2

124 20 0
                                    

Content warning : kekerasan, tindakan menyakiti diri sendiri.

Sebagian adegan mungkin dapat men-trigger para pembaca, jadi dimohon kebijaksanaan dalam memilih bahan bacaan. Terima kasih🙏🏻🫶🏻






"Kau bisa pulang lebih dulu, Hyunseo. Tidak perlu menungguku sampai selesai."

Ekspresi ceria di wajah Hyunseo saat Jiwon meletakkan dua cup ramyeon dan semangkuk tteokbokki keju ke atas meja membuat gadis itu tertawa pelan. Sore ini dia baru saja menyelesaikan pekerjaannya menjadi kasir di sebuah toserba. Rekan kerjanya yang sering membolos itu akhirnya mendapat teguran dari sang pemilik toko dan Jiwon bisa pulang lebih awal seperti yang sudah seharusnya.

"Aku bosan bermain sendirian. Wonyoung unnie sibuk dengan kegiatan ekstrakurikulernya, Gaeul unnie sibuk mengurusi kuil milik pamannya, dan kau selalu sibuk kerja patuh waktu." Hyunseo mengaduk-aduk mienya dan meniupnya uap panas yang mengepul pelan.

Jiwon menyeruput pelan soda di tangannya. "Bagaimana dengan temanmu itu? Siapa namanya? Manchae?" tanya Jiwon bingung.

"Eunchae." tukas Hyunseo membenarkan. "Namanya Eunchae, Unnie."

"Ya, maksudku itu." Jiwon membuka bungkus sosis yang tak disentuh Hyunseo sejak tadi. Jiwon tahu kalau gadis itu sangat suka dengan sosis. Dengan hati-hati, ia mengeluarkan sosis tersebut dan meletakkannya ke dalam mangkuk milik Hyunseo. "Bukankah kau selalu bermain bersamanya?"

Hyunseo mendengus pelan. "Hwari inywi dwia adwa achwara khelyuwargha..."

"Telan dulu makananmu, Bocah. Nanti kau bisa tersedak."

"Hari ini dia ada acara keluarga." ucap Hyunseo lebih jelas setelah menelan makanannya. "Omong-omong, apakah bahumu terasa berat akhir-akhir ini, Unnie?"

Kedua mata Jiwon membelalak panik. "Bagaimana kau bisa tahu?"

Hyunseo benar, akhir-akhir ini bahunya terasa sedikit berat, seperti ada yang menopang padanya. Jiwon mengusap bahunya pelan, ia pikir ini hanya reaksi biasa setelah ayahnya mendorongnya begitu keras hingga dia membentur lemari. Jiwon sudah berusaha menutupi bukti-bukti kekerasan itu sebaik mungkin. Apakah ada bagian lain yang lupa ia tutupi dan tak sengaja terlihat oleh Hyunseo?

"Kau sering mengusap bahumu, Unnie. Saat aku menunggumu, aku melihatmu melakukan itu sebanyak tujuh kali, dan delapan kali dengan yang barusan." Hyunseo memutar matanya malas saat Jiwon melotot kesal padanya. "Kau benar-benar payah soal menyembunyikan sesuatu, Unnie. Terutama dengan plester imut yang kau tempelkan di kepalamu itu."

"Yah! Kau–"

"Ya... ya... aku tahu." Hyunseo meraih sepotong tteokbokki dan mencampurkannya dengan mie. "Tapi kurasa kali ini agak berbeda."

"Maksudmu?" tanya Jiwon bingung.

"Apa yang kau rasakan? Maksudku apakah bahumu seperti ada yang menekan atau menopang padanya?"

Jiwon memegang bahu Hyunseo dan menggoyangkan tubuhnya pelan. "Omo! Apa kau seorang cenayang? Bagaimana kau bisa tahu?"

"Di mana-mana orang yang bahunya pegal merasakan hal yang sama." Hyunseo meraih botol air minum yang sudah kosong di depannya dan mengeratkan tutupnya. Ia menoleh ke arah Jiwon dan mengambil ancang-ancang. "Unnie, menunduk!"

Untouchable | LizreiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang