BAB 2 : HELLO, GADIS JUTEK

13 1 0
                                    

-

-

Hallllllooooooo....

Masih mode rajin nih buat upload, masih lancar jaringan ide haha

Mohon koreksinya ya, masih banyak yang perlu direvisi :'(

Masih banyak typo.... Huwaaaaaa masih kaku juga dalam penulisan.

Semoga suka sama Bab ini.

Selamat membaca.

-

-

-

Hari Pertama Masa Orientasi Sekolah.

Awalnya tidak ada yang aneh menurut Maura, dia datang tepat waktu dengan pakaian yang rapi, tidak lupa membawa perlengkapan MOS yang sudah disiapkannya sejak kemarin sore. Papan nama, topi purun, buku, alat tulis, dan... tunggu. Maura, mengobrak-abrik isi tasnya kembali mencari sesuatu yang ia yakin sudah ia masukkan ke dalam tas berwarna merah jambu kesayangannya ini.

"Roti dan air putih, ada. Serbet kotak merah, ada juga. Buku, pulpen, papan nama... Ada". Maura kembali menggigit bibirnya setelah mengabsen beberapa perlengkapan yang ada di dalam tasnya. "Apa ya yang kelupaan?". Dirinya bertanya-tanya sendiri sembari melirik ke kiri dan kanan dimana para peserta MOS lainnya sedang lalu lalang berdatangan, melewatinya yang masih duduk berjongkok di pinggir gerbang sekolah. Dia mencoba mengingat, benda apa yang sedang ia cari tapi dikepalanya malah lupa.

Sesaat kemudian, matanya terbelalak manakala melihat seorang siswi yang baru saja turun dari mobil sambil menenteng tali raffia warna kuning. "Mampus, gue!. Tali raffia". Akhirnya Maura kembali mengobrak-abrik tasnya. Kali ini tidak dengan ketenangan, melainkan rasa panik. Berkali-kali dia mencoba mencari dibalik celah-celah tasnya, berharap jika benda tersebut hanya terselip.

"Masa iya, hari pertama gue udah dihukum sih ". Gumam Maura frustasi.

"Kenapa, lo? Lagi dapet?".

Maura mendongak, menatap seseorang yang sedang berdiri tepat di depannya. Riza. Si cowok nyebelin. Ah, sial!. Desis Maura.

Tak ada sahutan membuat Riza akhirnya ikut berjongkok. "Kalau orang lagi nanya, dijawab. Jangan diem aja kayak keong. Jadi cewek jutek banget, gak bagus tau buat kesehatan". Ucapnya lagi.

Maura menatap tajam manik mata laki-laki itu. "Maksud lo? Udah deh, gue lagi gak mau debat. Lo gak liat, gue lagi ribet". Balas Maura.

Riza menggelengkan kepala heran. "Gue itu nanya, lo aja yang sensi. Siapa juga yang ngajakin debat, kali aja ada apa gitu. Soalnya dari jauh muka lo itu kelihatan kusut banget, kayak setrikaan yang udah setahun gak dibelai".

Maura membungkam mulutnya. Dia kembali sibuk mengobrak-abrik isi tas tanpa memperdulikan Riza yang sedang menunggu jawaban darinyaa.

Merasa tak ada sahutan lagi, akhirnya Riza kembali berdiri sembari membenarkan letak dasinya. Detik berikutnya, dia melemparkan tali raffia berwarna kuning tepat kearah Maura. "Kalau butuh bantuan itu, ngomong. Gak usah gengsi".

Maura terhenyak, mendapati tali raffia yang terlempar ke depannya. Dia kemudian menatap Riza heran. "Loh, kok".

"Bawa aja, urusan gue gampang ntar". Potong Riza sebelum Maura melanjutkan kalimatnya.

Baru saja Riza hendak melangkah maju, Maura bergegas berdiri dan menghentikan langkahnya dengan ulasan suara. "Tapi inikan punya lo, nanti lo bisa dihukum kalau ketahuan".

BIE...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang