Kalau ada kembang di taman
Boleh kita memetik sebagian
Kalau ada yang mengaku ingin berteman
Boleh jadi ujungnya jadian***
Pria itu berhenti, menoleh ke arah sumber suara yang lumayan berisik menurutnya. Kemudian mengamati dengan seksama tanpa sadar.
"Apa?" Gadis itu hanya menjawab tanpa peduli.
"Lo sengaja nggak denger, apa pura-pura budeg?!"
"Lhah? Kamu sendiri punya tangan, apa pura-pura nggak punya tangan?"
"Heh! Ngomong yang bener! Jangan melawan sama senior!"
"Oh merasa paling senior ya? Perasaan juga lamaan saya di sini. Di sana kamu senior, di sini kamu junior."
"Lo tuh ya, makin hari makin jadi ngebangkangnya. Tinggal nurut apa susahnya sih?"
"Nurut? Perlu kamu tau nih ya, saya bisa membedakan mana menurut dan mana diperbudak. Dan saya menolak keduanya."
"Makin berani lo ya?! Cuma disuruh fotokopi aja malah ngajak ribut!"
"Di sini kita semua sama. Kerjakan tugas masing-masing. Kalau masih bisa dilakukan sendiri, kenapa musti merepotkan orang lain? Ini kantor, bukan rumah pribadimu."
Gadis berambut ikal kecokelatan itu mendelik kesal. Mulutnya komat-kamit tak karuan. Entah sumpah serapah atau makian yang tertahan di bibirnya. Ingin sekali ia melempar tumpukan kertas di tangan ke muka gadis yang masih tampak santai duduk di kursinya. Bahkan tak sedikit pun melirik ke arahnya. Tetap fokus pada kegiatannya dengan laptop di depannya.
"Awas lo ya!"
Akhirnya ia berlalu pergi membawa setumpuk kedongkolan di hati. Tentu saja masih sambil merutuk tak jelas. Sementara yang dirutuki tak peduli sedikit pun. Malah sesekali mengunyah camilan buah melon yang selalu jadi bekal andalan favoritnya.
Teman di sebelah kubikelnya mendekat. Menyeret kursi tepat di sebelah sang gadis. "Kamu kok berani banget sih sama dia?"
"Kenapa harus takut? Kita sama-sama kerja di sini, sama-sama cari rezeki."
"Eh tapi, apa kamu nggak denger gosipnya?"
"Penting banget ya?" balasnya tak acuh.
"Penting nggak penting sih. Kabarnya, dia itu mantan tunangannya pak Melon Sagara tau. Pernah ada kasus orang yang bermasalah sama dia sampai di boikot dari perusahaan Lakadewa, katanya sih. Kalau kamu diaduin ke bos gimana? Nanti kamu dipecat, terus mau kerja di mana lagi? Susah tau cari kerjaan di zaman sekarang. Apalagi yang sesuai sama kenyamanan kita. Umurmu juga udah nggak bisa dibilang muda lagi. Kalau pun dapat, apa nggak males berasa ngulang penyesuaian diri dari awal? Kejar target jadi karyawan tetap lagi? Duh, ribet kayaknya."
Gadis itu menghela nafas pendek dan mengembuskannya perlahan. "Rezeki manusia itu sudah diatur sama Yang Kuasa. Ya bodo amat kalau dia mau berusaha nendang aku dari sini. Intinya kan yang penting pekerjaanku beres, dan aku nggak bermasalah dengan kantor. Mana bisa perusahaan seenak jidat mecat karyawan cuma karena ada pengaduan nggak jelas dari orang dalam. Ada undang-undangnya tau."
Temannya garuk kepala. Kemudian kembali membenarkan kursi ke kubikelnya sendiri. Hanya bisa mengangguk setuju sekaligus tak habis pikir.
Hampir semua orang di divisi mereka merasa kuwalahan sejak kedatangan Santi, yang katanya mantan tunangan bos mereka ini. Gaya bicaranya yang kental dengan logat anak metropolitan mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi, sikapnya yang sering suka menyuruh dan semena-mena sendiri itulah masalahnya. Dengan embel-embel bermuka sok manis tapi kalimat menusuk sanubari, ia selalu berhasil mengelabui tiap sasaran. Kecuali Rana tentunya. Satu-satunya gadis yang paling enggan menjadi budak suruhan Santi. Ia selalu punya jawaban lebih masuk akal untuk melawan si sok otoriter seperti Santi.
Herannya, yang jadi target Santi semuanya perempuan, dan kebanyakan yang terlihat pendiam atau lebih tepatnya penakut. Tapi, kenapa Rana jadi targetnya sekarang? Padahal, ia termasuk tipikal paling cuek bebek seantero kantor. Dan ia juga terkenal paling anti ribet. Tapi jelas sekali Rana bukan tipe orang penakut atau terlalu pendiam yang berlebihan.
"Pak Saga, ruangan untuk meeting sudah siap. Semua juga sudah menunggu." Seseorang menyadarkan lamunan pria itu.
Entah sadar atau tidak pria tersebut sedikit menyunggingkan senyum penuh misteri. Kemudian berlalu begitu saja diikuti si pembawa berita barusan.
Sepulang kerja, Rana mampir dulu ke angkringan depan kantor yang baru buka. Ia sudah langganan di situ. Menu kesukaannya adalah dua bungkus nasi kucing kering tempe, risol ragout, dan es cincau hitam.
Baru makan sesendok, mendadak ia menghentikan kegiatan. Memfokuskan diri dengan sosok di sekitaran parkiran depan bank. Ia merasa kenal dengan pria itu.
"Wah, mantanmu punya gebetan baru lagi kayaknya tuh, perasaan belum genap sebulan pisah sama istrinya kan?" celoteh Irma. Kawan satu divisi yang baru datang dan duduk lesehan di sebelah Rana.
"Mana kutau. Bersyukur aku cepat putus dari dia. Heran, kenapa dulu aku bisa suka ya sama orang macam begitu?" Rana bingung sendiri.
== Bosku Tersayang ==
KAMU SEDANG MEMBACA
Bosku Tersayang
RomanceJudul sebelumnya : KEJAR TARGET, JODOH KUDAPAT! ===========&&========== "Ada yang bilang sendiri lebih menyenangkan. Ada juga yang bilang menikah kadang tak seindah bayangan. Dan aku berada di antara keduanya. Sendiri merana, dilamar pun kutak perca...