04

16 4 0
                                    

Agung POV





"Cantik" batinku waktu melihat foto istriku waktu dia baru pertama kali memakai jas putih khas yang dipakai oleh dokter biasanya, aku mengelus foto itu, wajahnya benar benar sangat cantik. Aku memang sadar dia cantik, sejak kami masih duduk di bangku sekolah pun dia sangat dipuja oleh banyak laki laki.

Aku membalik halaman buku album itu, dan dibalik foto Ashira, ada fotonya bersama adik ipar ku, Ashila. Mereka berdua sama sama memakai jas putih dan baju dinas untuk dokter dirumahsakit. Mereka berdua cantik, tapi Ashira lebih cantik. Difoto itu, kakak beradik itu terlihat sangat bahagia, foto itu diambil waktu Ashila selesai pendidikan kedokterannya, dan dia selesai 4 tahun setelah Ashira menjadi dokter spesialis anak. Disebelah foto mereka berdua, ada fotoku bersama Ashila. Kami terlihat bahagia juga difoto itu. Dan dulu, aku sempat berkata bahwa foto itu juga yang akan dipajang di acara pernikahan kami jika kamu menikah.

Tapi ya, ternyata aku menikah dengan Ashira. Menikah tanpa adanya pesta atau apapun itu.

3 tahun yang lalu, aku menikah dengan Ashira, hanya ada orangtuanya, orangtuaku, kakak dan adik dari Ashira, dan adikku. Beserta penghulu yang waktu itu menikahkan aku dan Ashira, di rumahsakit.








Aku membalik halaman buku album itu lagi, dan ya ada foto Ashira lagi, ah aku tidak tau kenapa dia sangat cantik. Matanya benar benar indah, apalagi ketika dia senyum, matanya pun ikut tersenyum.














Dihalaman terakhir buku album foto itu, ada foto keluarga yang begitu manis, ada ayah dan ibu dari istriku, adik dan kakak dari istriku. Dan tentu saja istriku juga ada di foto itu. Foto itu diambil dengan latar waktu yang berbeda dari foto foto yang sebelumnya. Yakni 2 tahun setelah Ashira sakit. Difoto itu, Ashira sudah benar benar kurus, matanya pun sudah terlihat sayu, namun senyumannya pun masih tetap sama, cantik.











Entah apa yang aku pikirkan waktu itu, sampai sampai aku membenci Ashira selama 2 tahun lebih pernikahan kami. Padahal bukan Ashira juga yang meminta untuk aku menikahinya.



"Apa aku boleh mengambil foto Ashira disini? Aku tidak punya fotonya" ucapku pada ibu mertuaku yang kebetulan lewat di depanku "ambilah" ucapnya, aku melihat ibu mertuaku jalan ke arah lemari tempat aku mengambil buku album foto yang aku pegang sekarang, beliau mengambil sebuah buku album foto yang sepertinya sudah lama dan memang kelihatannya sudah sangat usang. "Album foto ini, isinya foto foto Ashira waktu masih kecil. Kamu bisa menyimpannya kalau kamu mau" ucap ibu mertuaku "ah iya" ucapku lalu aku tersenyum.














Melihat foto foto masa kecil Ashira, aku berkali kali tertawa pelan. Dia benar benar lucu. Matanya pun benar benar sipit, dan pipinya juga chubby. Berbeda dengan waktu aku pertama kali bertemu dengan Ashira yang mana tubuhnya pun sudah langsing bak model.

Ada satu hal yang tidak berubah dari Ashira, tentu saja senyumannya. Dia benar benar manis.






















"Aku pulang" ucapku waktu aku masuk kedalam rumah, aku melihat seisi rumah yang terlihat sepi, namun kudengar ada suara orang yang sedang batuk, aku tau itu Ashira karena dirumah yang tidak terlalu besar ini, aku dan Ashira hanya tinggal berdua. Tidak ada orang lagi selain Ashira juga aku pergi ke kantor.



Aku bergegas menuju kamar dan ya, kulihat Ashira sedang tidur, tapi ya tidurnya tidak tenang karena batuk yang terus menyerangnya.

"Kamu sudah pulang ternyata" ucapnya yang baru sadar waktu dia membalik tubuhnya ke arah pintu kamar "hm, baru saja" ucapku lalu mendekat ke tempat tidur. "Sudah, tidak apa apa" ucapku waktu dia berusaha untuk duduk "bagaimana harimu?" Tanyaku pada Ashira "apa ada yang membuatmu tidak nyaman?" Tanyaku lagi, Ashira hanya menggelengkan kepalanya, ya dia selalu menjawab tidak waktu aku tanyai perihal itu. Tapi aku tau dia pasti selalu tidak merasa nyaman karena keadaannya.





























Beberapa Minggu yang lalu, Ashira sempat melakukan operasi yang sebenarnya memiliki resiko lebih tinggi daripada tindakan yang sebelumnya, jika operasi itu gagal. Tapi jika berhasil, mungkin itu bisa menjadikan peluang untuk Ashira sembuh jadi lebih besar.

2 hari, keadaannya kritis, tapi aku benar benar bersyukur aku masih diberi kesempatan untuk menemaninya disisa umurnya.

Tindakan itu gagal, dan sekarang membuat Ashira sedikit susah untuk jalan, Ashira susah untuk berjalan jika tidak ada penyangganya. Jadi aku membelikannya tongkat supaya dia tetap bisa berjalan.

Hatiku benar benar hancur dan sedikit ada rasa penyesalan kenapa menyetujui dokter untuk melakukan tindakan itu, terlebih Ashila pun turut andil dalam operasi waktu itu. Aku tidak bisa menyalahkan perempuan itu, karena aku tau dia pun sedang mengusahakan yang terbaik untuk kakaknya. Namun kabar baiknya adalah sekarang pun Ashira sudah mulai bisa berjalan tanpa penyangga walau memang harus was was. Aku selalu mengawasinya 24 jam karena jika tidak, perempuan itu bisa jatuh seperti beberapa hari lalu.







Sejak hari itu, aku hanya pergi ke kantor seperlunya, tidak setiap hari dan sekali ke kantor mungkin hanya beberapa jam dan ketika ada rapat saja.

Ashira lebih membutuhkanku daripada pekerjaan itu.





































Aku memeluk tubuh kurus yang ya bisa dibilang hanya tersisa tulangnya saja. Tubuhnya benar benar sudah habis, aku bahkan sebenarnya sedikit takut kalau Ashira banyak bergerak, takut jika dia patah tulang saja. Haha, memang sedikitpun tidak masuk akal tapi itulah kenyataannya.


"Besok, kamu ingin makan apa? Mungkin aku bisa memasakkannya untukmu" ucapku "aku tidak mau merepotkanmu" ucapnya "kamu belum pernah mencoba masakanku kan?" Ucapku "hm, kalau kamu tidak keberatan, tidak apa apa" ucapnya.






"Tadi, aku pergi ke rumah ayah dan ibu" ucapku "lalu?" Ucap Ashira dengan suara yang sedikit serak, ah sepertinya dia sudah mengantuk "aku melihat foto masa kecilmu" ucapku lalu mengeluarkan foto yang aku ambil dari buku album "ah itu" aku mendengar suara tawa Ashira, haha Ashira memang benar benar lucu waktu kecil dan akupun tadi tidak berhenti tertawa melihat foto fotonya "kamu benar benar lucu" ucapku, tapi aku tunggu dia menjawab ternyata tidak ada jawaban lagi dari Ashira "sudah tidur ternyata" batinku lalu mengeratkan pelukanku pada Ashira yang ternyata juga sudah tertidur. Aku mengecek nafas dan nadinya yang ternyata masih bernafas dan juga nadinya masih berdenyut.

Entahlah, aku tidak tau kenapa aku jadi seperti itu sejak beberapa bulan lalu. Padahal 2 tahun lebih kami menikah, aku bahkan tidak pernah peduli soal kehidupan Ashira. Mungkin aku juga pernah berharap supaya Ashira cepat pergi dari hidupku.

Tapi sekarang, ketakutan terbesarku hanyalah Ashira yang pergi dari hidupku dan aku sudah tidak bisa melihatnya setiap aku membuka mata.

















Dulu, mungkin aku merasa hancur karena harus melepas Ashila demi menikahi Ashira. Tapi mungkin aku bisa lebih hancur lagi kalau harus melepas Ashira. Perempuan yang sebenarnya sudah bersamaku sejak lebih dari 10 tahun.











My Heart For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang