Bab. 4 - Salah Fokus

16 3 0
                                    

"Rana..." panggil Irma. Gadis itu melongok ke arah kubikel di sampingnya.

Temannya masih sibuk menelungkup muka di atas meja. Dua tangan ia jadikan sebagai bantalan kepala. Rana masih enggan membuka mata. Semalaman ia begadang karena maraton drama Korea. Sekarang, rasa kantuk benar-benar menyelimuti dirinya. Agak menyesal juga kenapa ia harus susah tidur dan terjebak rasa penasaran dengan episode-episode drama tersebut. Ujungnya, seharian ia sulit konsentrasi sangking ngantuknya.

Irma menggoyangkan bahu kawannya. "Woi! Bangun!" serunya mulai emosi.

"Apaan sih?! Ribut banget kamu, Ir. Ganggu orang tidur aja!"

"Kamu udah setor laporan yang diminta Pak Saga tadi siang belum? Udah dua kali beliau nanyain."

"Perasaan udah kukirim by email deh," Rana garuk kepala.

"Yang diminta versi manual. Bukan email."

"Apa iya?"

Irma tepuk jidat. "Udah deh, sana buruan. Sebelum kena omelan panjang nanti."

"Mager banget...." Rana menguap seraya meregangkan dua tangan. Badannya terasa pegal akibat kurang tidur. Dan sejak pagi ia harus menyelesaikan laporan keuangan bulan ini yang diminta bosnya segera diselesaikan.

Mau tak mau, Rana pun berdiri. Mengucek mata sebentar, meneguk lemon tea dalam botol minum, kemudian meraih tisu untuk membersihkan bibirnya yang basah sebagian. Ia mengambil map berwarna biru di tumpukan paling atas. Sebelum akhirnya berlalu menuju ruangan sang atasan.

Beberapa kali mengetuk pintu, tak ada jawaban dari dalam sana. Rana mengintip sesaat, memastikan apa ada orang atau tidak. Benar saja, ruangan Saga kosong melompong tak berpenghuni. Area kerjanya tampak lenggang. Rana menghela nafas berat. Ia berjalan masuk, seperti biasa. Meninggalkan map di atas meja kerja Saga. Mungkin bosnya sedang ada meeting di lantai atas. Jadi, daripada bolak-balik tak jelas, sekalian saja ditinggalkan di sana. Biasanya juga demikian. Nanti Saga akan mengeceknya sendiri. Paling Rana akan dipanggil lagi, jika ada laporang yang rancu atau kurang jelas.

Sekitar pukul lima lewat, suasana divisi admin sudah mulai senyap. Jam kerja mereka hanya sampai jam empat sore. Kecuali ada lembur dadakan. Saga baru kembali dari rapat. Ia duduk di kursi kerja, setelah meregangkan persendian. Membuka satu persatu map di atas meja dan mulai membaca isinya.

Kening Saga berkerut, saat mengecek laporan di dalam map berwarna biru. Sampai tiga kali ia membolak-balik kertas di dalam sana, untuk memastikan apa matanya tidak salah melihat?

Namun, rasa tertariknya muncul seketika waktu membaca beberapa kalimat di awal. Ini jelas bukan laporan keuangan. Melainkan sebuah pesan teks yang ditulis ulang dengan tangan.

"Jaman udah maju, masih juga nyimpen beginian," selorohnya heran. Lambat laun, ia malah mesem-mesem tak karuan. Agaknya Saga mulai larut ke dalam pesan teks yang ia baca.

Hampir satu jam tak terasa. Saga masih menikmati tulisan di dalam sana. Hingga tertera satu nama di paling belakang lembaran kertas. Nama yang jelas ia tahu pasti, karena itu adalah nama panggilannya semasa sekolah menengah atas dulu.

Pria itu terlonjak kaget. Menyadari bahwa semua catatan-catatan tersebut adalah pesan yang pernah ia kirim ke seseorang di masa lampau. Bagaimana bisa sedetail ini? Saga saja nyaris lupa dengan semuanya. Kalau bukan diingatkan nama panggilan spesial di lembar paling belakang.

"Jadi bener dugaanku selama ini, kalau dia itu Rana adik kelasku? Tapi, kenapa dia nggak ingat denganku?" Saga berguman seorang diri. Ia menemukan nama Rana tertulis di paling bawah kertas. Sementara nama panggilan kesayangan Rana untuknya tertulis besar di tengah-tengah kertas. Khas tulisan anak-anak muda pada jamannya dulu.

Bosku TersayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang