Di suatu malam yang damai itulah, dirinya menemukan sang sahabat berlumuran darah di tengah hutan dengan seonggok mayat tercabik nyaris tak dapat dikenali.

Namun, bisikan Luke di malam itu lebih mengoyak akalnya hingga ia tak bisa percaya dan setengah mati berharap pemandangan yang matanya lihat hanya mimpi buruk terkutuk.

“Edna, kumohon dengarkan aku. Aku ... tidak membunuh ayahmu.” []

.
.
.
.
.

A/N: Hello, Jove!

Cerita pertama di tahun 2023, setelah ngestuck lama, trus akhirnya ngelanjutin kembali Blue and Grey, sebelum mulai nulis yang lain, trus ngestuck, trus nyoba nulis lagi. Rasanya ga nyangka bisa merealisasikan judul yang satu ini. Ini memang salah satu draft prioritas yang memungkinkan untuk dilanjutkan, tapi mengingat kondisiku yang lagi dan masih terjun di jurang tanpa ada pegangan, rasanya ga percaya aja. Ya, meski pasti ada aja efeknya ke cerita, kayak kesalahan penulisan, plot holes, dan kekurangan lainnya, semoga cerita ini masih bisa menghibur dan proses up partnya lancar.

Untuk publikasi pertama, bagian prolog, part 1 dan part 2 sudah bisa langsung dibaca.

Have a nice day, Jove!

Have a nice day, Jove!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Prey & The PredatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang