14. Pipi Yang Merona

12 0 0
                                    

"Bang, ini gimana Namira? Dia datang padaku, Bila jadi salah paham karena perbuatanmu," ucap Satria di sambungan telepon.

"Bawa aja dia ke tempatku. Nanti aku yang bakal tanggung jawab."

Abimanyu, kakak Satria memang pria yang tegas. Sayangnya, perpisahan kedua orang tua mereka membuat Abi menjadi akrab dengan dunia malam. Kejadian di suatu malam yang merenggut satu hal paling berharga dalam hidup Namira adalah jebakan dari teman-teman Abi.

"Oke, Bang. Aku urus keberangkatan Namira ke tempatmu."

Satria yang waktu itu sibuk dengan Bila yang masuk rumah sakit dan jarang ditemui akhirnya meminta bantuan kepada Dito. Asisten sekaligus sahabatnya yang bisa diandalkan. Namira berhasil bertemu Abi. Namun, setelah itu Satria jarang menanyakan kabar tentang mereka. Pertemuan terakhir mereka saat di kafe, saat itu dia juga tak sengaja bertemu Bila. Hari di mana kesalahpahaman belum selesai dan justru menambah kesalahpahaman yang lain lagi.

"Bro, semua sudah beres."

Kalimat yang dibilang Dito saat itu, tapi tidak nyatanya sekarang. Namira meminta pertanggungjawaban padaku.

"Tanggung jawab apalagi, Namira?" lirih Satria yang memucat mendengar permintaan Namira.

"Kamu benar-benar tidak tahu kabar tentangku?"

"Kabar? Kabar apa?"

Bila yang melihat mereka saling berbicara justru bingung dan berniat ingin pergi. Dia merasa tidak ada urusannya antara dia dengan mereka berdua.

"Ehm, maaf. Aku izin pergi, ya. Kalian selesaikanlah masalah kalian sendiri," ucap Bila.

"Bila, kumohon jangan pergi. Sepertinya kamu perlu tahu apa yang dijelaskan oleh Namira," pinta Satria.

"Lagipula kamu kan ke sini atas ajakanku, bagaimana Mas membiarkan kamu pulang sendirian," tutur Satria kemudian.

Bila akhirnya mengalah dan memilih berpindah tempat. Meski demikian, dia masih bisa mendengar apa yang mereka ucapkan. Dari yang dia dengar, ternyata Namira keguguran, sementara itu Abi jadi ketua dengannya karena merasa tidak perlu ada calon anaknya lagi. Namira meminta pertanggungjawaban Satria karena sekarang dia sudah enggak suci lagi.

Satria terlihat mengacak rambutnya sendiri. Bagaimana bisa dia menikahi orang yang bahkan hanya dikenalnya sebagai model papan atas. Dia bahkan dekat karena Namira yang mendatanginya waktu itu.

"Begini aja, Namira. Aku akan datangi Mas Abi, ya. Sekarang aku perlu mengantarkan Bila pulang. Ini sudah malam."

Satria berusaha beranjak dari tempat duduknya. Namun, dia tertahan karena Namira memegang tangannya.

"Satria, kamu serius akan menemui Abangmu, kan? Tolonglah, karirku sudah hancur. Aku enggak bisa cari pekerjaan lain selain model," pinta Namira.

Satria hanya mengangguk. Dia juga berusaha menarik tangan Namira dan tangannya. Dia lalu menghampiri Bila yang duduk tak jauh darinya.

"Ayo, Bila. Kita pulang," ajak Satria.

Bila langsung beranjak dan mengikuti Satria. Dia sebenarnya jengah berada di kondisi sekarang. Lebih tepatnya, dia bingung mau bersikap gimana, jadi yang dilakukannya hanya diam sampai mobil bergerak dan berhenti di depan rumahnya.

"Bila, are you ok?" tanya Satria.

"Ehm, aku baik, kok. Hanya terlalu kaget sama kejadian hari ini yang tak terbayangkan sebelumnya," lirih Bila.

"Maafkan aku, ya. Aku janji akan menyelesaikan semuanya secepatnya," ucap Satria.

Sebenarnya yang di pikiran Bila. Apakah Satria akan menikahi Namira. Dia terlalu sakit jika melihat mereka menikah. Sejujurnya, dia masih nyaman saat di dekat Satria.

Bila ingin bertanya langsung ke Satria. Namun, rasanya aneh kalau dia bertanya, bahkan hingga detik ini Satria masih menjadi mantan yang dia putuskan secara berpihak. Lalu, kenapa hatinya sekarang begitu sakit mendengar Namira yang ingin tanggung jawab dari Satria.

"Bila, ada apa? Kok bengong? Mau turun atau mau tidur sama aku?"

Satria berusaha berseloroh padanya. Refleks Bila memukul pelan tangan Satria.

"Enak aja, mana mungkin aku tidur sama kamu. Ogah!"

Bila hendak membuka pintu mobil tapi ditahan oleh Satria.

"Makasih, ya, Bila."

"Makasih untuk apa?"

"Makasih untuk makan malam hari ini."

Bila merasakan wajahnya panas. Kalau saja dia bisa berkaca, mungkin pipinya sudah merona akibat ucapan dari Satria. Sejenak dia melupakan apa yang terjadi sama Namira tadi di restoran.

"Udahlah, aku balik. Yang ada nanti Papa Mama curiga aku berhenti di anter kamu tapi nggak segera masuk rumah."



Luka Hati Bila #IWZPamer2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang