16. Remedial

22 4 1
                                        

Tidak berawan, tidak pula panas. Hari ini cuaca terlihat kosong. Tidak ada yang menghiasai langit biru. Segerombolan burung menyapu mata Abel di kantin sekolah. Gadis itu duduk di temani sahabat-sahabatnya yang terlihat ceria.

Jika minggu kemarin mereka disibukkan oleh perjuangan tanpa keringat, di minggu ini mereka harus melakukan remedial bagi murid yang nilainya tidak mencapai KKM. Beruntungnya di antara Abel dan yang lain tidak ada remed untuk pelajaran jam pertama ini. Oleh karenanya guru membiarkan anak-anak itu untuk bebas berkeliaran asal tidak keluar dari sekolah.

"Akhinya bisa bebas dari PTS," sambil mengaduk gelas jus dengan sedotan, Deeva membuka percakapan.

Riana tertawa kecil. "Tapi setelah ini bakalan ada remed, gue 2 pelajaran."

"Anjir, lo mah mending cuma 2, lah gue hampir semua mata pelajaran." Sella ikut nimbrung usai mematikan ponselnya. Di antara yang lain, hanya ialah yang tidak pernah bisa lepas dari ponsel. Ke kamar mandi pun harus membawa ponsel.

"Mau remed atau nggak, yang penting kita ikut PTS," Missa melirik Abel di depannya, gadis itu tampak menyindir dengan halus. Sadar jadi bahan ejekan, Abel lantas membola mata.

"Lo nyindir gue nih?"

Kompak yang lain menyemburkan tawa.

"Btw Aksa tuh cowok yang pernah buat perpustakaan digosipin ya?" ujar Deeva sambil memakan cemilan ringan yang ia bawa dari rumah.

Sontak saja Abel mengerutkan kening bertanya-tanya. Tapi seperkian detik setelahnya ia baru menyadari hal itu.

Tentang rumor hantu perpus.

"Mana ada hantu perpus modelan begitu, ganteng lagi." Kiera menyelutuk sembari mencomot gorengan di atas piring yang baru ibu kantin antarkan.

Pagi itu kantin tak seberapa ramai, hanya separuh murid yang simpang siur di jalanan.

"Nah iya, dulu juga gue sempet nggak percaya. Tapi pas ngembaliin buku ke perpus emang auranya beda." Riana menimpali.

"Itu lo, coba kalo Sella yang masuk, pasti auranya nggak beda." Kali ini Kiera, gadis berambut ala-ala Korea itu tanpa rasa salah berseru.

"Kan temen."

"Wah parah, Sel, masa lo dikatain setan sama Abel."

"Lo tuh setan!" Mata Sella mendelik, dibalas juluran lidah oleh Abel.

Mereka semua lagi-lagi tertawa. Tapi tawa itu terhenti ketika melihat Keno berjalan dari koridor bersama para anak buah yang menurut Abel mau-mau saja jadi babunya.

Oh iya Abel lupa, Keno kan banyak ditakuti orang-orang.

Ketika jarak mereka semakin dekat, salah satu temannya mengedipkan mata seolah menggoda, membuat Missa, Deeva, Riana dan Shana bergidik di tempatnya. Pengecualian untuk Sella, ia tidak pernah peduli pada Keno, apa pun statusnya.

Keno melirik Abel, memberi kode mata ke arah Kiera. Abel yang paham lantas bangkit dan membuat suara geseran antara kursi dan lantai semen.

"Gimana kalo pulang sekolah nanti kita tanding basket?"

Missa menggeleng takut-takut. "Nggak deh, panas, tuh mataharinya terang banget."

Semuanya kompak mendongak ke atas, tidak ada matahari di atas sana.

Kiera menabok tangan Missa. "Apaan sih, nggak ada matahari!" Sementara Missa hanya cengengesan.

"Lo pada yakin nggak mau tanding sama gue?" ucap Keno membuat Kiera menoleh tepat di sampingnya, mereka hanya berjarak beberapa senti.

Ineffable | Dear Diary | EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang