01 - Arthur Goldie.

18 1 0
                                    


• ༉

"Gosh! Look at him. How adorable he is."

"Yeah, of course. Siapa yang tidak mengenal pewaris Goldie itu? Bloody hell! Bahkan sepertinya hantu pun mengenalinya."

"Akan menuju kemana dia?"

"Tentu saja ke kelas, idiot. 5 menit lagi bell berbunyi"

"SHIT MENGAPA TIDAK BILANG DARITADI!"

Memuakkan.

Pemuda yang sedari tadi ditatap kagum memaki dalam hati dengan wajah datar tanpa ekspresi. Setiap hari siklusnya selalu sama. Datang-dipuja-diusik-ditinggalkan. Sangat memuakkan, sungguh. Ia hanya ingin tenang tanpa harus menjadi center di sekolah ini. Ia hanya ingin diperlakukan layaknya siswa biasa seperti yang lainnya. Ia hanya ingin damai setidaknya sehari saja.

Hidupnya sudah penuh dengan senyum dan tawa palsu didepan kamera. Sekedar membangun citra yang baik dan sempurna. Setelah kamera mati, aura bahagianya ikut mati. Ia muak.

Tidak bisakah dirinya dikenal sebagai 'Arthur Hizael Goldie' tanpa embel-embel pewaris Goldie? Apakah tidak bisa manusia-manusia hilang akal ini menganggapnya hanya sebagai Arthur. Just Arthur.

Oh ayolah, Arthur juga memiliki bakat. Bakat yang luar biasa hebat. Mengapa mereka tidak bisa melihatnya dengan bakat yang dimiliki dan hanya mementingkan garis keturunannya.

Pewaris Goldie? Cih. Dia juga tau, sangat tau. Apapun pun hobi dan pekerjaannya sekarang, pada akhirnya ia akan tetap diwariskan oleh papa nya. Lagi pula siapa yang tidak mengetahui BG Corp. Perusahaan emas ternama dari penjuru Asia juga keluarganya yang selalu terlihat sempurna.

Dirinya muak. Ditambah kini tubuh kurus tinggi itu dihalang oleh sekumpulan orang idiot tidak berguna-menurut Arthur-didepan pintu kelas saat ia hendak masuk. Tentu ia mengabaikan dan berusaha melangkahkan kakinya.

Namun nihil, satu lawan tiga, bagaimana bisa. "Ouh sang pewaris ingin masuk, eh?" hadang salah seorang dari mereka, Peter Barnett. Dia hanya diam, bukan lemah, hanya tenaganya sudah cukup terkuras walau matahari belum terbit sempurna. Hal ini pula yang menjadi pemicu Peter and friends menganggapnya bahan candaan yang bagus. Tidak peduli dengan latar belakangnya.

"Get out, Barnett. Aku mau masuk." Arthur reflek menolehkan kepala, melihat siapa pemilik deep voice khas wanita yang berani melawan Peter. Saat mata bertemu, betapa tidak terkejutnya dia melihat gadis yang lebih rendah 9 centimeter darinya.

"Morning, sweetheart. Silahkan masuk" kali ini kawanan Peter yang menjawab, Aaron Kennet. Tiga sekawan tadi membuka jalan dan menunduk seolah yang akan lewat ini adalah putri kerajaan. Membuat Arthur yang melihat hal tersebut menatap rendah.

Sebelum kaki cantik itu melangkah, gadis itu menoleh pada Arthur membuat yang ditatap menaikkan alis kanan, "Dan kau Goldie, bukan kah sebentar lagi kelas akan dimulai?"

"Ya. 1 menit lagi guru akan datang," sang pewaris menjawab malas. Membuat gadis yang masih setia berdiri tanpa ingin bergerak satu senti pun menarik tangan seputih mayat itu dengan paksa.

"Hei, hei! What are you doing, little Granger?" Bukan Arthur yang mengeluarkan kata, namun Peter. Bukan kah sudah kita bicarakan jika Arthur sangat malas untuk berbicara atau berdebat saat ini. Alhasil beginilah, ia hanya pasrah ditarik paksa oleh gadis yang menatap tajam pada kawanan Peter.

Setelah berhasil melewati The Silvers-sebutan bagi Peter and Friends dari murid disini-tangan Arthur di lepas paksa. Lalu kembali berjalan sendiri-sendiri menuju kursi kebanggaan mereka.

The TripletsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang