Part 1

6 1 3
                                    

Happy Reading



       "Semuanya baru dimulai" -Mahesa

    Dinda berjalan cepat menuju gedung fakultas ilmu hukum. Takut akan bertemu kembali dengan Mahesa, ia berlari menuju kelasnya. Ia duduk dibangku tepat disebelah Rere.

    "Din, lo kenapa? Kaya dikejar setan aja lo! " Tanya Rere penasaran. Karena Dinda memasuki kelas dengan nafas yang tersengal akibat berlari tadi.

    "Gila! Gua tadi nabrak orang jirr." Ucap Dinda kepada Rere. Ia masih lelah akibat berlari tadi.

    "Ciri-ciri orang yang lu tabrak, tau? " Tanya Rere penasaran.

    "Tau lah! "
    "Orangnya agak tinggi, dadanya bidang, putih, ganas lagi! Ihh nyesel gua berangkat ga bareng lo! " Dinda menceritakan ciri-ciri seorang Mahesa kepada Rere.

    "Bentar, lo ga tau namanya? " Rere kembali bertanya dengan posisi menghadap ke Dinda sekarang.

    "Hmmm, mana tau gua! Gak peduli juga sih! " Dinda menjawab pertanyaan Rere itu.

    "OMG! Itu kak Mahesa! Orang yang ditakuti disini! " Ucap Rere memberi tahu Dinda.

    "And, then? Gua gak peduli! " Dinda membenarkan posisi duduknya menghadap ke depan.

    "Din-" Tepat disaat Rere berbicara seorang guru hukum pun masuk kedalam kelas mereka.

    Pelajaran sudah berlangsung selama satu jam. Dinda merasa sangat lapar. Ia lupa tidak sarapan terlebih dahulu di rumah. Tinggal tiga puluh menit lagi pelajaran selesai. Akan tiba waktu istirahat. Karena lapar, Dinda menjadi tidak fokus akan pelajarannya hari ini.

Kringg!

    Bel berbunyi. Menunjukan waktu istirahat. Dinda dan Rere langsung bergegas menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang kelaparan. Dinda segera menuju stand penjual bakso. Ia memesan dua mangkok bakso. Rere? Entahlah. Dia duduk di salah satu meja untuk menjaga mejanya dari terjadinya ditempati oleh mahasiswa lainnya. Karena keadaan kantin sudah sangat ramai.

    Dinda menghampiri Rere dengan membawa dua mangkok bakso. Dinda dan Rere makan dengan sangat tenang. Hingga deretan laki-laki populer memasuki area kantin. Ya, siapa lagi kalau bukan Mahesa dan kawan-kawannya.

    "Gila, itu kak Mahesa yang fakultas sejarah itu kan? Gila ganteng banget! "

    "Aww gila kak Mahesa damage nya gamain! "

    "Kak Mahesa.... Kakak ganteng banget! "

    Itulah yang terdengar di telinga Dinda dan Rere. Entah mengapa, mereka pada mengagumi sosok Mahesa tersebut.

    "Gila, daritadi yang ditetiakin Mahesa terus dah. Gak ada apa yang mau neriaki gua? " Ucap Vano merasa tidak terima.

    "Lo tuh sadar diri, van! Ganteng kaga, kaya kecebong iya! " Ucap Haruko bercanda kepada Vano.

    "Ahh gak seru lo mah! " Vano merajuk mendengar perkataan Haruko itu.

    Lain halnya dengan Mahesa. Ia memerhatikan seseorang lekat sekali. Seakan seorang tersebut tidak ingin lepas dari pandangannya. Ya, ia memerhatikan Dinda. Gadis yang tadi pagi menabraknya.

    "Ehh... Lo ngeliatin siapa sih? " Tanya Varo penasaran.

    "Gak, gue ga ngeliat apa-apa! " Mahesa berbohong akan apa yang ia sudah perbuat.

    "Oke lah gak masalah! " Ucap Varo final.

    "Eh, btw gimana lo sama si Raisya itu? " Tanya Haruko pada Mahesa. Penasaran.

    "Gua lagi berantem sama dia" Mahesa menjawab pertanyaan Haruko itu sembari meneguk es teh yang ia pesan tadi.

    "Gara-gara lo gak nganterin dia pulang kemarin? " Haruko melanjutkan pertanyaanya itu.

    "Iya" Singkat, padat, dan jelas.

    "Gue rasa, lo harus cari cewe baru deh! " Vano berkata kepada Mahesa dengan nada bercanda.

    "Lah, kenapa? " Bukannya Mahesa yang menimpali, tetapi Haruko yang menimpali ucapan Vano itu.

    "Gua rasa, Raisya terlalu berlebihan. Gak cocok sama lo, Sa! " Tumben sekali Vano bijak seperti ini. Harus di traktir bakso nih. Bagaimana reader's? Setuju?

    "Anjirrr, tumben-tumbenan lu bijak begini! " Varo memukul kepala Vano pelan dengan sebuah pulpen.

    "Aww atit nich! " Vano berbicara seraya mengusap kepalanya yang habis dipukul oleh pulpen itu.

    "Ish jiji bego! " Haruko menimpali dengan melemparkan kulit jeruk ke area wajahnya.

    Mahesa tertawa melihat kejadian itu. Menurutnya itu adalah sebuah obat bagi kesedihan akan ditinggalkan oleh kakanya. Mahesa mengalihkan pandangannya pada meja Dinda kembali. Tetapi, bukan Dinda yang ia lihat. Orang lain. Kemana Dinda? Batinnya.

••••

POV Dinda

    "Din, kak Mahesa merhatiin lo tuh! " Ucap Rere kepada Dinda yang sedang asyik melahap bakso nya.

    "Gue gak peduli, Re! "
    "Mau dia jungkir balik ge, gua gak peduli! " Dinda menghabiskan baksonya yang sudah tinggal sepotong itu.

    "Ayo cabut! " Ajak Dinda pada Rere yang masih asyik meminum es jeruk miliknya.

    "T-tapi, Din. Minuman gua kan belom habis! " Rengek Rere pada Dinda.

    "Lo masih mau disini? Atau gue tinggal? " Tanya Dinda yang sudah berada lima langkah didepan Rere.

    "Ish, iya-iya. Ini gua ikut lo! " Rere pun menyudahi kegiatannya itu.

    Alasan Dinda ingin pergi dari kantin adalah, ia sangat risih akan lirikan seorang Mahesa. Dinda dan Rere segera menuju ruang kelasnya. Akan tetapi, Dinda melihat Mahesa di jalan yang biasa ia lewati.
   
    Anjirr lah, ngapain sih tuh orang disitu? Batin Dinda kesal.

    "Hmm, Rere. Lewat jalan yang lain yuu ke kelasnya. " Ajak Dinda pada Rere yang masih cemberut itu.

    "Emang kenapa kalo lewat jalan yang biasa? " Tanya Rere penasaran sekali.

    "Gua rasa nanti kalo lewat jalan yang biasa nih ya, bakalan ada kakak kelas yg bakalan malak kita! " Dinda berbohong pada Rere. Agar percaya.

    "Ihh gua gak mau di palak ah! "
    "Ya udah, ayoo! " Ajak Rere seraya menarik tangan Dinda untuk berbelok ke jalan yang lain.

    Rasain lo, Mahesa! Lo belom tau siapa gue! Batin Dinda senang.





Jangan lupa vote yaa! Vote kalian sangat berarti bagi penulis baru kayak aku!
Nantikan episode selanjutnyaaa!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang